Adil Saputra usia 16 bulan dan Muhamad Syafii 3 bulan , menjadi dua anak balita yang malang. Pasalnya, sang ayah Agus Supriyanto (23) warga Pamot RT 03 RW 01, Noborejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga meninggalkan mereka. Sedangkan Tika (22), ibu kandungnya mengalami Pospartum depression paska melahirkan anak bungsunya.
Keberadaan Adil mau pun Syafii, awalnya terdeteksi oleh Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga. Di mana, berdasarkan informasi sementara, dua anak balita tersebut belakangan dirawat neneknya yang bernama Sutiyem, tinggal di Pamot. Karena Parli, suami Sutiyem hanya bekerja sebagai buruh bangunan di kota Semarang, maka mereka kerap lintang pukang mencari susu buat bayi.
Mendapat laporan seperti itu, Bambang Setyawan selaku penanggungjawab Relintas segera meminta 6 orang relawan untuk mendatangi rumah Sutiyem sembari membawa kebutuhan logistik berupa sembako dan susu bayi.Â
"Ternyata, dari hasil klarifikasi benar adanya. Bapak dua balita tak diketahui rimbanya, sedangkan ibunya bolak balik menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kota Semarang," ungkap Bambang setyawan yang biasa disapa Bamset.
"Sebelumnya, bu Sutiyem hanya dibantu oleh warga setempat saja. Namanya membantu, tentunya tetap kurang optimal," jelas Bamset.
Hingga esok harinya, Bamset yang merasa memiliki tanggungjawab moral untuk memenuhi kebutuhan gizi Adil dan Syafii, segera mengunggah keberadaan dua anak tersebut ke media sosial. Hasilnya, luar biasa. Masyarakat Kota Salatiga yang mempunyai rasa empati serta simpati, langsung berdatangan ke rumah Sutiyem sembari menenteng susi bayi, bubur instan hingga kebutuhan bayi lainnya.
Rabu (31/10) sore, Bamset yang penasaran dan ingin menggali keterangan lebih jauh tentang penelantaran anak ini, segera menyambangi kediaman Sutiyem. Kebetulan, ada titipan dari hamba Allah berupa 12 dus susu bubuk , bubur instan serta pampers yang harus diserahkan.
"Saat saya tiba di teras rumah, Adil langsung merengek minta gendong. Sepertinya anak ini tak hanya kekurangan gizi, namun juga sangat kurang kasih sayang," ujar Bamset.
Kebetulan, saat Bamset menjenguk dua balita malang itu, Parli tengah di rumah. Ia lagi menggendong Syafii yang tertidur nyenyak. Parli mengaku libur sehari untuk menengok istri dan cucunya.
"Biasanya saya pulang seminggu sekali, maksimal dua minggu sekali. Karena kalau tiap hari pulang, bayaran kerja di proyek akan habis di perjalanan," ungkapnya seraya menambahkan pekerjaannya di salah satu proyek di Kota Semarang.
Menurut Parli, dengan upah sebesar Rp 100.000 per hari, dirinya harus pintar- pintar membaginya. Dari mulai untuk makan keseharian yang mencapai Rp 30.000, transport dan susu buat cucunya. Karena jatah beras berikut lauknya di rumah juga sangat diperlukan, otomatis susu bubuk sering tidak kebagian.
"Kalau normalnya satu dus susu untuk empat hari, agar awet, neneknya menjadikannya seminggu," jelasnya.
Rumah yang ditempati Parli dan Sutiyem sendiri bukanlah bangunan mewah, rumah berdinding papan serta triplek ini hanya berukuran 6 X 8 meter. Tidak ada fasilitas hiburan apa pun, bahkan listrik pun menyalur dari tetangganya. Satu- satunya yang disebut kamar hanyalah ruangan yang diberi sekat kain. Kendati begitu, kondisinya lumayan bersih.
"Agus meninggalkan anak istrinya tanpa pamit," kata Parli.
Raibnya Agus, rupanya membuat mertuanya geregetan. Karena selain mengurusi Tika yang dirawat di RSJ Kota Semarang, mereka juga harus merawat dua balita. Karena jengkel dengan keadaan, 2,5 bulan lalu, Adil dan Syafii diantarkan ke Salatiga, intinya diserahkan pada keluarga Parli.
"Mau tak mau ya harus kami terima, karena itu memang cucu kami," tutur Parli didampingi Sutiyem.
"Saya menolak keras keinginan orang yang mau mengadopsi cucu saya, makan tidak makan tetap akan saya rawat," ujar Sutiyem seraya memohon agar Agus pulang.
Hingga 2,5 bulan merawat dua cucu balitanya, Tika selaku ibu kandung Adil mau pun Syafii pernah datang sekali menjenguknya. Yang membuat Sutiyem perihatin, penderita Pospartum depression itu belum memperlihatkan indikasi kesembuhan.
Sebab, selain hanya menengok sekitar 5 menit, cara berpakaian Tika sangat aneh bagi orang normal.
"Dia hanya mengenakan celana pendek (short pant) ketat, thank top dan jaket, sedangkan dalamannya tidak pakai apa pun," tutur Sutiyem.
"Menurut hitungan saya, persediaan logistik cukup hingga 6 bulan ke depan," ungkap Bamset.
Terkait dengan respon masyarakat ini, Bamset selaku penanggungjawab Relintas, sangat mengapresiasinya. Menurutnya, pihak Relintas mampu membangkitkan rasa kepedulian warga terhadap keberadaan duafa.
"Kiranya hal ini senantiasa terjaga sehingga mampu meringankan beban pemerintah," jelasnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H