Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lisa, Gadis Jelita di Tengah Dhuafa

23 Februari 2018   15:28 Diperbarui: 24 Februari 2018   09:28 2396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Julisa Lestari, gadis lajang yang menjadi relawan kemanusiaan di komunitas Lentera Kasih Untuk Sesama (Lensa) Kota Salatiga kerap mencuri perhatian. Bagaimana tidak ? Di tengah kesibukan hariannya, ia tak pernah ketinggalan ikut menyambangi para dhuafa. Seperti apa kiprahnya, berikut catatannya.

Gadis berparas jelita ini, tinggal di Jalan Pereng Rejo RT 07 RW 03, Gendongan, Tingkir, Kota Salatiga. Seperti galibnya anak muda lainnya, ia suka nongkrong berlama- lama di kafe. Hanya yang membedakan, dirinya kuat seharian penuh mengikuti kegiatan sosial di Lentera seperti berbagi nasi bungkus, berbagi sembako hingga bedah rumah di berbagai pelosok Kabupaten Semarang maupun Kota Salatiga.

Julisa yang kerap disapa dengan panggilan Lisa, hampir 6 bulan belakangan ini bergabung ke Lensa sebagai relawan sekaligus pengurus. Konsekuensinya, ia selalu hadir saat Lensa menggelar bhakti sosial yang berlangsung seminggu dua kali. " Yang penting, kita mampu menikmatinya. Sehingga, kosa kata lelah dalam berbagi raib dengan sendirinya," ungkapnya.

Julisa menyuapi nenek Sukinah (foto: dok pri)
Julisa menyuapi nenek Sukinah (foto: dok pri)
Seperti relawan Lensa lainnya, hidung Lisa juga sudah kebal dengan bau pipis, pup mau pun bau spesifik lainnya khas dhuafa yang terlantar. Hal itu dibuktikannya ketika mengunjungi Sukinah (68) warga Dusun Tambak Selo RT 5 RW 2, Desa Pasekan, Ambarawa, Kabupaten Semarang. Nenek uzur tersebut mengalami kelumpuhan, buta serta kesulitan berkomunikasi. Celakanya, ia hanya dirawat oleh sang suami bernama Kaembi (70) yang menderita infeksi saluran kencing.

Tinggal di kamar tidur berukuran 2,5 kali 3 meter, otomatis bau spesifik, perpaduan pesing, apek hingga minyak gosok berkolaborasi menusuk hidung. Terlebih lagi, berbagai barang terlihat memenuhi tempat sempit itu. Lisa yang berkunjung bersama relawan Lensa lainnya, tanpa ragu memeluk, mencium serta menyuapi nenek Sukinah. Semua dilakukannya dengan penuh kasih.

Lisa saat mengikuti acara Lensa (foto: dok pri)
Lisa saat mengikuti acara Lensa (foto: dok pri)
Melihat kondisi pasangan suami istri ini, mata Lisa langsung berkaca- kaca. Ia ta tega menyaksikan nestapa yang menimpa Kaembi dan Sukinah, ingatannya langsung melayang pada sosok neneknya. "Setiap bertemu dengan orang tua yang terlantar, saya selalu teringat nenek saya yang nasibnya lebih beruntung dibanding mereka," jelasnya.

Untungnya, pasca tayang di Kompasiana, Kaembi mau pun istrinya langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Umum (RSU) Ambarawa untuk memperoleh perawatan medis. Hal itu, tentunya sangat melagakan para relawan Lensa mau pun Lisa sendiri. Sebab, bila tak segera mendapat sentuhan medis, sulit dibayangkan apa yang bakal terjadi pada pasutri ini.

Pantang Menyerah

Saat mengunjungi nenek Tayem (80) warga Dusun Gejugan  RT 24 RW 05, Cukilan, Suruh, Kabupaten Semarang yang saban hari makan nasi ditemani lauk berupa bubuk kacang tanah, Lisa yang tak kuasa menahan harunya, langsung memeluk dan  menciumi janda sepuh tersebut. " Saya terharu, saat orang lain dimanjakan dengan beragam lauk. Mbah Tayem bertahun-tahun hanya memiliki satu pilihan lauk," jelasnya.

Tayem sendiri tinggal di rumah kecil  berukuran sekitar 3 X 6 meter, terletak cukup jauh dari para tetangganya. Bangunan yang dibuat menggunakan material papan dan anyaman bambu tersebut, sudah terlihat lapuk. Sana sini banyak lubang, sehingga tanpa menggunakan pendingin udara pun, di dalam ruangan terasa sejuk. Pasalnya, angin leluasa menerobos masuk.

Memeluk & mencium nenek Tayem (foto: dok pri)
Memeluk & mencium nenek Tayem (foto: dok pri)
Melihat kondisi rumah Tayem yang reyot tersebut, para relawan Lensa bersama warga setempat langsung mengambil inisiatif untuk membedahnya. Jumat (23/2) siang, rumah yang tak layak huni itu telah mulai dibongkar. Lisa yang usai mengikuti Jumat Berkah, yakni kegiatan berbagi ratusan nasi bungkus untuk dhuafa, ternyata juga enggan ketinggalan. Dirinya ikut bergotong royong tanpa takut jari- jarinya lecet.

Berulangkali Lisa dipergoki bersama relawan Lensa lainnya mengendarai sepeda motor menembus gerimis hanya untuk membagikan sembako ke pelosok pedesaan. Mengenakan jas hujan, sepertinya ia tak khawatir bedaknya bakal luntur. Gadis ini sungguh sangat menikmati apa yang dikerjakannya, seakan, bertemu dhuafa adalah satu hal yang membuatnya bahagia.

"Pokoknya, untuk dhuafa, kita-kita punya semangat pantang menyerah. Kita ga boleh tumbang di tengah cuaca yang enggan kompromi, mau hujan mau pun panas, kegiatan berbagi harus jalan terus," tandas Lisa mirip pejuang tempo dulu.

Lisa yang selalu mengumbar senyumnya (foto: dok pri)
Lisa yang selalu mengumbar senyumnya (foto: dok pri)
Apa yang dikerjakan Lisa memang layak diapresiasi, kendati dikenal sebagai gadis gaul, namun ia tak mengharamkan bau pesing yang diproduksi janda- janda sebatangkara. Menurutnya, kolaborasi bau-bau itu merupakan pintu masuk menuju surga. "Kalau tidak percaya, ya silahkan buktikan," ungkapnya serius.

Di era teknologi informasi yang sudah sedemikian pesat, sepertinya susah menemukan sosok seperti Lisa. Segala sepak terjangnya menginspirasi relawan lainnya. Pasalnya, gadis yang ketika berkomunikasi banyak slengekan-nya itu, ternyata memiliki hati yang mulia. Dirinya rela meninggalkan dunia anak muda sesaat guna meladeni para dhuafa.

Bagi Lisa, menyebarkan virus kebaikan hukumnya adalah wajib. Terkait hal itu, ia ikhlas meninggalkan kesibukannya untuk meladeni serta melayani dhuafa yang teraniaya oleh dunia. " Tidak usah mengeluh dalam situasi apa pun, karena kita ada untuk menampung dan mencarikan solusi keluhan para dhuafa," jelasnya yanpa bermaksud jumawa.

Itulah sedikit tentang sosok Lisa yang mau memberikan sentuhan kasih pada para dhuafa, kiranya keberadaannya ini bakal menginspirasi anak-anak muda lainnya. Bagaimana pun juga, pemerintah belum mampu sepenuhnya mengurus dhuafa-dhuafa yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Jadi, kehadiran Lisa dan relawan lainnya teramat sangat dibutuhkan kehadirannya. Tetap semangat Lisa ! Percayalah, Allah  tersenyum melihat segala kiprahmu. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun