Para relawan yang membawakan kasur, bantal, selimut, handuk dan sembako, rupanya tak sabar melihat kondisi rumah mbah Waliyah. Mereka bersatu padu membersihkan  kayu bakar yang teronggok di setiap sudut. Selain memasang lampu penerangan yang aliran listriknya diambil dari rumah tetangganya, relawan juga mengganti empat genting dengan genting kaca agar sinar matahari bisa masuk ke dalam.
Mbah Waliyah dengan selimut dan bantal barunya (foto: dok pri)
Agar asupan gizi saban hari mampu masuk dalam tubuhnya, Lensa menugaskan seorang relawan untuk mengirim nasi berikut lauknya secara rutin. Pengiriman rangsum tersebut, tanpa batas waktu sehingga di sisa usianya , perut sang nenek selalu terisi. " Kita agendakan untuk bedah rumah, sebab, rumah ini sangat tidak layak huni," ujar Atha, Ketua Lensa Kota Salatiga.
Beberapa relawan, sebenarnya sudah tak sabar ingin merobohkan gubuk lapuk tersebut. Namun, karena ada informasi yang menyebutkan bahwa rumah mbah Waliyah telah diusulkan pemerintah desa untuk menerima program bedah rumah, maka niat itu sementara ditangguhkan. Maksimal hingga satu bulan mendatang, bila bantuan program pemerintah belum terealisasi, maka relawan akan membedahnya.
Memberikan cahaya di rumah yang gelap gulita (foto: dok pri)
Benarkah mbah Waliyah sudah diusulkan untuk mendapatkan bantuan program bedah rumah ? Fahrozi selaku Kepala Desa (Kades) Segiri yang kebetulan juga tinggal satu dusun dengan nenek uzur tersebut, ketika dikonfirmasi, membenarkannya. Â Namun, usulan itu baru diajukan seminggu yang lalu memanfaatkan dana aspirasi dewan. " Ya, kita memanfaatkan aspirasi dewan melalui pak Budi (anggota DPRD Kabupaten Semarang," jelasnya.
Kades Segiri ketika dimintai konfirmasinya (foto: dok pri)
Menurut Fahrozi, mbah Waliyah memang sejak dulu hidup sendirian. Untuk makan sehari- harinya, mengandalkan pemberian para tetangganya. Sedang terkait fasilitas MCK, pak Kades sepertinya kesulitan menjelaskan. " Untuk MCK memang saya kurang memantaunya, karena setahu saya, di rumah tetangganya ada sumur ," ungkapnya.
Memang, hanya berjarak sekitar 20 meter dari rumah mbah Waliyah, tetangganya memiliki sumur yang untuk mendapatkannya perlu menimba terlebih dulu. Celakanya, tenaga nenek ini sangat tidak memungkinkan menimbanya. Jangankan mengambil air, berjalan kaki saja ia harus dibantu tongkat kayu. Sungguh malang nian  kehidupan sang nenek. (*)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya