Kendati hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari Salatiga, namun keberadaan Candi Dukuh yang terletak di Desa Rowoboni, Banyubiru, Kabupaten Semarang kurang begitu dikenal. Padahal, bangunan batu tersebut merupakan peninggalan Prabu Brawijaya V, penguasa terakhir kerajaan Majapahit.
Untuk menuju Candi Dukuh yang terletak di dusun Candisari, kita bisa melalui Salatiga atau Ambarawa. Jaraknya hampir sama, dengan menggunakan kendaraan bermotor hanya makan waktu 15 menit. Posisinya yang berada di pinggiran danau alam Rawa Pening, sebenarnya relatif mudah ditemukan. Sayang, papan penunjuknya sangat kecil sehingga membuat pengunjung kesulitan menemukan arah masuknya.
Di pintu gerbang, terdapat papan peringatan dari Disporabudpar Kabupaten Semarang berisikan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya berikut pasal- pasalnya. Ada tiga pasal yang dicantumkan, yakni pasal 66, 105 dan 106 yang memuat ancaman hukuman bagi perusak, pencuri mau pun penadahnya. Ancaman hukumannya tak main- main, maksimal 15 tahun.
Candi Dukuh yang dikelola oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah, sebenarnya sangat eksotis. Posisinya yang berada di ketinggian, membuat orang mampu melihat secara jelas keberaan Rawa Pening dengan lagenda Baru Klintingnya. Wujud utuh candi sendiri berukuran 6 X 6 meter, sampingnya terdapat relief – relief Hindu yang mulai kabur. Sedangkan di bagian dalam, ada ruangan berukuran 2 X 2 meter yang di tengahnya dijumpai batu besar berlobang di tengahnya.
Lebih jauh ibu Maryati menjelaskan, dirinya sering bertemu dengan seorang tentara yang saban Selasa Kliwon atau Jumat kliwon mendatangi Candi Dukuh. Tujuannya, meminta agar anaknya diterima jadi TNI AD. “ Setelah lima kali datang, kabar terakhir anaknya pak tentara sudah jadi tentara juga,” katanya tanpa bermaksud bercanda.
Dalam keterangannya, berdasarkan cerita turun menurun, Candi Dukuh merupakan tempat pertapaan bagi Brawijaya V. Pada jaman dulu, di areal candi terdapat banyak arca yang bernilai tinggi. Sayang, akibat ulah oknum- oknum tak bertanggung jawab, belakangan arca- arca tersebut raib. Baru setelah dikelola pihak BP3 Jawa Tengah dan ditugaskan seorang juru kunci, pencurian mampu dihentikan.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah sendiri di tahun 2011 lalu pernah melakukan pemugaran terhadap Candi Dukuh. Ketika pembongkaran batu tangga sisi timur, petugas berhasil menemukan lempengan emas dengan berat total 4,1 gram. Diduga keras, lempengan emas itu berfungsi untuk menghidupkan candi. Tindak lanjut pemugaran, hingga sekarang belum ada kejelasan.
Dari apa yang disaksikan di lapangan, sebenarnya kondisi Candi Dukuh cukup terawat. Setelah dimasukkan dalam kawasan cagar budaya, belakangan tangan jahil tak berani mengusiknya. Yang jadi persoalan, candi ini sebenarnya membutuhkan restorasi total, sehingga atapnya mampu terpasang seperti aslinya. Entah dengan pertimbangan apa, restorasi itu sampai sekarang belum terwujud. Sedangkan soal meminta sesuatu di lokasi candi, sebaiknya diabaikan. Sebab, warga yang tinggal di sekitar candi saja tak mempercayainya, masak orang jauh malah percaya. Mungkin saja saking putus asanya sehingga batu pun dimintai pertolongan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H