Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perjalanan Panjang Polres Salatiga dan Bangunan Kunonya

11 April 2017   13:54 Diperbarui: 12 April 2017   01:30 3441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu masuk ke gedung utama (foto: dok pri)

Gedung untuk kantor Sat Reskrim (foto: dok pri)
Gedung untuk kantor Sat Reskrim (foto: dok pri)
Tak bijak mengupas Polres Salatiga tanpa menyinggung gedung yang dipakai untuk markasnya. Di mana para abdi Bhayangkara setelah menempati eks Benteng Hock cukup lama, akhirnya paska kemerdekaan boyongan ke Mapolres sekarang yang terletak di Jalan Adi Sucipto , Kota Salatiga hingga sekarang. Di lahan yang luas tersebut, selain kantor, bagian belakang dan sebelah selatannya dimanfaatkan untuk prajurit sebagai tempat tinggal  karena belum memiliki rumah.

Bangunan- bangunan yang ditempati Polres Salatiga, sebenarnya merupakan gedung tua peninggalan pertengahan abad 18. Di mana, saat Salatiga berstatus sebagai Kabupaten. Bupati yang menjabat kala itu adalah Raden Tumenggung Prawirokoesoemo yang berjuluk Bupati Sedo Amok. Pemerintahan colonial Belanda yang menganggap perlu kerja sama dengan kepala daerah, akhirnya sekitar tahun 1860 an membangunkan kantor di lokasi ini.

Daun jendela khas Belanda setinggi 2 meter (foto: dok pri)
Daun jendela khas Belanda setinggi 2 meter (foto: dok pri)
Bangunan kolaborasi arsitektur Jawa dan Belanda tersebut, terdiri atas gedung induk yang memanjang ke belakang serta mempunyai sayap di sebelah kanan. Berpintu lebar dengan tinggi 3 meter, begitu pun jendelanya khas Belanda, terlihat lebar. Sayap ini sekarang digunakan oleh Sat Intel , Komlek serta Sat Reskrim. Sebelah kiri, terdapat bangunan tambahan yang digunakan untuk kantor Koperasi, Saka Bhayangkara juga Propam. Sementara di depannya terdapat Pendopo yang mampu menampung 200 an orang. Dulu Pendopo berfungsi sebagai tempat pertemuan antara Bupati dengan tamu- tamunya.

Di tahun 70 an, gedung utama berfungsi sebagai kantor Kapolres/ Waka Polres dan stafnya. Bentuk bangunan yang berada di atas permukaan tanah sekitar 1 meteran, membuatnya terlihat gagah. Di pintu masuk, difungsikan sebagai ruang penjagaan. Di sini semua perkara pidana dilaporkan. Hingga memasuki tahun 80 an, ruang penjagaan dipindah ke pintu gerbang utama. Kendati begitu, seluruh areal Mapolres hanya dipagar tembok pendek setinggi 1 meter. Bahkan, pintu timur terbuka lebar sehingga orang bebas lalu lalang (sekarang sudah terpasang pintu gerbang besi).

Ada cerita tersendiri atas keberadaan Pendopo ini, kebetulan saya jadi saksi hidupnya. Sebelum tahun 90 an, Pendopo yang berbahan kayu jati dengan tiang- tiang kokohnya, berdinding tembok setinggi sekitar 1,5 meter. Sedangkan atasnya merupakan bambu yang diatur sejajar. Hingga Kapolres Salatiga dijabat oleh AKBP Idrus Wahid di tahun 1990-1991, ia merenovasinya. Entah mendapatkan dana dari mana, bambu- bambu yang dijadikan dinding, diganti jendela- jendela kaca. Begitu pun lantai dibongkar selanjutnya digunakan keramik.

Sedangkan  pada bangunan induk yang menjadi ruang Kapolres, Waka Polres dan stafnya, lantai abu- abu sudah diganti keramik putih. Untuk kusen pintu mau pun jendela tetap dibiarkan utuh, genting telah diganti semua.  Demikian pula  plafonnya, masih seperti ratusan tahun yang lalu. Di bagian depan ditambahi bangunan, saat itu yang sebelah kanan pernah dijadikan ruang kerja Kapolres serta sebelah kiri ruang Sespri. Setelah Kapolres dijabat AKBP Antonius Sitanggang (tahun 1999), ruang kerjanya dipindahkan ke bagian tengah.

Itulah sedikit kisah perjalanan panjang Polres Salatiga berikut gedung- gedung kunonya, setelah melewati beragam jaman, bangunannya tetap kokoh berdiri. Hanya untuk asrama kepatihan yang terletak di sebelah timur, sepertinya butuh perawatan. Namun, secara keseluruhan gedung yang dijadikan markas tetap terpelihara dan masuk katagori  cagar budaya. Salam lestari ! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun