Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mbah Jono, Kakek Dhuafa yang 20 Tahun Tinggal di Areal Makam

27 Maret 2018   15:34 Diperbarui: 27 Maret 2018   20:50 2383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di musim penghujan seperti sekarang ini, rasanya lengkap sudah derita Mbah Jono. Demikian pula saat akan buang hajat, karena rumahnya memang tak memiliki fasilitas MCK, otomatis ia harus melepasnya di toilet Pasar Rejosari. " Kalau mandi, biasanya saya ke rumah bu Isami di Tegalrejo yang berjarak sekitar 300 meter dari sini," jelasnya seraya menunjuk arah rumah bu Isami.

Mbah Jono sendiri mengakui, dokumen kependudukan yang dimilikinya, yakni KTP dan KK, semuanya beralamat di jalan Veteran. Selain memegang kartu Indonesia Sehat untuk berobat, ia saban 3 bulan juga menerima bantuan sebesar Rp 500 ribu dari Pemerintah Kota Salatiga. Dengan kondisinya yang seperti itu, dirinya mengaku sudah bahagia.

Begini peraduan mbah Jono (foto: dok pri)
Begini peraduan mbah Jono (foto: dok pri)
Menurutnya, separah apa pun kondisi sekarang, masih lebih parah saat pendudukan zaman Belanda mau pun Jepang. Di mana, ketika para penjajah masih bercokol di Republik ini, untuk makan saja orang kelabakan. Ia pernah merasakan makan bonggol pisang yang dimasak ibunya karena tak memiliki stock makanan lain.

"Saya juga mengalami memakai baju dan celana dari karung goni yang banyak kutunya, sedangkan sekarang ini, di mana-mana banyak yang jual pakaian. Jadi ya disyukuri saja apa pun kondisinya," ungkap mbah Jono sembari terkekeh.

Filosofi hidup Mbah Jono sendiri sangat sederhana, baginya dengan bertingkah laku baik, maka orang pun akan berbaik-baik terhadap dirinya. Begitu pun soal makan, ia bukan tipe orang serakah. Di mana, bila usai makan maka meski ditawari makanan senikmat apa pun, pasti ditolaknya. "Orang makan itu kalau lagi lapar, bukan kalau ada kesempatan," jelasnya.

Begini suasana areal pemakaman Sasono Mukti (foto: dok pri)
Begini suasana areal pemakaman Sasono Mukti (foto: dok pri)
Ketika disinggung soal statusnya yang belum pernah menikah, Mbah Jono mengatakan bahwa dirinya sejak muda hidup miskin. Terkait hal tersebut, tak mungkin ada perempuan yang bersedia dinikahinya dan diajak hidup melarat. Jadi, tidak perlu heran kalau di dalam kesendiriannya ia teramat menikmati. "Pokoknya, hidup dijalani saja. Bahagia atau tidak, tergantung cara kita menikmatinya," tandasnya.

Sebelum mengakhiri perbincangan, Mbah Jono sendiri sempat berpesan bahwa dirinya akan hidup di areal pemakaman sampai akhir hayat. Semisal nantinya dipanggil Allah, ia ingin dimakamkan di tempat ini. Maklum, selama 20 tahun berkutat  di makam Sasono Mukti, dia mengaku sangat mengenal tiap jengkal tanahnya. 

"Kalau suatu saat saya meninggal, terserah mau diletakkan di bawah pohon Kamboja ya boleh, mau dikubur ya syukur. Wong saya juga tidak tahu," ungkapnya enteng. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun