Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Geliat Kampung Konveksi yang Bertahan selama Enam Zaman Pemerintahan

21 September 2016   14:29 Diperbarui: 21 September 2016   19:40 2185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang kampung konveksi (foto: dok pri)

Status warga yang berbisnis konveksi sebenarnya hanyalah pelaku-pelaku usaha kecil. Sebab, kegiatan pembuatan beragam pakaian dikerjakan di rumah masing-masing, belum ada yang mampu membangun tempat khusus. Meski begitu, jangan dianggap enteng, pasalnya kapasitas produksinya bisa mencapai seribu potong per bulan.

Kalau kebaya bordir harganya masih lumayan (foto: dok pri)
Kalau kebaya bordir harganya masih lumayan (foto: dok pri)
Begitu pun dengan warga yang membuka jahitan pakaian di rumahnya. Kendati order yang datang mayoritas dari pemilik konveksi, mereka tetap survive berpuluh tahun. Memang, ongkos menjahit yang diterima relatif murah, tapi karena pesanan selalu kontinyu, bila dikumpulkan dalam satu bulan hasilnya sangat lumayan. “Yang paling penting, kami tidak perlu meninggalkan rumah rejeki sudah tiba,” kata Pak Moh Khundori, salah satu penjahit yang dulunya juga bekerja di salah satu konveksi.

Itulah gambaran geliat sentra konveksi di Tingkir Lor yang sudah menasbihkan diri sebagai Desa Wisata. Keberadaan mereka tak terasa sudah melewati enam zaman, yakni mulai zaman pemerintahan Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Joko Widodo. Ketika tahun 1998, saat republik ini terpuruk akibat krisis ekonomi, para pelaku konveksi tetap saja mampu bertahan tanpa dukungan bank. Mereka sah-sah saja disebut sebagai pengusaha kelas gurem, namun, faktanya kondisi perokonomian mereka tetap adem ayem. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun