Larashati membelai pipi kukuh lelaki tampannya Don Makarel. "Aku gak mau pisah dari kamu" hembus bibirnya. Lelaki rupawan berwajah garis itu beku mengambil jeda. "Pagi tadi, papa bicara, bukan mama lagi" Don mengambil udara. "Please, jangan lagi.." Larasati memegang pipi kekasihnya dengan kedua telapaknya. Â Don menurunkannya, memandang mata mendung dihadapannya.
"Dia lelaki baik, Laras. Serupa papamu. Biarkan aku melepas kamu kali ini" Don tampak kalem.
Lalu perempuan ayu diseberang itu sepi, menitikkan air mata. Hatinya seperti patah untuk menyambung ke lain yang bukan patahannya.Dia harus membuang  patahan, untuk memulai yang baru. Apa bisa? Laras mesti mencabut sihir si ganteng Don Makarel? Membekukan hati yang sudah meleleh? Tidak semudah itu ferguso!
Dengan lengan kokohnya Don menyeret lembut punggung ramping gadisnya, melangkah keluar caf broken, menjelang ke latar pedestrian yang lengang. Mereka hanya bergandeng bisu, membiarkan lampu jalan merkuri  meletakkan bayang keduanya semaunya. Berpisah di pertengahan cinta adalah suatu kebohongan dari suatu kenyataan. Â
Don Makarel melepas princessnya menderu dengan mini sportnya, merogoh bola Kristal mungil dari saku denimnya dan melambung lambungkannya. Bola itupun berpendar.
Larashati masih tertidur panjang dikamarnya, bak merampok habis luka dalam. Mata indahnya berkedip di sore yang bagus. Mama membawakannya segelas susu suam kesukaannya dan Larash meneguknya perlahan tanpa eling serta merta gelaspun melompong.
 "Don pergi Mama..?" Keduanya berpeluk lekat sedikit lama. Lalu moms membelai rambut lembut gadisnya. "Kamu perlu waktu, sayang" moms menatap sayup, mengecupnya seraya meninggalkan Larash menyendiri berehat.  Diujung springbed cewek mempesona ini mendekap lututnya mengawang perkataan papanya.
"Mad Menggolo itu orang penting dan kelas. Hatinya putih dan santun. Dan papi mau melepas hidup kamu sebagai pendampingnya. Percaya papimu, cah ayu. Kamu akan bahagia" begitu papa sering menata kata berulang seperti video rusak.
Larash tak sukak sama dia pilihan papa. Mad menggolo, dokter jantung jomblo lapuk. Pikiran nyleneh Larash membuatnya sungging sendiri. Â Meski lelaki itu mapan, baik hati dan tidak sombong. Sungguh mati Larashati tak berkenan menghabiskan kehidupan sebagai istri bersama Mad Menggolo.
Dan Larashati bukan perempuan liberal, dia middle class dan rumahan. Membayangkan kawin lari bersama Don Makarel yang berantakan, membuatnya terpingkal, Â terperangkap romantisme fiksi yang basi.
"Tapi Don, aku cinta kamuh" Pikiran Larash berbolak balik berbisik sendiri. Meski awut awutan, nomaden dan apatis, Don itu penuh nuansa dan enggak bosenin. Saban ketemu, selalu saja ada masa yang menarik ke depan, yang susah dinyatakan dengan kata. Begitu rasa kalbu Larash.
"Ruumm.." suara tergesa mobil cc besar papa memasuki halaman. Larash bangkit dan melepas jendela memandang keluar. Tertampak papa dan Mad Menggolo duduk di jok belakang, sementara sopir keluar tergopoh membuka pintu belakang. Mad keluar tenang, mengandeng lengan papa berhati hati. Papa kelihatan sedikit pucat,Larash segera menghambur. Begitu juga mama menyongsong dari belakang.
"Papa ndak apa apa" sela papa setelah bersender sofa. Mama membelai papa dan Larash memeluknya pelan. "Ada apa papa mas Mad?" Larash membuka tanya. "Papa telpon dari kantor tadi, sedikit sesak. Barangkali sedikit lelah, tapi baik baik saja" Dokter Mad menyahut pelan menenangkan. Tak kurang suatu apa dengan kondisi papa, dokter Mad pamit. Larash pun menghantarnya mencapai pintu muka.
"Terima kasih" bisiknya cantik. "Jangan cemas Larash, papa sehat saja" Mad membalas santun. Mata polosnya menatap Larash yang juga sama. Ada gugup sebelum Mad Menggolo melangkah pulang, sementara Larash melepas pandang, yang dari punggung lelaki dewasa itu Larash memutuskan akan belajar melabuhkan cintanya, sekaligus menyetujui bapaknya.
 Di pagi yang putih, moms melepas Larash yang tak berkehendak memakai coopernya pergi bekerja. Ada Mad yang sebentar lagi muncul mengantarnya.  Ibunya menggoda.
"Tumben?". "Ih.. moms.."
"Mad?" Leher jenjang Larash mengangguk. "Don?" Paras cantik Larash sedikit mendung lama. "Dia penerang masa depan, moms" Larash menyahut lirih.
Sang ibu mendekap perawan cantiknya.
Sepeninggalnya, Moms ingat silam seumur Larash. Cinta Don Makarel, sang penujum, juga hadir  dihatinya bersama bola nujumnya dengan kisah yang mengulang, persis sama dengan kisah putri jelitanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H