Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sekali Bertandang, Dua Situs Bersejarah Terkunjungi

5 Juni 2017   17:10 Diperbarui: 6 Juni 2017   15:33 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs Petirtaan Derekan yang juga masuk cagar budaya (foto: dok pri)

Setelah cukup lama selalu tertunda untuk bertandang ke dua situs bersejarah di kawasan Kabupaten Semarang, akhirnya, Senin (5/6) sore terealisasi juga. Candi Ngempon yang merupakan peninggalan peradaban Hindu abad ke-8 Masehi dan Petirtaan Derekan sebenarnya saling berdekatan, namun ternyata berada di wilayah desa yang berbeda. Seperti apa bentuknya? Berikut catatan ngabuburitnya.

Kendati posisinya hanya berjarak 19 kilometer dari Kota Salatiga, namun, untuk menuju Candi Ngempon yang terletak di Desa Ngempon, Bergas, Kabupaten Semarang ada akses. Yang pertama melalui Pasar Merakmati, Bawen tembus Desa Derekan, Kecamatan Pringapus atau melalui rute Polsek Bergas. Karena sama-sama melalui jalan raya, akhirnya jalur pertama menjadi pilihan. Sebab, lalu lintasnya relatif sepi.

Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit, selepas dari Pasar Merakmati, sebenarnya sudah memasuki Desa Derekan. Sayang, tidak ada petunjuk satu pun yang mampu mengarahkan ke situs Candi Ngempon. Satu-satunya papan nama hanya menyebut arah ke situs Petirtaan yang juga merupakan kolam air panas. Baru setelah bertanya kepada warga sebanyak dua kali, akhirnya sampai juga di lokasi.

Begini penampakan areal keseluruhan (foto: dok pri)
Begini penampakan areal keseluruhan (foto: dok pri)
Barulah setelah memasuki areal situs Petirtaan yang juga termasuk cagar budaya, akhirnya mendapat penjelasan bahwa Candi Ngempon ternyata hanya berjarak sekitar 50 meter dari kolam air panas ini. Candi tersebut berada di wilayah Desa Ngempon, di mana untuk mendatanginya terdapat jembatan penghubung sepanjang kurang lebih 10 meter. “Itu yang di tengah sawah, terlihat dari sini,” kata Antok (35) penjaga toilet di situs Petirtaan sembari menunjuk seberang Kali Lo.

Cukup satu menit berjalan kaki, pintu gerbang Candi Ngempon sudah di depan mata. Celakanya, gerbang besi itu digembok, sedangkan penjaganya Paryanto warga Ambarawa, Kabupaten Semarang tidak terlihat. Meski begitu, kondisi areal candi terlihat bersih dan rapi. Ada sedikit taman yang terlihat terawat, begitu pun dengan bebatuan di candi, semuanya bebas sampah sehingga kesan adem benar-benar terasa,

Dikepung areal persawahan yang hijau, terlihat empat bangunan candi masing-masing berukuran sekitar 4 X 4 meter, tinggi 5 meteran (candi induk) sedangkan tiga candi lainnya berkisar 3 X 3 meter tinggi 4 meteran (ini hanya perkiraan karena tidak membawa alat ukur). Sementara bebatuan yang diduga merupakan reruntuhan candi terlihat dikumpulkan menjadi 9 kelompok.

Nunut selfie sebentar mumpung di TKP (foto: dok pri)
Nunut selfie sebentar mumpung di TKP (foto: dok pri)
Peradaban Hindu                                               

Meski yang terlihat hanya 4 candi, serta reruntuhan yang tertata lumayan rapi, berdasarkan papan informasi yang dipasang oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah di lokasi, Candi Ngempon terdiri atas 6 bangunan, yakni 1 Candi Induk, 2 Candi Perwara yang letaknya saling berhadapan dan 3 Candi Perwara lain yang menghadap barat.

Di papan informasi yang sama, terdapat penjelasan bahwa masa pendirian candi tidak diketahui secara detail. Sebab, sampai sekarang belum ditemukan data pendukung tertulis. Hanya diperkirakan, candi ini dibangun sezaman dengan Candi Gedongsongo, Bandungan, Kabupaten Semarang di abad VII-VIII Masehi. Hal tersebut merujuk pada arsitektur candi pada bagian kaki, yang terdiri dari genta dan pelipit lurus.

Candi Ngempon sudah masuk cagar budaya (foto: dok pri)
Candi Ngempon sudah masuk cagar budaya (foto: dok pri)
Karena data pendukung lainnya, akhirnya keterangan lebih detail didapat dari warga setempat. Di mana, disebutkan Candi Ngempon pertama kali ditemukan tahun 1952 oleh seorang pria bernama Kasri. Ketika ia tengah mencangkuli sawah milik kakeknya, mata cangkulnya menghantam benda keras. Karena curiga, akhirnya benda tersebut digali secara manual dan hasilnya didapat sebuah batu jenis andesit.

Penggalian terus dilakukan sampai ditemukan 10 patung, di antaranya patung Durga, Kinara Kinari, Nandi, dan Ganesha. Setelah dilaporkan ke Dinas Purbakala, akhirnya dikerjakan penggalian besar-besaran sehingga berhasil terdeteksi adanya reruntuhan bangunan candi. Tahun 2006, BPCB Jawa Tengah merekonstruksi bebatuan dan berdirilah 4 candi. Padahal, diduga terdapat 9 candi karena terdapat 9 titik fondasi.

Reruntuhan batu candi yang belum dirkonstruksi (foto: dok pri)
Reruntuhan batu candi yang belum dirkonstruksi (foto: dok pri)
Candi-candi tersebut merupakan peninggalan zaman Hindu karena pihak Parisada Hindu Dharma Indonesia mengakui dan telah meruwatnya. Lantas apa fungsi tempat ini? Berdasarkan cerita, Candi Ngempon merupakan lokasi pusat penggemblengan para Brahmana untuk dipersiapkan menjadi Empu dalam segala hal. Terkait hal tersebut, kompleks candi seluas 2250 meter persegi itu disebut Candi Ngempon (dari kata Empu).

Bahkan, di tahun 2009 lalu, ratusan umat Hindu se-Jawa Tengah pernah menggelar ritual paramarisuda, yakni semacam upacara untuk menyucikan Candi Ngempon. Dengan itul tersebut, aura Candi Ngempon bakal bersinar kembali. Diharapkan pula, di masa mendatang reruntuhan candi lainnya mampu direkonstruksi sehingga bentuk candi secara keseluruhan pulih seperti sedia kala.

Jembatan penghubung Petirtaan ke Candi Ngempon (foto: dok pri)
Jembatan penghubung Petirtaan ke Candi Ngempon (foto: dok pri)
Bila saat akan menuju Candi Ngempon telah melewati Petirtaan Derekan, tak lengkap bila situs ini diabaikan begitu saja. Sebab, selain terdapat kolam air hangat yang multikhasiat karena kandungan belerangnya, lokasi tersebut termasuk kawasan cagar budaya yang dilindungi Undang Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Untuk berendam selama 1 jam, pengunjung ditarik restribusi sebesar Rp 3.000,00.

Menurut Antok yang bertugas menjaga toilet dan kamar ganti, pada hari-hari biasa di luar bulan Ramadhan, rata-rata pengunjung yang datang mencapai 200 orang. Sedangkan memasuki bulan puasa, jumlahnya menurun drastis tinggal 50-an orang. “Biasanya, kalau tidak bulan puasa, gerbang Candi Ngempon juga tidak dikunci sampai sore hari,” ungkapnya.

Situs Petirtaan Derekan yang juga masuk cagar budaya (foto: dok pri)
Situs Petirtaan Derekan yang juga masuk cagar budaya (foto: dok pri)
Perihal situs Pertirtaan, menurutnya, berdasarkan cerita petugas BPCB Jawa Tengah dulunya merupakan tempat untuk menyucikan diri sebelum memasuki areal Candi Ngempon. Sehingga, ketika saat para penyandang kasta Brahmana akan digembleng, tubuhnya telah bersih terlebih dulu. “Makanya tempat ini dilindungi oleh undang-undang,” jelas Antok.

Sekadar gambaran, Petirtaan Derekan terdapat dua kolam untuk berendam, salah satunya yang berukuran agak besar, dipisahkan sekat agar kaum wanita tidak jadi satu dengan pria. Tentunya hal ini sangat bijak bila dibandingkan kolam yang sama di kawasan Candi Gedongsongo yang restribusinya mencapai Rp 5.000,00 namun semua pengunjung dijadikan satu.

Itulah catatan tentang dua situs bersejarah yang bisa dikunjungi secara bersamaan. Yang paling penting, biaya yang dikeluarkan relatif sangat terjangkau. Pengunjung hanya dibebani Rp 2.000,00 untuk sepeda motor dan mobil Rp 3.000,00 sebagai restribusi memasuki kawasan ini, parkir Rp 2.000,00 serta berendam Rp 3.000,00. Sementara kunjungan ke Candi Ngempon gratis alias tak dipungut biaya apa pun. Jadi, misal mau menghabiskan waktu sembari menunggu buka puasa, tidak ada salahnya bertandang ke sini. Salam Ramadhan! Jaga hati, jaga diri. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun