Meli kesal, sudah tiga bulan ini bermasalah dengan kompornya, sehingga membuat spirit masak memasaknya down. Yang bikin senewen, persoalan kompor terus berkelanjutan mendera, padahal segala upaya sudah dilakukan, dari memanggil tukang reparasi kompor sampai tukar tambah, masalah mengerikan ini masih menghantuinya.
Bahkan baru kemarin Meli membeli kompor baru, hari ini sudah ngadat tidak mampu menjentikkan titik api meskipun nosel gas butan sudah menyembur. Jadi cuman buzz.. lalu hanya tercium aroma aditif yang diinjek kedalam elpiji.
"Dimatiin kompornya mih! Kalo gas akumulasi bisa meledak jika ada nyala api. Ini penyebab utama ledakan elpiji, bukan tabungnya yang meledak, desain pressurenya itu ratusan bar, jadi enggak mungkin meledak, mih!" Arip sang suami menjelaskan seperti pejabat pertamina. Â
"Brisik!" Meli teriak dari dapur.
"Exhaustnya dinyalain, mih. Biar gasnya terhisap keluar, gas butan itu mengendap dibawah karena lebih berat dari udara!" Arip kembali mengajari bak manajer kilang.
"Cerewet!" Meli menyaut masih berkutat di ruang dapur, sambil mencet kontak kipas exhaust on.
Bau gas ini memang sudah menyeruak ke ruang santai yang berawal dari dapur, seingat Arip ini kali ketiga hidungnya mendengus bocoran gas dari sana.
"Kenapa ya mih?"
"Tahuk" Meli duduk mendekat cemberut.
"Kompor kita berapa semua, mih?"
"Nem"
"Enem?!" Arip melonjak
"Napa?"
"Gak ada yang beres?"
"Bejat semua"
"Yang anyar ada berapa?"
"Wa"
"Dua?!" Arip gedek
"Trus, gak masak, mih?"
"Beli mateng aja, pih. Kita rehat dulu ngurusin kompor ya pih"
Arip menatap kosong Meli, istrinya. Namun dia memahami arti kompor bagi seorang ibu rumah tangga, itulah api kehidupan selain api cinta. Lalu merangkul istrinya, meski sedikit tersaput aroma elpiji, namun Arip amat mencintainya.
"Aku mau pisang" Meli beranjak menuju kulkas.
"Aku mau pepaya, sayang"
Lalu mereka berdua berdempetan, Meli makan pisang dan Arip makan pepaya.
***
Kukuruyuk si jalu, ayam tetangga, mengusik lelap Meli, bola mata indahnya membuka memandang Arip, sang suami yang masih mlungker disisinya asyik mendengkur.
"Pih, bangun hari ini onlen enggak?"
"Heh iyah.. slurp.." Arip nanap, serentak menarik kembali liur dibibirnya.
Dia melompat bergegas rusuh ganti jas untuk siaran berita pagi televisi main stream.
"Enggak mandi, pih?"
"Enggak biarin.. bentar lagi dijemput"
Tak lama klakson pagi jemputan subuh terdengar, merapat di muka rumah. Arip keluar berlari menyongsong.
"Pih! Enggak sarapan dulu?" Meli mengikuti mengingatkan.
"Enggak! Ntar dikantor , mih!" Arip memasuki mobil sambil kiss bye.
"Eh iya.. kompornya rusak, lagi.." Meli baru ngeh.
***
Studio dingin sudah on set seperti biasanya, berita berita pagi pemanasan disiar berganti ganti, hingga tiba diacara topik terhangat yaitu bahasan pasca debat capres. Dua pendukung kubu ditengahi seorang pakar ekspresi , telah siap duduk dimuka kamera dipandu Arip pembawa acara sebagai moderator.
"Bagaimana head to head, debat semalem, eheheh..?" Arip membuka pembicaraan.
"Skor enam kosong untuk kubu kami" jawab A
"Kubu sebelah gimana?" Arip memancing
"Sama. Kosong enam, tapi kita yang enam" jawab B
"Dari suara netijen banyak data bohong dari petahana?" Arip mancing lagi.
"Loh! Jangan begitu, om.  Lihat sisi baiknya, substansinya jelas masalah  besar yang ada kan tidak berulang" Jawab A defense.
"Kubu penantang malah bersikap gentleman" Arip makin merangsek
"Petahana malah menyerang pribadi, gimana tuh? Arip bersemangat.
Hal ini menambah kekekian salah satu kubu, atas pertanyaan pembawa acara yang memihak dan mengompori. Sementara tuan Kirbi sebagai pakar tetap berusaha melerai netral.
"Bos, anda sebagai penyiar endak boleh ngomporin dungs! Jangan memihak, harus cover both side" kata kubu A kesal.
Dan debatpun berlanjut panas.
Seusai debat, mereka ngumpul lagi off air, untuk mengevaluasi debat barusan, atas permintaan nara sumber dan kedua peserta. Sehingga akhirnya keluar statemen bahwa kedepan, peserta dua kubu enggak boleh omong jorok dan nunjuk nunjuk dan pembawa acara Arip berjanji enggak  ngompor lagi. Mereka salaman setuju.
Petang hari Arip pulang  diangkut kendaraan operasionalnya, perasaannya masjgul, kembali memikirkan kompor dirumah. Mobilpun merapat, baru kaki melangkah keluar, Meli muncul seperti tak sabar menyambut hangat suaminya, sambil menjerit happy.
"Pih! Kompornya udah ngebul lagi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H