Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Panggilan si Meong

4 Maret 2019   20:42 Diperbarui: 4 Maret 2019   20:53 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini Meong gendut datang rada dini. Biasanya kucing perempuan berwarna kuning ini, saban pagi jam enam  selalu menggerut direndah kayu jendela kamar tidurku, tanda aku enggak boleh lupa akan sarapannya, atau dia tanpa belas kasihan semakin keras mengeratkan kukunya. Gret ! Greet! Greet..! berulang ulang.

"Selamat pagi, Ndut!" aku melongok dari celah atas jendela.

"Meong.. Meooong..Miieeooong.." dia menjawab seneng dengan ekor mengibas, selamat pagi, mungkin maksudnya.  Bulu kuning pucatnya berombak ombak saking lebatnya.

"Bulumu seberti babut. Kamu dah mandi?" aku menggoda.

"Meoouung.." dia berbunyi, kepala segitiganya mantuk mantuk. Mungkin mau bilang sudah mandi.

"Okey, sabar ya. Kan kuambilkan peda dulu" kuberingsut keruang dapur.

"Miiung.." mungkin dia komplen, yaah, peda lagi.

"Brisik!" kuteriak dari pintu dapur

Kulempar sekerat ikan gereh kekaki depannya, dia melompat memundurkan body gemuknya, hidung lucunya merunduk, mencumbui ikan tergolek.

"Meng.. meng..?" kepala tunduknya bergeleng, mungkin maksudnya, tuh kan ikan asin lagi?

"Makan!" kataku tegas

"Mufmufmuf.." dia menggigitnya mendua, antara takut dan radoyan,lalu menatapku. Mataku melotot, segera dia mengunyah habis, tanpa cingcong lagi.

Memang sudah delapan bulan ini kami berteman. Aku menyapanya si Gendut, karena potongan tubuh kucing itu gembul dan bentuknya bukan bulet tapi kotak. Bulunya kuning pucat homogen tanpa belang spot, tebal dan pepak. Awalnya sih entah, tiba tiba saja dia muncul saat aku bangun disuatu pagi. Mengingat aku enggak gampang kaget, dan bukan tipe yang mudah kagum, jadi aku enggak sampe langsung HL ke dia saat pertama bertaut, melainkan kuendapkan dulu si kucing singgah ini, meskipun dari kovernya sih oce. Namun kelamaan, dia konsisten datang diwaktu dan ruang yang sama, yaitu jam enam pagi dibawah jendela panjang kamarku. 

Sebagai jomblo basi, aku kadang memiliki cukup waktu setelah bangun fajar, dan hadirnya pus gendut ini mulai menarik minatku. Akupun mulai memberi perhatian dari memberi makan sisa ikan sampai aku bela belain menservisnya dengan makanan kucing tablet. Dari mulai menyapanya dan menyambutnya dengan membelai dan menggosok gosok leher bunteknya. Aku seneng tenan dan dia meresponnya dengan membunyikan napasnya, gerek..gereek, sebagai tanda ike suka. Selayak kebiasaannya, pus gendut, hanya mampir setiap pagi sampai melepas pandangnya ke sepeda motorku melaju lepas pergi ke kantor, lalu dilanjut dikesokan pagi. 

Semenjak itulah pertalian batin kami tak terasa memasuki bulan ke sembilan, sebagai pasangan Gendut dan Jomblo. Namun selama itupun, aku tak pernah memahami asal atau empunya kucing ini. Penasaran, sesekali aku menantikan kepergian arahnya, namun dia bergeming tak mau obah, sebelum aku tancap kerja. Begitupun pernah, kuintai sebelum pukul enam pagi, untuk tahu usul jejaknya, eh malah dia meong meong datang menjelang dari atas pohon kapuk dekat rumahku, ngeselin gak?. Dilain waktu, dia datang mlipir dari bubungan atap rumahku, sesekali nongol dari kelokan jalan masuk gang rumahku. Dah, sejak itu masa bodok, gendut datang dari mana, yang penting aku menikmati pertemanan dua beda genre ini.

Namun pagi ini di hari Kamis, aku tak mendengar cakar Ndut di kayu jendelaku. Tak seperti kebiasaan, bahwa pus Gendut tak pernah sekalipun absen bahkan telat menjemput pukul enam pagiku. Aku herman, kubuka lebar jendela, kiri kanan, ku geser kepalaku, mataku juga kekiri kekanan memeriksa semua ruang halaman depan, tak teramati tanda kehadiran Ndut.

"Ndut.. Genduuut...! Meoong.. mieoong.." aku memanggilnya pesimis histeris, melihat jam dinding mengejar detik ke kantor.  Sekejap aku melayangkan motorku bergegas menyambut kerja, sambil berpikir positif besok pagi sang kawan pasti juga datang menjelang.

Sepanjang kerja kok aku terus kepikiran si Gendut, gak konsen dengan gawean ku, rasanya mau cepat balik menunggui pagi esok.

Pukul lima sore aku sudah menggerung masuk komplek rumah, namun dimuka tikungan masuk, dua potong bendera kertas kuning terikat di sisi gerbang.

"Sapa yang mahot, pak satpam?" aku bertanya ke sekuriti

"Eta, pak Suket, gang sebelah barat" katanya

Aku mengangguk, pura pura tau. Maklum aku memang kuper dan introvert, minim sosialisasi tetangga sekitar.

Malam hari aku melayat  almarhum, yang ternyata tinggal dibelakang jalan sejajar rumahku. Dan dia ternyata seorang duda penyendiri, tanpa anak dan istri. Orang tertampak berkumpul mendoakan, setiba ku memasuki halaman rumahnya,  mataku melihat kucing Gendut sobatku sedang duduk menyendiri di pojok teras.

"Puuss.. Gendut.." aku berlari menyongsongnya. Dia menoleh, lekat matanya terasa asing buatku, lalu kilat si mpus melompat kelebat berlari dan menghilang didalam sunyi gelap.

"Puus..puus.." aku berteriak mengejarnya namun pupus kerna dia begitu sergah.

"Ada apa aden?" para pelayat bertanya memandangku herman.

"Itu.. kucing.. si Ndut.." kataku sergah

"Kuucing...dari tadi mah, enggak ada kucing, den?" mereka serempak berbarengan dan berpandangan satu dengan lainnya.

Tiba tiba seorang tetangga sebelah almarhum mendekati telingaku.

"Ealah.. den. Pantesan semalem jam duabelas, bapak ndenger meong meong aja dirumah almarhum.. seperti panggilan meong, kitu yak?" katanya antara bisa kudengark tapi juga yang lain bisa menyimak. Namun meski sedikit merindink disko, aku cuek beibeh saja, menanggapi hoak ini.

Akupun tak lama, pulang cepat keperaduanku. Berharap Gendut kucing nggemesi hadir  setia seperti berita pagi. Lalu akupun berlelap.

Tengah malam aku terbangun, kerna napas dari paru paruku terasa sesek, dan badanku lemas mengucurkan keringat dikamarku yang ber ac. Kukerling lesu jam dinding di jarum duabelas. Antara sadar dan tak sadar, telingaku mendengar suara mengajak akrab pus Gendut.

"Meoong.. meoong.. meoong...."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun