Konsisi sekarang, perkembangannya sangat luar biasa. Tidak ada lagi rumah bordil berdinding papan, semuanya telah direnovasi total menjadi bangunan permanen yang menelan biaya ratusan juta. Begitu pun pemainnya, tak sebatas para mantan mucikari, banyak pebisnis Salatiga yang ikut membenamkan investasi di sini. Maklum, namanya saja bisnis basah, tentunya yang ngiler ya berjibun.
Begitu pun di luar Sarirejo, para pemilik duit lebih suka ikut bermain di bisnis basah ini. Dalam catatan, setidaknya terdapat 8 tempat karaoke yang tersebar di berbagai jalan protokol. Ada yang mengemasnya dengan istilah karaoke keluarga, namun terdapat yang secara terang- terangan berplat kuning. Semua lancar- lancar saja, tak pernah diusik oleh siapa pun.
Begitulah secuil penelusuran tentang jejak sejarah prostitusi di kota paling toleran, yakni Salatiga. Kendati Presiden sudah berganti tujuh kali, Walikota telah dijabat puluhan orang, namun, seiring perkembangan jaman prostitusi pun ikut bertransformasi. Pertanyaannya, kenapa sulit diberangus ? Jawabannya sederhana, karena tingginya permintaan pasar ditambah berlimpahnya stock, akibatnya ya seperti ini. Bahkan, satu tahun terakhir ini malah terbentuk komunitas pecinta karaoke yang memiliki member ribuan dan baru saja menggelar pesta hari jadinya secara meriah. Ah,Salatiga memang selalu penuh warna. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H