Agar tak makin ngelantur, "diskusi" saya akhiri. Dengan dalih rumahnya harus diperbaiki mengingat musim hujan segera tiba, saya menawarkan agar rumahnya boleh dibedah oleh relawan. " Ah ! Buat apa diperbaiki, hidup saya tinggal berapa lama. Kalau mau memberi, kasih saya uang buat jajan," tepisnya.
Hampir tiga kali saya ajukan tawaran yang sama, namun jawabannya tidak pernah berubah. Ia mengaku sudah nyaman dengan kondisi rumahnya, yang penting mempunyai uang di tangan. Karena putus asa menjalin komunikasi, akhirnya saya pun berpamitan. Kebetulan, di jalan bertemu keponakan mbah Muini yang bernama Moh Khalim (60).
Menanggapi temuan lapangan ini, para relawan Lintas Komunitas tetap menyatakan akan membedah rumah milik mbah Muini. Pasalnya, menghadapi musin hujan mendatang, kondisi rumah nenek duafa tersebut sangat mengkhawatirkan. " Hari ini, Jumat (12/10) kami akan cek lokasi sekaligus koordinasi dengan pihak RT setempat," kata Hariyadi (50) sie Bedah Rumah Relawan Lintas Komunitas.
Setelah melakukan pengecekan di lokasi, Hariyadi mau pun relawan lainnya mendapatkan keterangan bahwa lahan yang ditempati bukanlah milik Subardin. Namun, tanah tersebut merupakan milik kakak kandung Subardin yang tengah berada di Kalimantan. Untuk aksi bedah rumah, salah satu syarat mutlak adalah adanya ijin dari pemilik lahan. Artinya, aksi Relawan Lintas Komunitas harus tertunda entah sampai kapan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H