Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merunut Keberadaan Lima Gua Jepang di Simo, Boyolali

2 Agustus 2016   16:25 Diperbarui: 3 Agustus 2016   15:52 1712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begini keadaan gua ke 5 (foto: dok pri)

Setiap pengguna jalan raya Simo- Klego, Kabupaten Boyolali, ketika melalui Gunung Madu, bisa dipastikan akan melihat keberadaan lima gua yang berada di sisi jalan. Lobang besar buatan manusia tersebut, biasa dinamakan gua Jepang. Kenapa dinamakan seperti itu ? Konon, tersembunyi cerita kelam di dalamnya, berikut penelusurannya.

Dengan lebar berkisar 4 meter dan tinggi mencapai 3 meter, gua Jepang yang letaknya persis di samping kiri jalan raya Simo- Klego ini, rata- rata memiliki kedalaman sekitar 20 meter. Satu sama lain berjarak kurang dari 100 meter, kondisinya sangat tidak terawat. Padahal, harusnya lobang besar ini masuk katagori cagar budaya. Sayang, keberadaannya terabaikan.

Dari Kecamatan Simo, jaraknya hanya berkisar 4 kilometer. Namun, jalannya naik tajam dan memiliki kelokan- kelokan tajam. Kalau tidak hati- hati, bisa- bisa rencana mengunjungi gua Jepang berantakan. Pasalnya, banyak kendaraan yang dikendarai anak- anak muda ngebut cenderung asal nyelonong. Untuk itu, disarankan ekstra waspada bila melalui jalan ini.

Bagian dalam gua ke 2 (foto: dok pri)
Bagian dalam gua ke 2 (foto: dok pri)
Penasaran dengan gua- gua tersebut, akhirnya saya berupaya merunut keberadaannya. Ternyata, kendati disebut sebagai gua Jepang, namun, pembuatnya bukanlah orang negeri Matahari terbit.

Sebaliknya, lima gua ini, dibuat oleh kaum pribumi jaman kependudukan Jepang. Sedangkan fungsinya, selain untuk bersembunyi rakyat, juga digunakan oleh para pejuang menyusun siasat.

Kepastian bahwa gua- gua tersebut dibuat oleh kaum pribumi ini, ditegaskan oleh Rusno, seorang kakek berusia 80 tahun Desa Tanjung, Klego, Kabupaten Boyolali yang rumahnya berjarak hanya 1 kilometer dari lokasi. “ Tentara Jepang di sini sangat kejam, sehingga menimbulkan ketakutan pada diri rakyat kecil,” kata Rusno.

Ini penampakan gua ke 3 (foto: dok pri)
Ini penampakan gua ke 3 (foto: dok pri)
Begitu Jepang memasuki kawasan  Klego, lanjut Rusno, militer mengerahkan rakyat untuk membuka lahan untuk ditanami tebu. Kerja paksa tersebut sangat sulit dihindari karena Jepang juga mendirikan barak militer di dekat perkebunan. Ulah keji itu, akhirnya menimbulkan phobia akut terhadap diri masyarakat. Sebab, banyak rumah yang dihancurkan demi kepentingan penjajah.

Memasuki tahun 1943, kata Rusno, para pejuang bersama rakyat akhirnya memutar akal agar perlawanan tetap berlanjut, namun, warga juga merasa aman. Beberapa tokoh masyarakat yang melakukan analisa dan evaluasi (anev), akhirnya memilih bukit Gunung madu sebagai tempat persembunyian yang aman. Kebetulan, saat itu belum menjadi jalan raya, masih berupa jalanan tanah serta di samping kirinya jurang yang dalam.

Gua ke 4 (foto: dok pri)
Gua ke 4 (foto: dok pri)
Terbengkalai

Secara sembunyi- sembunyi, bahkan lebih sering dilakukan malam hari, rakyat berduet dengan para pejuang membuat lobang besar di lereng bukit. Menggunakan peralatan seadanya, sedikitnya ada 12 titik yang digali.

Untuk ukuran saat itu, apa yang dilakukan mereka merupakan pekerjaan yang luar biasa. Pasalnya, semua dikerjakan sembari bergerilya. Kalau kepergok militer Jepang, alamat nyawa akan melayang.

Setelah bekerja keras selama berbulan- bulan, akhirnya berhasil dibuat gua yang rata- rata berukuran  lebar 4 meter dan tinggi mencapai 3 meter. Kendati tanpa ventilasi apa pun, namun, karena kondisi ketakutan yang sangat mencekam, maka saban hari ada lima gua yang dimanfaatkan untuk bersembunyi. Satu gua, minimal dijejali 50 orang. “ Untuk mengelabui Jepang, mulut gua sengaja ditutupi dedaunan,” tutur Rusno.

Begini keadaan gua ke 5 (foto: dok pri)
Begini keadaan gua ke 5 (foto: dok pri)
Posisinya yang berada di sebelah jurang, rupanya sangat menguntungkan rakyat dan pejuang. Meski kondisinya teramat sangat memperihatinkan, tanpa bekal makanan yang cukup plus penerangan, namun mereka merasa aman. Terbukti, hingga Jepang meninggalkan negara ini, belum pernah ada warga yang tertangkap ketika memasuki gua.

Begitu pun dengan para pejuang, dalam menyusun siasat perang, mereka memilih menggelar rapat di dalam gua. Setelah perencanaannya matang, barulah mereka keluar untuk melanjutkan gerilya.

Rutinitas tersebut berjalan bertahun- tahun hingga Jepang mengalami kekalahan dan dipaksa pulang ke negerinya. “ Setelah Jepang pergi, gua- gua itu terbengkalai,” keluh Rusno.

Apa yang disampaikan oleh Rusno, dibenarkan seorang warga Desa Tanjung lainnya. Menurutnya, dari 12 gua yang ada, sekarang hanya tersisa 5 gua karena yang lainnya mengalami runtuh.

Celakanya, gua yang tersisa nasipnya juga mengenaskan. Lokasinya yang sepi, jauh dari pemukiman, membuat pasangan – pasangan muda sering memanfaatkannya untuk berbuat mesum. “ Harusnya, lima gua yang tersisa masuk cagar budaya,” ungkap warga yang mengaku bernama Martono tersebut.

Jalan aspal menuju lima gua Jepang (foto: dok pri)
Jalan aspal menuju lima gua Jepang (foto: dok pri)
Lantas seperti apa kondisi fisik lima gua tersebut ? Ternyata memang mengenaskan, tidak ada indikasi perawatan. Orang bebas keluar masuk, bahkan buang air kecil sembarangan.

Ketika kaki melangkah memasuki bagian dalam, maka aroma yang spesifik langsung menyergap lobang hidung. Padahal, di seberangnya terdapat Restoran cukup megah yang dibangun pihak swasta. Sungguh sangat disayangkan, lobang besar yang sarat cerita bersejarah itu malah diabaikan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun