Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Membuat Ban Bekas Menjadi Kursi Teras

3 November 2017   15:57 Diperbarui: 5 November 2017   16:02 16459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kursi teras berbahan baku ban bekas (foto: dok pri)

Apa yang terlintas pada benak anda bila mempunyai beragam ban bekas? Paling banter diberikan orang lain. Namun, di tangan Muslih (48) warga Tingkir Tengah RT 3 RW 3, Tingkir, Kota Salatiga, limbah transportasi itu mampu dibuat seperangkat kursi teras seharga ratusan ribu. Seperti apa cara membuatnya, berikut catatannya.

Setiap kali melewati jalan raya Tingkir- Suruh kilometer 1, para pengguna jalan pasti melihat deretan kursi- kursi berwarna hitam dipajang di halaman rumah Muslih. Ya, kursi- kursi yang berbahan baku ban bekas itu memang sengaja dijajakan agar menarik perhatian konsumen. " Ini untuk kursi teras atau kursi taman, harganya satu set Rp 800.000," kata Muslih, Jumat (3/11) sore.

Di rumah merangkap tempat pembuatan kursi-kursi itu, Muslih dibantu seorang karyawan bernama Topik (35). Karena memang hanya memiliki seorang pembantu, otomatis Muslih juga harus turun tangan langsung dari mulai memotong ban, merangkai hingga finishing-nya. Hal itu dilakukan untuk mengurangi biaya produksi yang tentunya bakal menambah rupiah ke kantongnya.

Bahan baku ban bekas yang dimanfaatkan Muslih (foto: dok pri)
Bahan baku ban bekas yang dimanfaatkan Muslih (foto: dok pri)
Konsekuensi sebagai majikan merangkap pekerja, maka tiap saat penampilan Muslih selalu terlihat belepotan. Seperti sore tadi, tangannya menghitam akibat terkena cat yang digunakan memoles kursi mau pun meja yang sudah jadi. " Setelah jadi, masih perlu dicat agar terlihat hitam legam. Sebab, kalau tidak dicat, warnanya hitam kusam," ungkapnya.

Muslih juragan merangkap buruh bagi dirinya sendiri (foto: dok pri)
Muslih juragan merangkap buruh bagi dirinya sendiri (foto: dok pri)
Untuk memproduksi seperangkat kursi, Muslih membutuhkan bahan baku terdiri atas ban dump truck, ban colt diesel dan ban sepeda motor. Di mana, ban bekas dump truck sebenarnya hanya diambil bagian dalamnya guna diannyam, sedangkan ban sepeda motor dimanfaatkan sebagai lingkaran kursi, meja serta sandarannya.

Menurut Muslih, tahap awal untuk memproses ban- ban bekas itu, ban dump truck diambil bagian dalamnya, selanjutnya dipotong ukuran sekitar 4 centimeter memanjang. Sementara sisanya dipotong kecil- kecil guna mengganjal dudukan mau pun mejanya. Demikian pula dengan ban bekas colt diesel, fungsinya digunakan buat kaki - kaki.

Topik satu- satunya karyawan Muslih (foto: dok pri)
Topik satu- satunya karyawan Muslih (foto: dok pri)
Tahan 10 Tahun

Selanjutnya, ban bekas sepeda motor lobang tengahnya diberi anyaman dan dipasang kaki- kaki. Setelah semuanya tersambung, baru sandaran kursi dipasang. Untuk menyelesaikan satu set kursi yang terdiri 4 kursi dan 1 meja, Muslih membutuhkan waktu dua hari kerja. "Tapi kalau membuat tempat sampah atau pot bunga, sehari kami bisa memproduksi 10 buah," jelas Muslih.

Menurut Muslih, para konsumen biasanya membeli kursi buatannya untuk digunakan sebagai kursi teras atau taman.  Karena memang terkesan unik, pemilik rumah kayu atau joglo lebih memilih kursi ban bekas guna melengkapi rumahnya yang juga unik. "Kalau rumah gedongan, sangat jarang. Apa lagi orang gedongan mana mau membeli barang di bawah harga Rp 1 juta," tukas Muslih serius.

Kursi- kursi yang dipajang dihalaman (foto: dok pri)
Kursi- kursi yang dipajang dihalaman (foto: dok pri)
Kendati sudah menekuni profesi sebagai perajin ban bekas sejak tahun 2008, namun, Muslih enggan menyebutkan omzet penjualan kursinya. Sebab, terkadang sehari penuh tak laku, tapi kadang bisa laku 2-3 set. Bila dipukul rata, omset saban bulannya berkisar 20 set. Dengan harga jual Rp 800.000 / set kali 20, maka perbulan uang yang mengalir ke kantongnya mencapai Rp 16 juta. " Dipotong biaya bahan baku dan tenaga, ya masih ada sisa lumayanlah," kata pria ramah tersebut.

Ada sisi menarik dari kursi berbahan baku ban bekas yang diproduksi Muslih, sebab, meski berbahan limbah, namun Muslih menjamin kekuatannya mencapai umur 10 tahun. Bahkan, banyak pembeli sampai bosan memiliki seperangkat kursi itu dan memberikannya pada kerabatnya. " Mereka kembali kesini, untuk membeli yang baru," jelasnya.

Kursi yang sudah difinishing dengan dicat hitam (foto: dok pri)
Kursi yang sudah difinishing dengan dicat hitam (foto: dok pri)
Muslih yang melayani pesanan dengan desain pilihan konsumen, mengakui dirinya sulit meninggalkan pekerjaan yang sudah dilakoninya bertahun- tahun ini. Pasalnya, meski dari tahun ke tahun sulit berkembang, namun faktanya mampu menghidupi keluarganya. Dan yang paling penting, di Kota Salatiga bisnisnya tanpa pesaing.

Apa yang sudah dikerjakan Muslih, sepertinya layak diapresiasi. Limbah berupa ban bekas yang sulit diurai, berkat kreatifitasnya mampu diolah menjadi kursi- kursi menawan. Memang, apa yang ia lakukan hanyalah inovasi sederhana, tetapi, tidak semua orang bisa melakukannya. Menjadi juragan sekaligus buruh bukan suatu hal yang mudah, terlebih lagi menyediakan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri. Tetap semangat pak Muslih ! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun