Penolakan terhadap rencana pertemuan tingkat nasional yang diadakan oleh YPKP’65, dilakukan masyarakat dengan cara cerdas dan elegan. Mereka mengirim surat kepada Kapolres Salatiga AKBP Yudho Hermanto agar tak memberikan ijin. Belakangan, cara tersebut efektif. Pihak pengelola Gedung LP3S Sinode tidak mengijinkan gedungnya disewa, pemberitahuan penolakan bahkan dilakukan secara resmi menggunakan surat.
Paska ditariknya peredaran majalah Lentera, di Medsos segera bermunculan provokasi- provokasi untuk membenturkan umat Muslim dengan golongan minoritas. Namun, elemen masyarakat bergeming. Mereka tak terpancing sedikit pun untuk memicu kerusuhan. “ Kami tidak mau diadu domba, sebab nantinya yang rugi ya kami sendiri,” kata Ketua Forum Umat Islam Salatiga (FUIS) Arief Budiyanto SH.
Kasus paling anyar adalah penganiayaan terhadap mahasiswa beragama Islam , bernama yang dilakukan oleh dua oknum mahasiswa beragama non Muslim. Pelaku yang berasal dari luar pulau Jawa, sukses merenggut nyawa pemuda bernama Patlas Deo Hani . Paska kejadian, di Medsos langsung bermunculan reaksi keras. Ada upaya- upaya provokasi yang dilakukan secara marathon. Hasilnya, masyarakat lebih percaya sikap sigap jajaran Polres Salatiga yang segera meringkus dua tersangka.
FAMILI Ikut Berperan
Beberapa kasus di atas merupakan salah satu bukti kedewasaan masyarakat Salatiga dalam menyikapi berbagai isu yang menyesatkan. Harus diakui, peran FKUB memang cukup dominan dalam menciptakan iklim sejuk di kota ini. Kendati begitu, kecerdasan warga juga memegang peranan besar. Tanpa dukungan masyarakat yang sangat menyadari betapa pentingnya merawat kerukunan beragama pada era Medsos, mustahil kedamaian bakal terwujut.
Kepiawaian FKUB mengolah isu yang menyesatkan sekaligus meredam adanya gejolak akibat perbedaan keyakinan, belakangan juga ditindaklanjuti oleh anak- anak muda. Di awal bulan Ramadhan 2016 lalu, puluhan intelektual muda dari berbagai agama, sepakat membentuk Forum Agamawan Muda Indonesia Lintas Iman (FAMILI). Di mana, dalam peresmiannya yang berlangsung di salah satu gedung di areal Gereja Katolik St Paulus Miki, Kota Salatiga, digelar diskusi serta berbuka bersama.
Menurut Dr Beny Ridwan, salah satu aktifis FAMILI yang juga menjabat sebagai Dekan di IAIN Kota Salatiga, komunitas FAMILI yang dipimpin Gus Hanif dari Pondok Pesantren Edi Mancoro, Gedangan, Tuntang, Kabupaten Semarang bertujuan mempererat tali silaturahmi antar tokoh muda yang aktif di jaringan gereja, masjid, kelenteng hingga organisasi keagamaan lainnya. “ Bila yang sepuh tak mengerti soal peran Medsos, maka kami mengambil alihnya,” jelasnya.
Lebih jauh Beny mengakui, kadang ada rekannya dari luar pulau Jawa yang melemparkan guyonan setengah mengejek. Di mana, Salatiga bisa kondusif karena masyarakatnya lugu (cenderung bodoh) sehingga bisa menerima sikap arogansi pendatang. Terkait hal itu, ia hanya menjawab bahwa orang yang bebal adalah orang yang gampang diadu domba. Giliran terjerat masalah hukum, baru menyadari kebebalannya.