Kesempatan inilah yang dimanfaatkan Agus, perangkat bubut diboyongnya ke rumahnya. Kebetulan, di teras terdapat ruang yang cukup untuk menaruh berbagai perabot itu. Mulailah ia membuat aneka kerajinan tangan dengan bahan baku limbah kayu. Dari mulai miniatur sepeda motor, mobil- mobilan hingga asbak mampu diproduksinya.
Beragam mainan souvenir itu mampu dijual dengan harga minimal Rp 5.000 dan paling mahal  Rp 100.000  perbijinya.Karena memang Agus merupakan pemuda yang sangat irit, uang hasil penjualan selalu ditabungnya.  " Ketika anak sebaya saya mulai merokok, saya tak mau mengikutinya. Lebih baik uang saya tabung," tuturnya.
Ketika uang ditabungannya telah mencapai jumlah sekitar Rp 3.000.000, Agus mulai berfikir, bagaimana caranya ia mampu bepergian jauh tanpa harus merangkak. Sebab, selama 24 tahun menggunakan lutut serta dua tangannya berimbas pada minimnya pengetahuan yang diperoleh.
 " Hampir selama 24 tahun itu, yang namanya Kota Salatiga yang berjarak 20 kilometer baru saya lihat dengan mata kepala sendiri tak lebih dari dua kali," ungkap Agus serius.
Ingatan Agus masih kuat, di mana saat kecil, dengan digendong ibunya, ia diajak ke Kota Salatiga. Sempat dibuat terbengong- bengong melihat hituk pikuk kota. Hal ini, tentunya sangat dimaklumi. Dusun Bulu, tempat tinggalnya merupakan wilayah paling pojok Kecamatan Suruh. " Saya membayangkan, semisal punya sepeda motor, maka saban hari saya bisa main ke Salatiga," jelas Agus.
Akhirnya, mimpi Agus untuk memiliki sepeda motor terwujut di tahun 2015. Tetangganya yang memiliki Honda Prima tahun 80 an, berniat menjualnya. Oleh Agus, kendaraan itu dibeli dengan harga Rp 1,5 juta. Selanjutnya, dibantu kakak iparnya, ia membawanya ke salah satu bengkel. " Dengan biaya Rp 1,5 juta, saya minta dibuatkan gandengan sehingga saya bisa mengendarainya," ungkapnya.
Setelah motor gandengnya jadi, Agus pun mulai belajar mengendarainya. Karena seumur hidupnya belum pernah belajar sepeda motor, maka, berulangkali dirinya terjungkal. Kendati begitu, pemuda ini tak mengenal kosa kata jera. Dia terus belajar hingga mahir
Berkat kesigapannya dalam berkomunitas, tahun 2016 lalu, Agus mendapat bantuan kursi roda dari YPAC Kota Jogjakarta yang disalurkan melalui YPAC Kota Semarang. Sekarang, setiap saat kursi roda tersebut menemaninya ke mana pun pergi. Bila harus ke luar kota, maka kursi roda ditaruh di gandengan yang terletak di samping kiri motornya. " Mulai Jogja, Semarang, Magelang hingga Surakarta, semua sudah saya jelajahi," tuturnya bangga.