Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Candi Gedong Songo Bandungan, Berbenah Setengah Hati

1 Maret 2017   17:21 Diperbarui: 2 Maret 2017   06:00 5413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pos keamanan yang tak terurus dan kosong melompong (foto: dok pri)

Untuk kesekian kalinya bertandang ke kawasan Candi Gedong Songo,Bandungan, Kabupaten Semarang, sepertinya pesona wisata di tempat ini tak pernah pudar. Sayang, pengelola lamban dalam melengkapi fasilitas publik, sehingga terkesan seadanya. Ibarat berbenah, namun hanya setengah hati, berikut penelusurannya untuk Kompasiana.

Rabu (1/3) siang saya bersama mantan kekasih kembali mengunjungi Candi Gedong Songo, bukan apa- apa, ada keinginan berendam di kolam air panas yang kandungan belerangnya cukup tinggi. Istilah orang kota, relaksasi agar segala penat raib. Kalau hanya melihat candi- candi, saya sudah berulangkali dan pernah mengupasnya di Kompasiana sekitar setahun lalu. Pada kesempatan terakhir, saya melihat kawasan tersebut mulai bersolek.

Wajah Gedong Songo yang sudah dibenahi (foto: dok pri)
Wajah Gedong Songo yang sudah dibenahi (foto: dok pri)
Begitu tiba di depan pintu gerbang wisata ini, saya melihat adanya perubahan, khususnya di gerbang masuk dan tempat parkir sepeda motor  lebih representatif. Sengaja saya membeli ticket masuk sebesar Rp 8.000/ orang (tahun lalu Rp 6.000/orang), sebenarnya dengan menyebutkan dari Kompasiana mungkin bisa gratis. Tetapi, hal tersebut malah membuat diri kita terbelenggu untuk menulis secara obyektif.

Selepas melewati pintu gerbang, pengunjung bebas mengunjungi bangunan- bangunan kuno berupa candi peninggalan budaya Hindu tahun 927 masehi. Hanya sayangnya, lokasi satu candi dengan yang lainnya terletak lumayan jauh. Tanpa dukungan stamina yang mumpuni, alamat terseok- seok. “ Naik kuda saja, bisa keliling dari satu candi ke candi yang lain,” kata seorang penyedia jasa kuda.

Puluhan kuda yang siap mengantar pengunjung (foto: dok pri)
Puluhan kuda yang siap mengantar pengunjung (foto: dok pri)
Memang, di Candi Gedong Songo tersedia puluhan kuda yang disewakan, tarifnya mulai Rp 30.000 hingga Rp 80.000. Untuk mencapai kolam air panas, dipatok harga Rp 70.000 dengan batas waktu sewa 1 jam. Melebihi 1 jam, kena biaya tambahan. Karena memang ingin menguji stamina, saya dan mantan pacar sepakat berjalan kaki melewati track menanjak sejauh hampir 1,5 kilometer. Hitung- hitung mengulang masa lalu, saat hidup sengsara.

Melewati jalur khusus kuda, kendati kondisi jalan sudah menggunakan tegel batu, namun di beberapa titik terlihat lethong alias kotoran kuda.Hal ini membuat pemandangan jadi kurang nyaman, harusnya pengelola Candi Gedong Songo mewajibkan pemilik tunggangan melengkapinya dengan kantong penampung kotoran. Sehingga, kesan bersih semakin terasa.

Pos keamanan yang tak terurus dan kosong melompong (foto: dok pri)
Pos keamanan yang tak terurus dan kosong melompong (foto: dok pri)
Harus Dibenahi                                                   

Begitu pun di sebelah kanan jalan, terdapat puluhan lampu taman yang berada di dalam kotak cukup artistik. Ternyata, ketika diteliti, semuanya tidak ada balonnya. Bahkan, terlihat satu dua kotak lampu tergeletak tanpa perawatan. Susah membayangkan semisal pengunjung pulang agak kesorean, pasalnya selain track menurun tajam, pasti gelap  gulita.

Padahal, lokasi ini teramat sangat indah. Berada di ketinggian 1.200 mdpl serta suhu berkisar 17-19 derajat celcius maka udara yang dihirup bakal terasa segar. Sebab, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gajah Mada Yogyakarta, udara di kawasan Gedong Songo merupakan terbersih di Asia. Tak heran, setiap harinya minimal terdapat 100 pengunjung. Sementara di hari libur, wisatawan membludak hingga tembus angka 1.000.

Mirip neraka kecil yang panasnya minta ampun (foto; dok pri)
Mirip neraka kecil yang panasnya minta ampun (foto; dok pri)
Menjelang tiba ke candi III, terdapat jalan menurun menuju kolam air panas. Jaraknya berkisar 200 an meter, di dekat kolam, terlihat kepulan asap yang mengeluarkan bau belerang menyengat. Pemandangan di sini mirip kawah gunung berapi, agar pengunjung tak mendekat, dipasang papan peringatan. Entah berapa derajat panasnya, yang jelas, tanah disekitarnya berubah menjadi gamping (kapur). Mungkin, ini adalah neraka kecil di dunia.

Usai membayar Rp 5.000 perorang, kami memasuki kolam berpagar keliling. Usai melepas pakaian, giliran kami terbingung- bingung, pasalnya, tak ada fasilitas loker tempat penyimpanan. Sedangkan pengunjung lainnya, menyarankan agar pakaian dan barang- barang milik kami ditaruh di pojokan teras kamar mandi. Akibatnya, selama berendam, mata kami harus sering- sering menengok barang yang teronggok. Sebab, kalau diembat orang, bisa kacau dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun