Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjajakan Hutan Pinus di Pinggang Merbabu

1 Juni 2018   17:18 Diperbarui: 1 Juni 2018   17:38 3461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yekti, wisatawan asal Salatiga tengah mencari cintanya (foto: dok pri)

Kondisi alam yang serba hijau di pinggang Gunung Merbabu, sepertinya sangat layak untuk dijajakan sebagai destinasi wisata. Dengan ketinggian mencapai 1500 mdpl, otomatis udaranya dijamin sejuk dan bersih. Terkait hal itulah, hutan pinus Kayon di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang berbenah guna menjaring wisatawan.

Untuk menuju hutan pinus yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGM) relatif mudah. Yakni, dari arah Salatiga, beloklah ke kiri saat sampai di pertigaan Desa Jampelan Getasan. Setelah itu, saat sampai di perempatan Wonosari,ambil arah ke Desa Krangkeng (belok kanan). 5 menit kemudian sudah tiba di lokasi yang sekarang diberi nama Pesona Wisata Alam Kali Pasang (PWAKP).

Untuk ngadem  di sini, pihak BTNGM Resort Kopeng selaku pengelola, hanya memungut biaya masuk sebesar Rp 5.000 plus asuransi Rp 1.000 perorang. Di mana, dengan biasa yang relatif murah tersebut, pengunjung bebas seharian berkeliaran di hutan pinus. Biasanya, wisatawan lokal  lebih banyak berselpie di antara rimbunnya pepohonan.

Gerbang Pesona Alam Kali Pasang saat berkabut (foto: dok pri)
Gerbang Pesona Alam Kali Pasang saat berkabut (foto: dok pri)
Berdasarkan keterangan warga, PWAKP sebenarnya secara resmi belum lama dibuka untuk umum. Di mana, tahun 2017 lalu, pihak BTNGM Resort Kopeng selaku pemilik lahan, menangkap adanya potensi wisata. Untuk itu, sarana dan prasarananya mulai dipersiapkan meliputi jalan setapak, gerbang masuk hingga fasilitas perkemahan. Dalam hal ini, Karang Taruna setempat ikut dilibatkan.

Saat bulan Ramadhan, waktu yang pas berlibur di sini, yakni pk 14.00-15.00. Pasalnya, udara dingin mulai terasa di kulit, sinar matahari juga tak terik lagi. Biasanya, mendekati pk 16.00, kabut pun mulai turun membalut hutan. Sehingga, sembari menunggu berbuka, sepertinya pas berlama- lama di sini. " Kalau untuk mengusir rasa lapar dan haus, paling tepat ya di hutan pinus ini," kata Yekti Lestari, perempuan cantik asal Kota Salatiga.

Yekti, wisatawan asal Salatiga tengah mencari cintanya (foto: dok pri)
Yekti, wisatawan asal Salatiga tengah mencari cintanya (foto: dok pri)
Yekti yang datang bersama rombongannya berjumlah 8 orang, mengaku kerap bertandang ke PWAKP karena selain jaraknya dekat, biaya masuknya sangat terjangkau. " Yang pasti, di sini udaranya sangat segar jauh dari berbagai polusi dan suasananya tenang banget," ungkapnya sembari sibuk mengambil gambar diri.

Apa yang diungkapkan Yekti, diamini oleh Katrien warga Ungaran, Kabupaten Semarang. Ia yang saban hari disibukkan dengan beragam pekerjaan kantor, nyaris tiap Sabtu atau Minggu, sering menghabiskan liburannya ke sini. Bahkan, dirinya mengaku akan menggelar camping bersama rekan- rekan komunitasnya. " Saya dan rekan- rekan berencana ngecamp di PWAKP minimal sehari semalam," jelas ibu cantik beranak dua itu.

Rombongan dari Salatiga foto bareng di gerbang (foto: dok pri)
Rombongan dari Salatiga foto bareng di gerbang (foto: dok pri)
Camping Rp 17.500 

Karena kebetulan saya belum mengetahui adanya fasilitas untuk camping di lahan pinus ini, maka, saya pun menyempatkan konfirmasi ke pihak BTNGM Resort Kopeng, Getasan, Kabupaten Semarang. Rinrin (30) selaku penanggung jawab PWAKP, saat ditemui membenarkan hal tersebut.  " Selain PWKP, ada dua lokasi lain yang bisa untuk camping  yakni sekitaran Umbul Songo," jelasnya.

Syarat berkemah di areal milik BTNGM, selain harus mengajukan ijin tertulis ke BTNGM  Boyolali dan BTNGM Resort Kopeng, tiap rombongan juga wajib membayar restribusi meliputi tiket @ Rp 10.000, asuransi Rp 1.000, Karang Taruna Rp 2.000, pengelola Rp 1.000 dan air , kebersihan serta keamanan Rp 3.500 hingga totalnya @ Rp 17.500.

Seorang ibu- ibu tengah nangkring di pohon bengkok (foto: dok pri)
Seorang ibu- ibu tengah nangkring di pohon bengkok (foto: dok pri)
Biaya tersebut , menurut Rinrin, berlaku selama dua hari satu malam. Semisal wisatawan menghendaki waktunya diperpanjang, tinggal mengalikannya. Untuk masalah lampu penerangan, tersedia aliran listrik dengan biaya sewa Rp 50.000 semalam. " Sedangkan untuk kebutuhan mandi cuci, tersedia empat unit MCK," ungkapnya.

Diakui oleh Rinrin, keberadaan PWAKP memang tak bisa dilepaskan dari warga setempat. Untuk itu, Karang Taruna ikut dilibatkan, khususnya dalam pengelolaan agar kelestarian hutan pinus mampu terjaga dengan baik. " Tanpa dukungan warga, hutan pinus bisa rusak tak terkendali," jelasnya.

Memang, hutan pinus di PWAKP teramat luas, sehingga untuk mengelilinginya membutuhkan stamina yang prima. Celakanya, petugas keamanan relatif minim, sehingga bila warga tak dilibatkan, maka pengawasan terhadap potensi bahaya kebakaran mau pun pencurian kayu bisa dikata amat lemah.

Ide merangkul Karang Taruna yang bersentuhan langsung dengan hutan pinus ini, sepertinya layak diapresiasi. Sebab, warga jadi merasa memiliki ribuan pepohonan dan tidak dianak tirikan. Bagaimana pun juga, langkah pengelola cukup cerdas dalam menjajakan hutan di wilayahnya. Dari hutan yang hanya berfungsi sebagai resapan air, mencoba diubah ke destinasi wisata. Mungkin saja nantinya mampu menginspirasi pengelola hutan lainnya.

Beberapa lokasi di PWAKP yang menjadi tempat favorit bagi pengunjung, di antaranya pohon bengkok, gardu pandang serta gazebo. Di mana, jelang sore hari, banyak rombongan keluarga berdatangan untuk menghabiskan waktu menunggu berbuka. Jadi, semisal anda menginginkan liburan murah meriah, tak ada salahnya mengunjungi PWAKP yang eksotis ini. Percayalah, ketika tengah menjalankan ibadah puasa, jarum jam serasa berlalu cukup cepat. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun