Beruntung, ada seorang pria setengah baya mengaku bernama Yusuf, ia sehari- harinya mencari nafkah sebagai operator sampan bermesin. Dirinya cukup lama merantau ke Kalimantan, setelah Kampung Pelangi dirintis, dia segera pulang. “ Kampung Pelangi baru dua bulan diwujutkan, ini masih belum sempurna karena rumah- rumah yang berwarna baru sepanjang sekitar 150 meter,” jelasnya.
Setelah dirasa mencukupi bekal pengetahuannya tentang tata kelola wisata, akhirnya warga yang tinggal di sepanjang pinggiran sungai diajak bermusyawarah. Rumah- rumah mereka yang menghadap sungai akan dicat warna warni untuk menarik perhatian wisatawan. Ternyata, gagasan tersebut direspon warga. Mulailah secara swadaya, dirintis pengecatan. “ Tahap awal baru sepanjang 150 meter, nantinya akan direalisasikan menjadi 500 meter,” jelas Yusuf.
Yusuf sendiri, pada hari libur biasa menjaring carteran sampan 7- 9 kali sehari. Sedangkan di hari biasa, paling banter hanya melayani 2 kali carteran. Setelah dipotong bahan bakar minyak, uang yang berhasil dibawanya pulang relatif lumayan dibanding saat merantau. “ Saya pribadi berharap Kampung Pelangi segera direalisasikan sepanjang 500 meter dan semua rumah mau dicat warna warni agar lebih semarak,” harapnya sembari menunjuk beberapa rumah yang belum dicat sesuai identitas Kampung Pelangi.
Begitulah catatan kunjungan ke Kampung Pelangi, meski masih banyak kekurangan, namun ide, kreatifitas dan terobosan yang dibuat anak- anak muda Desa Bejalen layak diacungi jempol. Mereka tidak apatis terhadap keadaan, mereka terus bergerak guna memajukan kampungnya. Hal paling penting, pengelolaan Kampung Pelangi jelas mengurangi angka pengangguran. Pasalnya, banyak pemuda yang sebelumnya berstatus sebagai pengangguran, sekarang ikut terlibat dalam pengelolaan wisata. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H