Duh! Â Laknat akherat apa yang bakal diterima oleh orang-orang yang tersesat di jalan terang tersebut. Jelas- jelas musala untuk beribadah, malah dimanfaatkan bermabukria dan berbuat mesum. Lokasinya yang terpencil, memang nyaman untuk dipakai sarana maksiat. Mendengar hal itu, semakin kuat niat saya mendandani musala "yatim piatu" ini. " Saya akan meminta izin ahli waris, besok saya kabari hasilnya," kata Darmanto.
Ternyata, Darmanto baru Senin (7/8) siang memberikan kabar bahwa ahli waris musala wakaf menginzinkan renovasi ini. Siang itu juga saya langsung ke lokasi untuk menghitung perkiraan biaya yang dibutuhkan. Hasil observasi lapangan, perbaikan membutuhkan dana sekitar Rp 2,5 juta. Untungnya, Ninung Murtini, seorang apoteker di Kota Semarang yang merupakan teman SD saya, langsung mengirim uang Rp 500 ribu. Malam harinya, Ahmad, sahabat saya asal Salatiga datang ke rumah menyerahkan Rp 500 ribu.
Bantuan belum berhenti, mas Antok warga Pengilon, Mangunsari, Kota Salatiga membantu cat tembok seberat 5 kg, belakangan kebutuhan cat tembok mencapai 20 kg. Sementara  Charix Isharudin  yang juga warga Salatiga mengirim Rp 100 ribu, jadi total dana yang masuk Rp 1,4 juta. Saya pikir lebih dari cukup untuk memperbaiki dan mengubah agar musala menjadi lebih bermanfaat. Terkait hal tersebut, mulai perbaikan segera dimulai.
Tidak butuh waktu lama, selama tiga hari dikerjakan, musala telah berganti wajah. Tembok yang sebelumnya berwarna hijau, diganti putih bersih. Widi  yang piawai membuat daun pintu, saya beri tugas merealisasikan pintu setebal 3 centimeter. Bahan baku mau pun biaya angkutnya mencapai Rp 600 ribu. Sementara sumbangan Ninung Murtini, saya belanjakan karpet dan meja buat menyimpan mukena. Sisa Rp 200 ribu, saya berikan pada tukang cat sebesar Rp 140 ribu, serta sisanya dibelanjakan kuas roll berikut  cat tembok.
Tanpa menunggu lebih lama, Kadus Banggirejo segera saya kontak. Kunci saya serahkan berikut tanggung jawab pengawasannya, tak ada tamu undangan yang menyaksikan. Selain Malaikat di atas sana, hanya disaksikan oleh Widi, pelimpahan kerja keras selama seminggu terealisasi. Badan letih, itu sudah pasti. Namun, melihat musala mini tersebut berubah menjadi lebih bermanfaat, rasanya merupakan kebahagiaan tersendiri. Kiranya, orang- orang yang tidak waras, yang sebelumnya sempat menggunakannya untuk berzina mau pun mabuk, mampu mengubah jalan pikirannya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H