Stasiun Kereta Api (KA) Kedungjati, Kabupaten Grobogan yang mulai beroperasi tahun 1873, direnovasi total tahun 1907. Dalam usianya yang ke 110, bangunan fisiknya tetap kokoh tak tergerus zaman. Seperti apa kondisinya sekarang? Berikut penelusurannya, Kamis (21/9) siang.
Untuk menuju stasiun Kedungjati yang berjarak 41 kilometer dari Kota Salatiga, membutuhkan waktu tempuh 1,5 jam melalui jalur Bringin, Kabupaten Semarang. Bila lewat Gemolong, Kabupaten Sragen, maka bisa menelan waktu hingga dua kali lipat. Kebetulan, situasi jalan relatif sepi, hingga selepas Desa Tempuran perjalanan teramat sangat lancar.
Memasuki wilayah Kabupaten Grobogan, tepatnya usai melintas Desa Ngombak, mata disuguhi pemandangan hutan jati.Kondisi jalan sangat mulus karena aspal sudah diganti beton. Kendati begitu, banyak kelokan lumayan tajam sehingga kita harus ekstra hati- hati. Pasalnya, dari arah berlawanan sering ada sepeda motor main selonong tanpa membunyikan klakson, dalam kecepatan tinggi. Meleng sedikit, panjang urusannya.
Hingga tiba di pasar Kedungjati, tak sulit menemukan lokasi stasiun peninggalan perusahaan kereta api jaman pemerintahan kolonial Belanda yakni Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij(NISM). Sebab, keberadaannya  ada di pinggir jalan raya, sebelum perlintasan rel. Tinggal belok ke kanan sekitar 100 meter, maka kemegahan bangunan tempo dulu telah dapat dinikmati.
Saat sinar matahari panas menyengat, begitu memasuki bangunan stasiun, langsung terasa adem. Peron yang berkonstruksi baja atapnya setinggi hampir 15 meter sehingga udara leluasa memasuki peron. Bagian tembok mirip stasiun Willem I Ambarawa yang pinggirnya dibuat menggunakan batu bata ekspose.
Menurut Bondan, stasiun Kedungjati dalam sehari hanya disinggahi tiga kali kereta penumpang dan enam kali kereta barang. Untuk kereta penumpang yakni KA Kalijaga jurusan Semarang-Solo berhenti pukul 07.00 serta 10.00, sedangkan jurusan Senin-Malang menaikkan penumpang pukul 01.30. " Selebihnya hanya kereta barang yang berhenti sebentar," jelas anak muda tersebut.
Meski sempat bekerja di sini selama hampir setahun lebih, namun, Bondan tak mampu menjelaskan cikal bakal stasiun Kedungjati. Ia hanya menyarankan supaya menemui Kristanto (45) yang bertugas sebagai pengatur perjalanan KA. Pasalnya, Kristanto merupakan karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI) paling lama bertugas di stasiun ini. " Langsung saja ke pak Kris," ujarnya sembari menunjuk seorang pria bertubuh kecil di peron stasiun.
Apa yang diungkapkan oleh Bondan ternyata benar adanya, Kristanto adalah pegawai PT KAI yang bertugas di stasiun Kedungjati terlama. Sehingga, ia fasih menjelaskan seluk beluk peninggalan pemerintahan kolonial Belanda ini.Â
"Stasiun ini sebenarnya dibangun tahun 1868 bersamaan dengan pembuatan jalur KA Semarang-Tanggung hingga Kedungjati," kata Kristanto.
Begitu pun ruang tunggu, kantor kepala stasiun, gudang mau pun bangunan lainnya sengaja diganti tembok tebal bervariasi batu bata. Sedangkan jalur rel berjumlah lima, tiga untuk kereta jarak jauh, sedangkan yang dua jalur dipergunakan kereta jarak pendek (Bringin, Tuntang dan Ambarawa). " Saat ini dua jalur pendek tidak difungsikan karena route ke Bringin sementara tidak dihidupkan," ungkapnya.
Itulah penelusuran keberadaan stasiun Kedungjati yang di eranya pernah mengalami kejayaan. Kendati sekarang fungsinya lebih banyak untuk foto-foto maupun pengambilan gambar prewedding, Namun, kokohnya bangunan serta terawatnya tempat ini sangat layak diacungi jempol. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H