Menurut studi sosioekonomi komprehensif pertama mengenai praktik perubahan tempat kerja, tren kerja fleksibel yang sudah terprediksi ini dapat berkontribusi sebesar $10,04 triliun bagi ekonomi global di tahun 2030.
Analisis yang dimotori oleh Regus dan dilakukan oleh para ekonom independen ini meneliti kondisi sistem kerja fleksibel di 16 negara yang menjadi sampel utama, baik untuk saat ini maupun untuk 2030.
MANFAAT UNTUK PEREKONOMIAN
Regus menemukan bahwa antara 8% hingga 13% semua ketenagakerjaan akan diperkenalkan dengan ruang kerja fleksibel atas perkembangan pesat ekonomi di tahun 2030. Dengan penerapan kerja fleksibel dalam skala lebih besar, perusahaan akan mampu menghemat biaya, memangkas pengeluaran, dan meningkatkan produktivitas -- dan akhirnya akan memicu efek riak di seluruh sektor ekonomi, dari bisnis utama hingga rantai pasok.
Dari rilis yang Kompasiana terima pada Senin, 22 Oktober kemarin, beberapa manfaat khusus yang diperoleh perusahaan antara lain meningkatnya produktivitas bisnis dan perorangan, biaya overhead yang lebih rendah untuk ruang kantor bagi perusahaan yang sudah menerapkan sistem kerja fleksibel, dan waktu perjalanan yang bisa dihemat hingga jutaan jam. Dengan seluruh manfaat tersebut, sistem kerja fleksibel dapat memberikan nilai tambah bruto untuk perekonomian.
Tiongkok dan India diprediksi akan mencapai peningkatan nilai tambah bruto (NTB) tertinggi dari ruang kerja fleksibel, yaitu sebesar 193% dan 141% pada perekonomian masing-masing. Angka tersebut setara dengan $1,4 triliun untuk Tiongkok dan $375,8 miliar untuk India setiap tahunnya. Sementara itu, persentase nilai tambah dari sistem kerja fleksibel untuk perekonomian AS sedikit lebih rendah, yaitu 109% atau setara dengan $4,5 triliun.
MANFAAT UNTUK PRIBADI
Studi ini menemukan bahwa sistem kerja fleksibel tidak hanya bermanfaat bagi perekonomian -- tetapi juga individu. Pekerja jarak jauh yang menyatakan menyukai pekerjaannya hampir dua kali lipat jumlahnya ketimbang rekan-rekan mereka di industri yang sama yang bekerja dalam ruang kantor tradisional.
Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah waktu yang dapat dihemat dengan sistem kerja jarak jauh yang fleksibel. Menurut model pertumbuhan ekonomi terakselerasi, yang memaparkan skenario meningkatnya penerapan sistem kerja fleksibel, kerja jarak jauh dapat menghemat waktu perjalanan 3,53 miliar jam pada tahun 2030. Jumlah ini setara dengan waktu yang dihabiskan di kantor setiap tahunnya oleh 2,01 juta orang.
Berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi terakselerasi, penghematan waktu perjalanan terbesar akan dialami orang-orang di Tiongkok, AS, India, dan Jepang. Dengan pemangkasan waktu perjalanan, setiap pekerja di Tiongkok akan mendapatkan kembali waktu dua jam setiap harinya, sedangkan para pekerja di AS akan memperoleh waktu hampir setara dengan waktu cuti sehari penuh.
Ian Hallett, Direktur Utama Regus Grup mengatakan: "Sistem kerja fleksibel merupakan sarana ampuh yang dapat membawa manfaat, tidak hanya untuk bisnis, tetapi juga masyarakat serta perekonomian secara keseluruhan. Hal ini jadi makin nyata karena sistem kerja fleksibel makin banyak diadopsi menjadi praktik bisnis standar untuk jutaan orang di seluruh dunia.