Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nestapa Panjang Kentar dan Kento

14 Mei 2019   00:01 Diperbarui: 14 Mei 2019   11:21 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai Senin (13/5) malam, para personil Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga masih melakukan perbaikan rumah yang ditempati kakak beradik Tarmidi (72) dan Suharto (52) warga Dusun Ngerangan RT 2 RW 5, Desa Jembrak, Kecamatan Pabelan, kabupaten Semarang. Kenapa kediaman dua penyandang tuna netra serta tuna wicara itu perlu dilembur ? Berikut catatannya.

Berawal dari adanya informasi yang menyebut bahwa di Dusun Ngerangan, terdapat duet kakak beradik yang mengalami hidup sarat penderitaan. Karena Bambang Setyawan (biasa disapa Bamset) selaku penanggungjawab Relintas Kota Salatiga, merasa perlu untuk menelusurinya. Akhirnya, keberadaan Tarmidi kerap dipanggil Kentar, serta Suharto alias Kento disiginya.

Tak sulit untuk menemukan alamat Kentar dan Kento, kakak beradik tersebut menempati bangunan berukuran sekitar 3 X 6 meter yang dibagi dua kamar. Bangunan berbahan batako tanpa plester, lantainya masih berupa tanah liat. Sementara di sebelahnya terdapat bangunan lebih besar yang ditinggali Suliah (57) yang merupakan saudara kandung mereka.

Bamset di antara Kentar dan Kento yang malang (foto: dok pri)
Bamset di antara Kentar dan Kento yang malang (foto: dok pri)
Yang membuat Bamset trenyuh, ketika ditemui, Kentar dan Kento tengah berada di satu kamar, duduk berdua di atas ranjang kayu. Entah apa yang mereka perbincangkan, wong sama- sama tuna wicara serta tuna netra. Mungkin komunikasinya melalui hati masing- masing. "Kalau tidak mencari rumput, keduanya ya di rumah saja," kata Suliah yang seorang janda.

Menurut Suliah, mereka bertiga adalah kakak beradik. Di mana, paska orang tuanya meninggal dunia beberapa puluh tahun silam, kebutuhan Kentar mau pun Kento ditanggungnya. Almarhum suaminya yang bekerja menjadi petani, relatif mampu mencukupi kebutuhan makan keseharian. "Setelah suami saya meninggal, ya saya agak kerepotan mencari nafkah," ungkapnya.

Hingga setahun lalu, saat rumah yang ditempati sudah tidak layak huni, Suliah nekad menjual sawah peninggalan orang tuanya seharga Rp 40 juta. Hasil penjualan sawah, dipergunakan untuk memperbaiki rumah yang baru selesai sekitar 70 persen. "Yang penting bisa untuk berteduh dulu, soal tembok belum mampu diplester, besok kalau ada rejeki ya menyusul," jelas Suliah.

Kasur dan berbagai barang tak terpakai dibuang relawan (foto: dok pri)
Kasur dan berbagai barang tak terpakai dibuang relawan (foto: dok pri)
Memanusiakan Manusia

Sembari berbincang, Bamset memasuki kamar Kentar, aromanya sedap pol. Maklum, Kentar mau pun Kento, kalau malam hari kebelet buang air kecil, malas keluar ruangan. Untuk praktisnya, air di kandung kemih dibuangnya di pojokan. "Caranya memberi tahu mereka saya bingung, jadi sementara saya biarkan begitu," kata Suliah mencari pembenaran diri.

Bamset sendiri merasa kebingungan, rencana melakukan wawancara terhadap Kentar dan Kento dibatalkan. Hanya yang menjadi pertimbangannya, dua lelaki buta huruf nan malang tersebut harus dibantu sepenuhnya,mengingat keduanya tak tersentuh bantuan pemerintah. "Saya segera meminta relawan untuk mengirim sembako secara rutin, minimal dua minggu sekali agar kebutuhan makan mereka tercukupi," jelas Bamset.

Gerimis, relawan tetap mengantarkan kasur busa (foto: dok pri)
Gerimis, relawan tetap mengantarkan kasur busa (foto: dok pri)
Bersama puluhan relawan dari Relintas, kamar Kentar dan Kento langsung dibersihkan. Kasur buluk yang kondisinya basah akibat terkena air hujan karena gentingnya pada bocor, langsung dibuang. "Dengan dukungan teman- teman donatur, kami kirimkan kasur busa pengganti berikut bantalnya. Mereka kan berhak juga menikmati empuknya kasur busa," ujar Bamset.

Bagian atas kamar Kentar mau pun Kento yang ada lobang menganga selebar 1 meteran ikut mendapat sentuhan tangan relawan. Agar di malam hari, angin tidak leluasa menerobos masuk, akhirnya ditutup kalsibot. Begitu pun genting- genting yang pecah, segera diganti supaya ruangan dalam tetap kering ketika hujan mengguyur.

Lembur sampai malam untuk membenahi kamar duafa (foto: dok pri)
Lembur sampai malam untuk membenahi kamar duafa (foto: dok pri)
Begitu pun dengan pakaian kakak beradik yang jumlahnya terbatas, sehingga kerap berhari-hari tidak ganti. Relintas langsung mengirimkan pakaian layak pakai berikut sarung yang kondisinya masih baru. Terkait hal tersebut, Bamset berpesan kepada Suliah agar lebih memperhatikan kakak serta adiknya.

Ada sisi menarik terhadap Kentar, kendati buta dan bisu, namun setiap menjelang waktunya sholat, ia akan berangkat menuju masjid yang jaraknya sekitar 1 kilometer. Menurut Suliah, sewaktu masih muda, Kentar diajari beribadah di masjid yang sama. Sehingga, meski di dekat rumahnya terdapat masjid lumayan besar, ia memilih berjalan kaki menuju masjid favoritnya. Duh, orang yang ditakdirkan menyandang cacat permanen, ternyata tak dendam dengan Tuhannya.

Sosok Kentar yang tak pernah lupa beribadah (foto: dok pri)
Sosok Kentar yang tak pernah lupa beribadah (foto: dok pri)
Mendekati hari raya Idul Fitri, lanjut Bamset, para relawan menginginkan agar dua kamar yang ditempati Kentar dan Kento bisa lebih nyaman untuk ditempati. Terkait hal tersebut, ruangan berlantai tanah segera diplester. Karena sebelumnya relawan memiliki agenda lainnya, maka pengerjaan memplester lantai terpaksa dilembur hingga malam hari. . "Kami hanya memanusiakan manusia, mereka berdua ini berhak mendapat kehidupan yang lebih baik," ungkap Bamset serius. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun