Kepedulian para pendaki, ternyata tak sebatas pada alam saja. Terbukti, di base camp Thekelan, Batur, Getasan, Kabupaten Semarang yang merupakan salah satu pintu masuk pendakian gunung Merbabu, mereka juga menyebarkan virus literasi dengan  mendirikan tempat baca yang diberi nama Perpus Gunung.
Perihal keberadaan Perpus Gunung yang berada di ketinggian 1600 mdpl ini, sebenarnya sudah saya dengar cukup lama. Namun, karena lokasinya lumayan jauh, maka baru Senin (17/7) kemarin bisa menyambanginya. Kebetulan, usai mengirim buku- buku ke Kabupaten Intan Jaya, Papua, ternyata masih ada sisa buku seberat 13 kilogram. Terkait hal tersebut, tanpa membuang waktu saya segera memacu motor ke pinggang Merbabu.
Butuh waktu 25 menit untuk tiba di Dusun Thekelan yang merupakan perkampungan paling ujung wilayah Kabupaten Semarang ini. Yang jadi penghambat, beberapa jalan aspal sudah mengelupas sehingga membuat kendaraan tak mampu dipacu. Hingga memasuki perkampungan, rupanya tak sulit menemukan base camp tempat registrasi bagi para pendaki. Di lokasi telah menunggu Sukiman, relawan Kompas yang sebelumnya telah dihubungi Agung.
Dusun Thekelan, menurut Tukiman berpenduduk 180 KK, di mana mayoritas pemudanya tergabung dalam Kompas. Selain aktif dalam pelestarian lingkungan, seluruh personilnya kerap terlibat berbagai operasi pencarian pendaki yang hilang di gunung Merbabu. "Ibaratnya, mulai remaja hingga pemuda sejak kecil sudah memiliki jiwa pendaki. Sehingga berbagai sudut Merbabu, kami sangat hafal," ungkapnya.
Usai menerima bantuan buku- buku dan majalah sumbangan warga Kota Salatiga yang peduli literasi, Sukiman menuturkan, Perpus Gunung sebenarnya baru dirintis awal tahun 2017. Sosok di balik literasi di pinggang Merbabu tersebut adalah Agung yang nota bene memang mempunyai kepedulian tinggi terhadap perkampungan terisolasi ini. Modal awal hanya sekitar 200 eksemplar buku yang ditempatkan di base camp Thekelan.
Secara perlahan, jumlah buku koleksi Perpus Gunung mulai meningkat karena banyak pendaki yang sengaja menyumbangkan buku-buku miliknya. Demikian pula dengan berbagai pihak yang peduli literasi, tanpa diminta, mereka bersedia datang ke base camp Thekelan sembari menenteng beragam buku bacaan. "Sekarang total koleksinya mencapai 500 an buku," jelasnya.
Rumah yang dijadikan base camp sendiri, lanjut Tukiman, sebenarnya merupakan rumah pribadi milik warga setempat bernama Rohmat. Karena tak ada yang menempati, akhirnya sang pemilik menyerahkan perawatannya kepada personil Kompas. " Rumah ini cukup luas, jadi semisal ada 30 pendaki yang butuh istirahat pun, tempatnya masih lapang," ujarnya.
Menurut Tukiman, lokasi Dusun Thekelan yang layak disebut terisolir, bukan berarti warganya tak mampu mengembangkan diri. Kelak, 5 atau 10 tahun mendatang, orang akan terpana mendengar pemuda Thekelan yang mencari rumput atau mencangkul di lahan pertanian, ternyata mampu berbincang dalam bahasa Inggris.
Itulah catatan perjalanan dari Perpus Gunung yang berada di pinggang Merbabu, lokasinya yang jauh dari keriuhan kota, ternyata juga membuat budayawan Sujiwo Tejo kerap bertandang ke sini. Jadi, semisal anda penasaran dan ingin tahu persis kondisi Dusun Thekelan, berkunjunglah ke base camp sembari menenteng 1- 2 buah buku. Percayalah, apa pun buku yang dibawa, bakal bermanfaat. Salam literasi !. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H