"Menangislah bila harus menangis, karena kita semua manusia.." (Air Mata, Dewa19)
Ahmad Dhani menutup wajah tangisnya, dimuka kue berlilin ulang tahun ke delapan Shafeeya Ahmad putrinya. Air mata seorang ayah yang paling esensi memaknai kasih bapak sepanjang hayat, lepas dari semua persoalan dan tetek bengek keluarga bahkan negri.
Momen itu terjadi saat jeda sidang lanjutan di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa, 26 Februari 2019.
Seakan air mata Dhani mengalir bak mengalirkan kembali lagu indah Dewa19 Air Mata, yang pernah diciptakan silam sebelum lahirnya karut marut yang selalu menggoda asa, rasa dan mulut, menjelang pilpres ini.
Sang ibu Joice Theresia, Mulan Jameela spouse, dan anak anak terutama Safeeya yang berulang tahun, adalah luka dan duka, yang sulit untuk diterjemahkan sebenarnya kenapa jadi begini? Seperti keluarga biasa ketiadaan tulang punggung keluarga yang dibui karena ujaran kebencian akan sulit masuk otak keluarga yang mengalami sendiri.Â
Anak lelaki Dhani tetap merasa bangga akan ayahnya yang dipenjara bukan sebagai koruptor sama halnya dengan rasa bangga anaknya Ahok. Begitu pula sang ibu dan istri memohon tahanan luar atau tetap ditahan di Cipinang, adalah suatu gambaran bahwa kehadiran ayahnya adalah yang utama ketimbang brisik brisik yang lain yang, ya sudah memenjarakan Dhani.Â
Ukuran manusiawi memang sering jauh berbeda dengan aturan hukum yang bisa diterima, tapi aturan hukum yang tidak bisa ditelan utuh oleh akal sehat akan menjadi bulan bulanan kegamangan dan bisa tiba tiba merusak, menembus sampai keruang keluarga yang tak terduga. Seperti mimpi sial siang bolong yang nyamber jadi kenyataan.
Saya pengagum Dewa19, yang menurut pendapat saya, emang norak Ahmad Dhani berujar seperti yang dikasuskan, namun saya juga berpendapat hukuman yang diterima Dhani lebih norak lagi. Hukuman penjara karena mulut memang sering membuat mlongo, padahal hukuman yang lebih harkat ketimbang penjara masih bejibun, seperti kerja sosial, denda atau apalah. Namun enggak bisa kerna enggak ada aturannya.
Bertransformasi Dhani dari musisi menjadi poltikus, namun rekam jejak berkeseniannya yang jelas untuk dunia musik Indonesia enggak bisa begitu saja terhapus. Selama dia sendiri nanti yang bisa menghapusnya, apapun itu kita tetap memiliki seorang musisi semewah Ahmad Dhani. Perkara itu ada korelasi dengan hukuman, ya mestinya ada di kolom pertimbangan, sebagai apresiasi. Banyak yang menikmati jasa Ahmad Dhani sebagai musisi, dari tukang jualan sekitar rumahnya sampai artis/penyanyi mapan berikut bumi musik nasional, lepas dari kontroversi, selain musik.
Yah, makin mendekati kompetisi pilpres, kita makin banyak tertinggal literasi biografi obyektif, sehingga hanya melihat seseorang hitam putih, yang menjadi ekstrim praktis, menjadikan engkau kawan atau lawan.
Walaupun pada intinya adalah sama buat Indonesia yang lebih baik siapapun presidennya semua bangsa mengerti, dan waktulah yang akan menuliskan buktinya.
Namun memang lagi musimnya, banyak muncul ksatria ksatria delusi seperti Don Kisot, terjebak dalam ilusi kekuasaan dan kekayaan. Tokoh tokoh intelek rela membodohi diri sendiri, untuk menjadi bemper, pandai menjilat dan menggosok tuannya.
Apakah saat ini kita mengidap sindrom badut Don Kisot, mudah mudahan segera berlalu serampung pilpres ini.
 "Hadapi dengan senyuman, semua yang terjadi, biar terjadi.." (Dewa19)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H