Penyebab rendahnya minat baca, ungkap Eko, yang paling utama adalah minimnya ketersediaan buku. Sebab, mengutip data yang dimiliki Ikatan Penerbit Indonesia dan Perpustakaan Nasional RI tahun 2015 mengenai penerbitan buku baru dapat disimpulkan bahwa dari setiap 5.715 penduduk Indonesia hanya tersedia satu judul buku baru untuk dibaca. Di sisi lain dari 77.095 Desa / Kelurahan di seluruh Indonesia baru terdapat 23.281 Perpustakaan Desa, 6000 TBM Â serta 400 simpul relawan PBI.
Setelah ribuan aktifis perpustakaan mulai bergerak ke seluruh pelosok negeri, akhirnya survei  UNESCO terbantahkan. Di mana, ketika para pegiat mendatangi perkampungan, masyarakat sangat antusias menyambutnya. Artinya, semakin banyak orang yang peduli literasi, maka temuan lembaga dunia itu bakal runtuh.
Menyinggung kiprah PT Pos Indonesia usai Jokowi mengeluarkan beleid,  Eko menjelaskan sejak bulan Mei hingga Agustus lalu berdasarkan data yang dimiliki Ketua PBI Nirwan Ahmad Arsuka telah tersalurkan 32.135 kilogram buku. Beragam bacaan, mulai jenis bacaan umum serta buku  pelajaran  tersebut sudah tersebar mulai Aceh hingga Papua. " Tanpa adanya kebijakan bapak Presiden, bisa dipastikan buku seberat itu tak bakal tersalurkan," jelasnya.
Itulah sedikit catatan tentang peran Jokowi terhadap perkembangan literasi di Republik ini. Langkah- langkah itu mungkin kurang begitu berarti bagi masyarakat perkotaan yang tersedia perpustakaan daerah berikut fasilitas lainnya, namun, untuk daerah pelosok, apa lagi luar pulau Jawa tentunya kebijakan tersebut teramat sangat bermanfaat. Salam literasi !. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H