Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lensa Salatiga, Berbagi Tanpa Sekat SARA

2 November 2017   17:19 Diperbarui: 3 November 2017   09:07 3561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begini kondisi ruangan rumah target (foto: dok Lensa)

Kendati Lentera Kasih untuk Sesama (Lensa)  belum lama berdiri di Kota Salatiga, namun, sepak terjangnya dalam berbagi dengan mengabaikan Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA) layak diapresiasi. Nyaris tiap pekan mereka bergerak menyambangi kaum papa untuk membagikan berbagai barang kebutuhan agar orang- orang terpinggirkan tersebut mampu sedikit menikmati kebahagiaan.

Hampir setiap hari Minggu, saat orang lain tengah menikmati liburannya, puluhan anggota komunitas Lensa mengisi hari liburnya dengan caranya sendiri. Berkumpul di halaman gedung Korpri di kawasan Kridanggo Kota Salatiga, mereka mengumpulkan berbagai barang serta sembako. Usai menggelar rapat kecil, mereka langsung bergerak ke titik- titik yang telah ditentukan.

Titik yang ditentukan, mayoritas datang dari kaum marjinal seperti janda dhuafa, duda sebatang kara atau anak-anak yatim piatu yang didera kemiskinan akut. Tak jarang, sasaran yang disambangi merupakan sosok miskin yang kondisi ekonominya sangat memprihatinkan. " Rumah yang ditinggali mirip kandang, karena mereka tidur bersama ayam-ayamnya," kata Sasha, Sekretaris Lensa Kota Salatiga, Kamis (2/11) siang.

Begini kondisi ruangan rumah target (foto: dok Lensa)
Begini kondisi ruangan rumah target (foto: dok Lensa)
Menurut Sasha, sebelum mengeksekusi sasaran, biasanya anggota Lensa terlebih dulu berburu target. Segala informasi dikumpulkan untuk dibahas bersama terkait barang yang dibutuhkan. Setelah target terdata, mulailah dicatat kebutuhannya meliputi tempat tidur, kasur mau pun sembako. Yang menyedihkan, di era teknologi seperti ini, ternyata masih banyak ditemukan orang- orang yang tidur tanpa menggunakan kasur. Bahkan, tikar yang digunakan pun sudah tak layak.

" Setelah data target dirasa valid, kami segera mengagendakan eksekusinya. Rata- rata setiap minggu kami mengeksekusi 10 sampai 20 orang kaum dhuafa," ungkap Sasha.

Beragam barang yang dibutuhkan, lanjut Sasha, semua berdatangan dari anggota Lensa mau pun donatur yang menolak disebutkan namanya. Tugas personil Lensa, selanjutnya mendistribusikannya agar tepat sasaran. Dalam hal ini, pergerakan Lensa tak terbatas di wilayah Kota Salatiga saja, sebab, tiap berbagi Lensa juga merambah masyarakat pedesaan di Kabupaten Semarang.

Demikian pula dengan anggota Lensa, tidak semuanya warga Kota Salatiga. Bahkan, Sasha sendiri merupakan warga Kabupaten Semarang yang sehari- harinya beraktivitas di kota kecil ini. " Karena personilnya juga lintas wilayah dan lintas agama, tentunya sasaran kami juga mengesampingkan soal SARA," jelas Sasha.

Mengabaikan masalah SARA, memang membuat komunitas Lensa menjadi solid. Di mana, sekat-sekat status sosial yang dirasa berpotensi menghambat pergerakan komunitas, sejak awal disepakati untuk dibuang jauh-jauh. Terkait hal tersebut, personil Lensa memiliki beragam latar belakang yang melebus dalam Lensa.

Kaum dhuafa target Lensa yang kondisinya menyedihkan (foto: dok Lensa)
Kaum dhuafa target Lensa yang kondisinya menyedihkan (foto: dok Lensa)
Prajurit Polri

Apa yang disampaikan Sasha tentang  keberadaan Lensa yang mengabaikan SARA, baik soal keanggotaan mau pun sasaran target yang dibidik memang menarik. Hal ini terlihat pada komunitas yang dipimpin oleh Tri Wijaya alias Atha, seorang prajurit Polri  berpangkat bintara. Di mana, kendati sehari-harinya merupakan abdi Bhayangkara, tapi saat berada di komunitasnya, Atha selalu menanggalkan seragamnya.

Dalam penjelasannya, Atha yang dikenal sebagai anggota Polri gaul ini, mengakui bahwa Lensa memang baru berdiri sekitar 3 bulan lalu. Meski begitu, embrionya sudah ada sejak dua tahun lalu dengan nama Rakyat Peduli Salatiga (RPS). Karena RPS belakangan stagnan, akhirnya atas inisiatif orang-orang yang peduli, dibentuklah Lensa." Jadi kegiatan berbagi ini sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2016 lalu," ungkapnya.

Menurut Atha, meski dirinya sehari- harinya merupakan personil Polri, namun dalam aktivitasnya di Lensa, ia bersama anggota Lensa lainnya sepakat melepaskan profesinya. Sehingga, setiap kali pertemuan mau pun saat menggelar kegiatan sosial, sama sekali tak nampak adanya  jurang pemisah. " Kesepakatan itulah yang membuat saya nyaman di Lensa," jelas Atha.

Ketua Lensa mengenakan celana pendek hitam (foto: dok Lensa)
Ketua Lensa mengenakan celana pendek hitam (foto: dok Lensa)
Perihal berdirinya Lensa sendiri, ungkap Atha, berawal dari adanya keprihatinan di lapangan. Di mana, dirinya mau pun para aktifis lainnya sering menjumpai ketimpangan- ketimpangan di masyarakat. Di antaranya, kerap ditemukan kaum dhuafa yang hidupnya sangat menyedihkan, sementara keluarganya abai.

Karena nuraninya terusik, akhirnya bersama rekan- rekan yang peduli sepakat membentuk Lensa yang anggotanya melebur dalam satu komunitas sosial. Seperti apa yang disampaikan oleh Sasha, Atha mengakui bahwa Lensa memang membuang jauh- jauh hal- hal terkait Sara. Artinya, apa pun sukunya, apa pun agamanya bila harus dibantu, maka Lensa akan turun tangan.

"Alhamdulillah, dukungan dari rekan-rekan baik di Kota Salatiga sendiri mau pun Kabupaten Semarang sangat besar. Saat ini anggota Lensa yang tercatat angkanya melebihi 1500 orang dan terus bertambah," kata Atha yang berasal dari Kabupaten Boyolali ini serius.

Personil Lensa mengunjungi warga dhuafa (foto: dok pri)
Personil Lensa mengunjungi warga dhuafa (foto: dok pri)
Ya, apa yang diungkapkan Atha dan Sasha memang benar adanya, berbagi tak perlu harus melihat latar belakang target. Demikian pula dengan komunitas sosial, harusnya juga mengabaikan unsur SARA agar mampu tumbuh sehat. "Satu hal lagi, kami juga tidak mau terkontaminasi dengan urusan politik. Semua murni aktivitas sosial tanpa didomplengi masalah-masalah politis," tandas Atha.

Itulah sedikit gambaran tentang Lensa Kota Salatiga yang sangat menjunjung tinggi kebhinekaan anggotanya yang lintas profesi sangat mengerti tentang pluralisme segala lini. Tak perlu dicekoki mengenai teori-teori perbedaan, sebab, mereka telah mengimplementasikannya setiap saat. Bagaimana kota anda ? (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun