Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rumah Layak Huni untuk Pasutri Tuna Netra

17 Januari 2021   19:22 Diperbarui: 17 Januari 2021   19:29 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akhirnya kelar juga rumah layak huni itu (foto: dok pri)

Minggu (17/1) pagi, sekitar 60 personil Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga telah membuatkan rumah layak huni untuk pasangan suami istri (Pasutri) tuna netra, yakni Slamet Riyanto (47) dan Munjiati (27) warga Dusun Senggrong RT 9 RW 4, Desa Terban, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang. Seperti apa perjuangan para relawan dalam mewujutkannya ? Berikut catatannya.

Pasutri Slamet Riyanto  dan Munjiati yang saban hari mencari nafkah dengan menjajakan sapu, selama ini telah menjadi sasaran Relintas. Di mana, selain tak mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), mereka juga masih tinggal jadi satu di rumah mertuanya. Kendati mempunyai sepetak tanah pemberian orang tua, namun, tak bakal memperoleh bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), penyebabnya lahan belum mengantongi sertifikat.

Keinginan memiliki rumah sendiri, sebenarnya sudah sejak lama diimpikan pasangan duafa tersebut. Sayang, beban ekonomi yang berat, ditambah penghasilan saban harinya relatif minim, maka, impian itu hanya sebatas angan. Hingga akhirnya, Bambang Setyawan (Bamset) selaku penanggungjawab Relintas mendengarnya, maka, setelah melalui survei bersama Tim Bedah Rumah (TBR), diputuskan mereka bakal dibuatkan sebuah rumah layak huni.

Relawan angkut material di medan yang lumayan sulit (foto: dok pri)
Relawan angkut material di medan yang lumayan sulit (foto: dok pri)
Kebetulan, Jawa Tengah tengah digelar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) guna mengendalikan penyebaran Covid-19, hal tersebut membuat pengurus Relintas agak gamang memulai pembuatan rumah bagi Pasutri duafa itu. Hanya belakangan, muncul kabar bahwa kegiatan sosial diijinkan di wilayah Kabupaten Semarang. " Akhirnya kita putuskan rencana pembuatan rumah dieksekusi hari ini," kata Bamset.

Menurut Bamset, bukan hal mudah membuat rumah layak huni dalam tempo sehari. Untuk itu, TBR Relintas, sepekan sebelumnya telah memulai pekerjaannya seperti menyiapkan fondasi, material kayu hingga pembuatan kuda- kuda baja ringan. Agar semuanya berlangsung lancar, pekerjaan- pekerjaan tersebut, dikerjakan malam hari (lembur) mengingat siang hari personilnya mencari nafkah.

Lembur di malam hari untuk mengejar target (foto: dok pri)
Lembur di malam hari untuk mengejar target (foto: dok pri)
Hampir lima hari berturut- turut, TBR yang dikomando Handoko selaku penanggungjawab kegiatan terus lembur. Di rumah salah satu relawan bernama Darto di Desa Krandon Lor, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, para relawan bahu membahu , terkadang sembari diguyur hujan. Hingga akhirnya, Jumat (15/1) malam, setelah seluruh material dinyatakan siap, puluhan relawan mengangkutnya ke lokasi.

Tidak Open Donasi

Sekitar pk 19.00, kebetulan Dusun Senggrong usai diguyur hujan , rombongan mobil pengakut material tiba di lokasi. Sedikitnya 30 relawan segera membongkar muatan melalui jembatan kecil berbahan bambu. Bamset yang juga terlihat di lokasi, langsung memimpin pembongkaran. " Rasanya tak elok bila relawan berkeringat di malam hari trus saya tidak ikut hadir," ungkap Bamset.

Hanya memakan waktu sekitar 30 menit, TBR serta para relawan sudah mulai memasang tiang berikut kuda- kudanya yang menggunakan material baja ringan. Hampir 3 jam para relawan bekerja keras, dengan dukungan lampu penerangan, akhirnya pk 23.00 konstruksi kayu dinyatakan selesai. Untuk itu, finishing akan dilakukan hari Minggu pagi sampai selesai.

Relawan perempuan melakukan pengecatan (foto: dok pri)
Relawan perempuan melakukan pengecatan (foto: dok pri)
Sampai akhirnya, hari yang ditunggu, yakni Minggu (17/1) tiba, sedikitnya 60 relawan sejak pagi sudah mulai berdatangan di titik kumpul. Bamset langsung memberikan briefing singkat, usai memimpin doa bersama, konvoi relawan segera berangkat menuju lokasi.

Seperti yang sudah- sudah, tiba di lokasi para relawan langsung melakukan tugasnya masing- masing. Puluhan relawan perempuan segera mengambil kuas dan mengecat kalsiboard bahan untuk dinding. Total ada 26 lembar kalsiboard dituntaskan pengecatannya dalam tempo 3 jam (maklum ibu- ibu).

Sekitar pk 17.00 seluruh pekerjaan akhirnya tuntas juga, sebuah rumah sederhana layak huni untuk Pasutri Slamet dan Munjiati berhasil diwujutkan. Sebelum kegiatan ditutup, Bamset juga menyerahkan donasi berupa dipan kayu, kasur, bantal serta 2 buah loker plastik donasi Opix Van Persie. " Berbagai barang donasi ini untuk kepentingan membuka praktek pijat mas Slamet," kata Bamset.

Berpacu dengan cuaca, seluruh relawan bekerja keras (foto: dok pri)
Berpacu dengan cuaca, seluruh relawan bekerja keras (foto: dok pri)
Total dana yang dikeluarkan untuk pembuatan rumah layak huni ini, menurut Bamset mencapai sekitar Rp 15.000.000. Di mana, dana berasal dari donasi regular Relintas. Jadi, pihaknya sama sekali tidak open donasi atas proyek pertama di tahun 2021 tersebut. " Tapi bukan berarti kita tak menerima donasi, sebab, banyak pihak yang memberikan donasi tanpa diminta," ungkap Bamset.

Bamset sendiri mengaku haru sekaligus berbahagia atas kerja keras relawannya, sebab, selain harus berhari- hari lembur , mereka juga bekerja sembari berpacu dengan waktu. Bahkan, salah satu relawan bernama Yehuda (40) yang merupakan warga Kota Semarang, memaksa diri berangkat pagi agar bisa bergabung dengan rekan- rekannya. " Saya cuma ingin ikut berbagi saja," jelas Yehuda yang berasal dari NTT.

Akhirnya kelar juga rumah layak huni itu (foto: dok pri)
Akhirnya kelar juga rumah layak huni itu (foto: dok pri)
Lantas, bagaimana tanggapan Slamet atas terwujutnya rumah layak huni tersebut ? Slamet mengaku sangat bahagia sekaligus terharu dengan terwujutnya mimpi dalam tempo relatif singkat. Apa lagi, rumah miliknya dilengkapi kamar untuk praktek pijat berukut dipan kayu, kasur busa dan dua buah loker. " Saya dan istri tidak bisa mengatakan apa pun kecuali rasa terima kasih yang tak terhingga," kata Slamet ketika diberi kesempatan bicara. 

Itulah sedikit catatan tentang kegiatan pembuatan rumah layak huni untuk Pasutri tuna netra yang berstatus sebagai duafa, kendati berpacu dengan cuaca yang tak ramah, namun, sesuai jadual, pk 17.00 dinyatakan tuntas. Slamet yang sementara ini belum mendapatkan PKH mau pun program RTLH, akhirnya mampu memiliki rumah sendiri. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun