Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ngenesnya Candi Dukuh Peninggalan Brawijaya V

15 Agustus 2016   16:57 Diperbarui: 2 Juli 2017   12:39 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batu yang ada di dalam ruangan candi (foto: dok pri)

Kendati hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari Salatiga, namun keberadaan Candi Dukuh yang terletak di Desa Rowoboni, Banyubiru, Kabupaten Semarang kurang begitu dikenal. Padahal, bangunan batu tersebut merupakan peninggalan Prabu Brawijaya V, penguasa terakhir kerajaan Majapahit.

Untuk menuju Candi Dukuh yang terletak di dusun Candisari, kita bisa melalui Salatiga atau Ambarawa. Jaraknya hampir sama, dengan menggunakan kendaraan bermotor hanya makan waktu 15 menit. Posisinya yang berada di pinggiran danau alam Rawa Pening, sebenarnya relatif mudah ditemukan. Sayang, papan penunjuknya sangat kecil sehingga membuat pengunjung kesulitan menemukan arah masuknya.

Gapura kecil sebelum masuk areal candi (foto: dok pri)
Gapura kecil sebelum masuk areal candi (foto: dok pri)
Dari arah Salatiga, sebelum memasuki kawasan Rawa Pening, terdapat gapura  kanan jalan. Menyusuri perkampungan dusun Candisari, akhirnya di ujung aspal kendaraan harus berhenti. Terdapat gapura kecil disertai papan penunjuk tentang Candi Dukuh. Melalui track setapak yang dibuat dari susunan bata merah, jaraknya hanya sekitar 200 meter. Tapi, jangan terburu – buru gembira. Pasalnya kendati tidak begitu jauh, namun jalur tersebut menanjak tajam menuju perbukitan.

Begini tracknya sepanjang 200 meter (foto: dok pri)
Begini tracknya sepanjang 200 meter (foto: dok pri)
Sudut kemiringannya mungkin mencapai 70 derajat, jadi bagi yang tak biasa berjalan kaki, alamat dengkul mau lepas.  Setelah lepas dari tangga batu bata yang terlihat bersih, barulah kita sampai di atas bukit. Nampak sebuah bangunan candi yang bagian atapnya sudah runtuh. Di samping kanan dan kiri terdapat sisa reruntuhan yang tertata rapi. Sementara seluruh areal yang luasnya berkisar 400 meter persegi, dipagari besi setinggi 1 meter sehingga orang bisa melompatinya.

Di pintu gerbang, terdapat papan peringatan dari Disporabudpar Kabupaten Semarang berisikan  Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya berikut pasal- pasalnya. Ada tiga pasal yang dicantumkan, yakni pasal 66, 105 dan 106 yang memuat ancaman hukuman bagi perusak, pencuri mau pun penadahnya. Ancaman hukumannya tak main- main, maksimal 15 tahun.

Emaknya langsung selfie (foto: dok pri)
Emaknya langsung selfie (foto: dok pri)
Harusnya Direstorasi  Total

Candi Dukuh yang dikelola oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah, sebenarnya sangat eksotis. Posisinya yang berada di ketinggian, membuat orang mampu melihat secara jelas keberaan Rawa Pening dengan lagenda Baru Klintingnya. Wujud utuh candi sendiri berukuran 6 X 6 meter, sampingnya terdapat relief – relief Hindu yang mulai kabur. Sedangkan di bagian dalam, ada ruangan berukuran 2 X 2 meter yang di tengahnya dijumpai batu besar berlobang di tengahnya.

Batu yang ada di dalam ruangan candi (foto: dok pri)
Batu yang ada di dalam ruangan candi (foto: dok pri)
Khusus bagian dalam, kerap dijumpai sesasi dan sisa pembakaran hio. Perihal sesaji ini, menurut ibu Maryati yang tinggal sekitar 250 meter dari candi menuturkan. Setiap pasaran kliwon, ada beberapa orang yang mendatangi lokasi tersebut. Tujuannya, untuk meminta sesuatu.  “ Macam- macam pak yang diminta. Ada yang meminta agar diterima sebagai pegawai negeri, jadi polisi atau keperluan lainnya,” jelasnya.

Lebih jauh ibu Maryati menjelaskan, dirinya sering bertemu dengan seorang tentara yang saban Selasa Kliwon atau Jumat kliwon mendatangi Candi Dukuh. Tujuannya, meminta agar anaknya diterima jadi TNI AD. “ Setelah lima kali datang, kabar terakhir anaknya pak tentara sudah jadi tentara juga,” katanya tanpa bermaksud bercanda.

Reruntuhan batu yang diduga bagian atap (foto: dok pri)
Reruntuhan batu yang diduga bagian atap (foto: dok pri)
Lho ? Kalau memang dengan mendatangi Candi Dukuh segala permintaan bisa terkabul, lantas kenapa warga dusun Candisari tak ada yang memintanya ?  Dalam hal ini, bu Maryati memiliki jawaban tersendiri. Bagi warga  setempat, pantang meminta ke lokasi tersebut. Pasalnya, Tuhan sudah menyediakan segala sesuatunya di Rawa Pening. “ Sejak nenek moyang kami, Rawa Pening telah menyediakan harta berlimpah. Tergantung kita mau polah (bergerak) atau tidak. Sampai kapan pun, harta itu tidak akan habis,” ungkapnya cerdas.

Dalam keterangannya, berdasarkan cerita turun menurun, Candi Dukuh merupakan tempat pertapaan bagi Brawijaya V. Pada jaman dulu, di areal candi terdapat banyak arca yang bernilai tinggi. Sayang, akibat ulah oknum- oknum tak bertanggung jawab, belakangan arca- arca tersebut raib. Baru setelah dikelola pihak  BP3 Jawa Tengah dan ditugaskan seorang juru kunci, pencurian mampu dihentikan.

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah sendiri di tahun 2011  lalu pernah melakukan pemugaran terhadap Candi Dukuh. Ketika pembongkaran batu tangga sisi timur, petugas berhasil menemukan lempengan emas dengan berat total 4,1 gram. Diduga keras, lempengan emas itu berfungsi untuk menghidupkan candi. Tindak lanjut pemugaran, hingga sekarang belum ada kejelasan.

Dari apa yang disaksikan di lapangan, sebenarnya kondisi Candi Dukuh cukup terawat. Setelah dimasukkan dalam kawasan cagar budaya, belakangan tangan jahil tak berani mengusiknya. Yang jadi persoalan, candi ini sebenarnya membutuhkan restorasi total, sehingga atapnya mampu terpasang seperti aslinya.  Entah dengan pertimbangan apa, restorasi itu sampai sekarang belum terwujud. Sedangkan soal meminta sesuatu di lokasi candi, sebaiknya diabaikan. Sebab, warga yang tinggal di sekitar candi saja tak mempercayainya, masak orang jauh malah percaya. Mungkin saja saking putus asanya sehingga batu pun dimintai pertolongan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun