Yang namanya santri, menimba ilmu agama memang merupakan hal yang sangat wajar. Namun, yang terjadi di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Probolinggo, Jawa Timur sungguh berbeda. Belasan ribu santri, bersatu padu tertipu oleh pimpinannya yang sebelumnya dikenal mampu menarik uang secara ghaib.
Sepak terjang Taat Pribadi (40) yang menyandang gelar Sri Raja Prabu Rajasa Nagara Dimas Kanjeng Taat Pribadi ini sebenarnya menggelikan. Bagaimana tidak, ia sukses mendirikan padepokan dengan jumlah santri mencapai belasan ribu orang yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Hingga akhirnya, Kamis (22/9) lalu, dirinya ditangkap jajaran Polda Jawa Timur karena diduga menjadi otak pembunuhan dua santrinya.
Terkait dengan penangkapan terhadap Taat Pribadi inilah, Minggu (25/9) salah satu warga kota Salatiga menghubungi saya, ia mempertanyakan kenapa kasusnya Taat Pribadi belum muncul di Kompasiana ? Padahal, jumlah korbannya di kota ini lumayan banyak. Secara diplomatis, saya menjawab bahwa untuk menulisnya dibutuhkan sumber yang kapabel. “ Akan saya carikan sumbernya mas, baik di Salatiga mau pun di Probolinggo,” jelasnya.
Untuk menjadi santri di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, tak perlu harus paham soal mengaji. Yang dibutuhkan, calon santri setor uang tunai minimal Rp 10 juta, selanjutnya diangkat sebagai pengikut. “ Uang Rp 10 juta itu, nantinya dijanjikan berlipat ganda menjadi Rp 150 juta dalam tempo 3- 4 bulan,” kata Roni (bukan nama sebenarnya), warga Salatiga.
Menurut Roni, semakin besar uang yang diserahkan, maka duit yang bakal didapat nantinya juga bertambah berlipat- lipat. Celakanya, para korban yang tengah dirundung kesulitan ekonomi, demi mendengar bualan cantrik Taat Pribadi, langsung kehilangan akal sehatnya. Dengan segala cara, mereka mengupayakan dana puluhan juta dan segera disetorkan. Saat penyetoran, hukumnya harus ikhlas sehingga tak diperlukan tanda terima apa pun.
Pimpinan padepokan yang terletak di Kabupaten Probolinggo ini, oleh para cecunguknya memang digambarkan sangat saksi mandraguna. Setiap kali menggelar hajatan apa pun, banyak orang penting yang diundang dan didokumentasikan. Selanjutnya, foto mau pun video aksi Taat Pribadi kerap dipamerkan pada calon santri. Namanya saja tengah dirundung susah, maka, segala bualan tersebut biasanya langsung ditelan mentah- mentah oleh korbannya.
Begini Cara Mengatasi Santri yang Vokal
Sebenarnya tak ada gendam, tidak pula ada hipnotis, semuanya berkat kepiawaian Taat Pribadi mengemas bualan ditambah keuletan para cantriknya dalam merekrut calon santri. “ Cantrik Dimas Kanjeng Taat Pribadi sangat agresif berkomunikasi dengan calon korban. Saya sendiri sehari pernah dihubungi melalui hand phone hingga lima kali,” jelas Roni yang mengaku tak tergiur atas segala rayuan itu.
Presentasi para cantrik yang disertai dukungan dokumentasi, belakangan membuat ribuan orang kelimpungan. Mereka pun bersatu padu menyerahkan hartanya (disebut mahar) pada sang penipu. Kendati awalnya para cantrik mematok minimal Rp 10 juta, namun, duit Rp 6 juta pun tetap diterima. Syaratnya tetap harus ikhlas, bila mempertanyakan kapan uang “investasi” akan cair, maka dianggap belum ikhlas dan ritual penggandaan gugur.
Seperti galibnya aksi tipu- tipu, ketika mahar dianggap gugur, maka santri tidak bisa menariknya kembali. Bila menginginkan uangnya dikembalikan berlipat, konsekuensinya ya harus setor lagi. Celakanya, ribuan santri tetap saja memelihara ketololannya. Secara berjamaan, mereka menyetor ulang dan mengikuti berbagai ritual tak masuk akal.
Berjalan bertahun- tahun tanpa tersentuh hukum, nama Taat Pribadi semakin berkibar. Padepokannya diubah menjadi Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, sebelas dua belas dengan bosnya, sekretaris yayasan, yakni Suryono juga piawai mengibul. Menurutnya, jumlah santri yang tercatat mencapai 17.000 orang. Semuanya ikhlas memberikan mahar senilai jutaan hingga milyaran rupiah.
Lantas, bagaimana cara Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi mengantisipasi santri yang vokal ? Selain mengulur waktu dengan berbagai dalih, para santri juga dijanjikan bakal memperoleh kantong ajaib setelah melakukan beberapa ritual aneh. Konon, kantong ajaib itu mampu mendatangkan uang tanpa kenal habis. Namun, prakteknya, malah kantong milik santri yang terkuras.
Bila santri yang kritis tak mampu lagi disiasati dengan aksi culas, maka , para cecunguk Taat Pribadi pun segera mengeksekusinya. Dua orang santri, masing- masing Abdul Gani (40) warga Kelurahan Semampir, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo dan Ismail (43) warga Situbondo, semuanya masuk wilayah Jawa Timur. Paska diringkusnya pentolan penipu ini, belakangan beredar kabar bahwa yang ditangkap polisi merupakan jelmaan Taat Pribadi. Sedangkan Taat yang asli, tengah berada di Mekkah dalam rangka menunaikan ibadah haji.
Ada hal yang mengherankan atas segala tingkah culas Taat pribadi, bagaimana mungkin ia yang beraksi selama bertahun- tahun hingga mengeruk keuntungan ratusan milyar dari belasan ribu santrinya tak tersentuh tangan hukum ? Apakah deteksi dini aparat keamanan sedemikian lemahnya sehingga tidak mampu mengendus aksi tipu- tipunya ? Susah menjawabnya, yang jelas, sekarang ini tokoh fenomenal tersebut telah dikerangkeng polisi.
Itulah sedikit keterangan tentang segala sepak terjang Sri Raja Prabu Rajasa Nagara Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang sukses memperdaya belasan ribu orang selama bertahun- tahun. Di Salatiga sendiri, kendati diduga banyak korban, namun, mayoritas melakukan aksi gerakan tutup mulut. Rupanya mereka baru menyadari kebodohannya setelah gembong penipuan itu mengeram di balik deruji besi. Makanya, mendingan ketela tapi nyata dari pada mendapatkan roti hanya di mimpi. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H