Akibat didera kemelaratan akut, Jumiah (80) janda renta warga Dusun Saradan RT 3 RW 1, Desa Purworejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang terpaksa harus tinggal di kandang ayam selama bertahun- tahun. Eloknya, belum ada pihak yang tertarik untuk memperbaiki kediamannya. Seperti apa nestapa nenek tersebut, berikut penelusurannya Kamis (9/5) sore.
Keberadaan Jumiah, yang biasa dipanggil mbah Jum ini, awalnya terdeteksi oleh Bambang Setyawan selaku penanggungjawab Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga. Berkat laporan warga, ia segera meluncur ke Desa Purworejo untuk melakukan klarifikasi. Di mana, dengan mengendarai sepeda motor, dirinya hanya butuh waktu sekitar 20 menit untuk mencapai desa yang berjarak 15 an kilometer itu.
Kendati kandang ayam yang ditempati mbah Jum letaknya berada di gang sempit, namun, Bambang Setyawan (biasa disapa Bamset) tak kesulitan menemukannya. Rupanya, nama Jumiah cukup populer di dusun tersebut. " Saya hanya bertanya sekali, langsung ketemu. Sepertinya, mbah Jum lumayan terkenal di sini," kata Bamset setengah berkelakar.
Jumiah mengaku tengah memanasi sayur yang diberi tetangganya, sedihnya, saat ditanya tentang persediaan beras di rumahnya, ternyata ia sama sekali tak memilikinya. Beruntung Bamset ke mana pun pergi selalu membekali diri dengan sembako berisi beras, gula, teh, minyak goreng dan mi instan. Logistik tersebut  segera dipindahtangankan.
"Duafa kan juga memiliki hak menikmati manisnya gula, harumnya seduhan teh, gurihnya kuah mi instan serta empuknya nasi yang berasal dari beras non jatah. Masak hidup  cuma sekali hak- haknya dirampas keadaan," ungkap Bamset agak serius.
Menurut Basaroh, Jumiah sebenarnya merupakan warga asli Desa Purworejo, di mana ia berpuluh tahun ikut membantu seorang pedagang bernama Soma. Setelah majikannya meninggal, Jumiah dibawa putri semata wayangnya bernama Jumini (55) ke Kota Semarang. Â Diduga karena tak betah, belakangan Jumiah kembali ke desanya. " Maklum, kondisi ekonomi Jumini sendiri juga kurang menggemberikan," tutur Basaroh.
Dengan kondisinya yang sudah renta, lanjut Basaroh, otomatis Jumiah tak mampu lagi mencari nafkah. Saban hari, tetangga kanan kirinya sering memberi nasi berikut lauk ala kadarnya. Celakanya, kalau tetangganya lupa, Jumiah alamat berpuasa kendati belum memasuki bulan Ramadhan. Terbukti, ketika ditanya Bamset soal persediaan beras, ia tidak memilikinya.
Apa yang disebut rumah tempat tinggal Jumiah sendiri, sebenarnya sangat tidak layak untuk ukuran nenek renta. Berukuran sekitar 3 X 4 meter (karena harus berbagi dengan ayam piaraan Basaroh), dindingnya terbuat dari anyaman bambu serta berlantai tanah. Agar tak terlalu sejuk, Jumiah memasang terpal di bagian dinding.
Di ruangan sempit itu, terbagi dapur tradisional berbahan kayu bakar, disekat dinding terdapat peraduan Jumiah. Ada kasur lusuh di atas bale kayu sederhana, sedangkan perabot lainnya sama sekali tidak terlihat. Sepertinya, selera Jumiah terhadap desain interior lumayan buruk, sehingga kesan kumuh sangat terasa.