Danau Rawa Pening yang terletak di empat kecamatan kabupaten Semarang, belakangan kondisinya semakin menyedihkan. Bagaimana tidak, perairan seluas sekitar 2.600 hektar tersebut, permukaannya nyaris tertutup oleh enceng gondok. Akibatnya, ribuan nelayan kelimpungan karena hasil tangkapan ikan mereka menurun drastis.
Senin (20/3) siang, ketika berkeliling Rawa Pening yang meliputi kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa dan Bawen, praktis jernihnya air danau alam tersebut mayoritas tertutup warna hijau tua yang datang dari dedaunan enceng gondok. Mulai di pinggiran hingga agak ke tengah, sejauh mata memandang didominasi tanaman gulma itu. “ Ini sangat- sangat mengganggu mata pencaharian kami,” kata Sugeng (50) warga Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru.
Sedangkan di tempat terpisah, yakni di Desa Asinan, Kecamatan Bawen yang tengah menggeliat upaya menjadikan wisata desa, problem serupa juga dikeluhkan masyarakat. Begitu mendekati bibir danau Rawa Pening, terlihat bentangan enceng gondok yang susah dihitung luasnya. Sementara di dermaga terdapat tumpukan gulma setinggi sekitar 5 meter, sehingga mirip gunung enceng gondok.
Begitu pun ketika bergeser ke sungai Tuntang yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari Asinan, tanaman enceng gondok terlihat anggun memenuhi berbagai sudut perairan. Di bagian pintu air, sedikitnya tiga pintu besi raksasa sengaja dibuka untuk menghanyutkan tanaman liar tersebut. Setelah melewati pintu air, ribuan enceng gondok hanya menumpuk dan dibiarkan membusuk. Rupanya, itu adalah cara efektif serta murah dalam memusnahkannya.
Berdasarkan keterangan, keberadaan alat berat di perairan Rawa Pening memang merupakan inisiatif instansi terkait. Fungsinya untuk menekan perkembangan enceng gondok yang populasinya relatif sangat cepat.” Kami hanya bertugas menekan populasinya, kalau untuk menghilangkan rasanya sangat mustahil dengan alat berat yang terbatas ini,” ujar salah satu operator lapangan yang ada di dermaga Asinan.
Apa yang diungkapkan operator alat berat tersebut memang benar adanya, pertumbuhan enceng gondok di perairan Rawa Pening sungguh sangat luar biasa. Diduga, akibat luasnya bentangan gulma tersebut, dalam sehari menghasilkan endapan di dasar danau hingga 500 kilogram. Artinya, saban bulan enceng gondok mampu memproduksi sekitar 15 ton endapan. Bila terus diabaikan, tak menutup kemungkinan 30 tahun mendatang Rawa Pening bakal lenyap berubah menjadi daratan.
Apa yang diungkapkan oleh orang nomor satu di Kabupaten Semarang tersebut, bisa jadi merupakan representasi rasa ketidakberdayaannya dalam menghadapi enceng gondok. Sepertinya, Mundjirin sangat berharap pemerintah pusat ikut turun tangan. Sebab, berdasarkan rekomendasi Konferensi Nasional Danau Indonesia II tahun 2009, Rawa Pening termasuk salah satu dari 15 danau di Indonesia yang perlu mendapatkan prioritas perbaikan ekosistemnya.
Inilah catatan penting tentang Rawa Pening yang mulai uzur, masih dirundung penyakit akut akibat enceng gondok. Padahal, selain memberikan kehidupan bagi ribuan nelayan di empat kecamatan, air danau tersebut merupakan bahan baku utama bagi bergeraknya turbin- turbin di PLTA Jelok yang dibangun di jaman pemerintahan kolonial Belanda. Semisal perairan Rawa Pening terus menyusut, maka tamatlah riwayat PLTA tertua di Indonesia itu.
Untuk memberangus tanaman liar bernama latin Eichhornia crassipes, diperlukan gerak terpadu melibatkan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Kendati begitu, tanpa dukungan pemerintah pusat, maka hasilnya gampang ditebak yakni sia- sia belaka. Tak heran bila para pemangku kepentingan sempat melontarkan ramalan, 30 atau 50 tahun mendatang Rawa Pening bisa- bisa hanya tinggal cerita pengantar tidur si buyung. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H