Harus piawai bermanuver melewati perahu (foto: dok pri)
Menimpali apa yang disampaikan pelanggannya, Yajid  menjelaskan tarif yang dipatok itu sebenarnya meliputi tim
resque, welcome drink, P3K, dokumentasi, transportasi (
pick up) untuk kembali
, merchandise, asuransi hingga tiket masuk. " Faktor keamanan sangat kita utamakan, untuk itu selain ada
guide (pemandu) juga ada tim resque yang setiap saat siap membantu semisal ada hal- hal yang tidak diinginkan," tuturnya.
Menurut Yajid, dalam perkembangan bisnis basah dalam arti sebenarnya ini, ternyata sangat menggemberikan. Dalam dua tahun saja, modal lima ban dan 5 pelampung sudah meningkat pesat. Sekarang ini, ban miliknya yang dibeli seharga Rp 50.000 perbuah, telah mencapai 70 buah. Begitu pun jaket pelampung, mempunyai jumlah yang sama. Kalau dulunya untuk mengisi angin harus pergi ke tukang tambal ban, saat ini dirinya telah menyediakan kompresor sendiri.
Mimik wajah puluhan peserta sampai finish (foto: dok pri)
Saban hari, rata- rata para petualang yang memanfaatkan jasa MRT berkisar 30 an orang. Sementara hari Sabtu/ Minggu mau pun hari libur lainnya mencapai 70-100 orang. Untuk operasional, sang ibu yang bernama Sri Mundayani kerap membantunya agar segala aktifitas berjalan lancar. " Kalau
in come perhari, ya cukup lumayan. Yang pasti, geliat wisata di daerah ini jadi semakin hidup," urjarnya tanpa mau menjelaskan secara rinci penghasilannya.
Itulah sedikit catatan tentang upaya menyajikan destinasi wisata murah meriah ala pemuda asal Dusun Muncul. Paradigma bahwa wisata harus menelan investasi besar, sengaja ia patahkan. Hanya bermodal 5 ban bekas plus 5 jaket pelampung, faktanya mampu menyuguhkan petualangan bagi para wisatawan lokal. Harusnya, hal ini bisa menginspirasi Indonesia. Pemuda- pemuda yang merasa memiliki "syahwat" memajukan kampungnya, tak perlu menunggu lebih lama, segera bangkit dan majukan ndesomu. (*)
Lihat Travel Story Selengkapnya