Masyarakat Kota Salatiga lebih suka menempuh cara- cara cerdas dan elegan dalam menyelesaikan suatu persoalan. Paling tidak, beberapa kali aksi unjuk rasa yang digelar, semuanya berlangsung aman. Bahkan, Minggu tanggal 2 Maret 2008, pernah terjadi, sedikitnya 10 ribu umat Muslim melakukan aksi unjuk rasa besar- besaran. Aksi yang dimotori para kyai serta aktifis muda Islam, dimulai dari Masjid Al Atiq yang terletak di jalan raya KH Wahid Hasyim berjalan kaki menuju rumah dinas Walikota berjarak sekitar 1 kilometer, melalui UKSW, SMP Stella Matutina serta tiga gereja.
Kendati Islam menjadi agama mayoritas, namun, mereka tidak pernah bertindak arogan dan sewenang- wenang. Pintu dialog, komunikasi serta diskusi lebih banyak ditonjolkan dibanding memamerkan ototnya. Toleransi beragama sendiri, terlihat pada penggunaan lapangan panca Sila yang berada di pusat kota. Di mana, saban tahun umat muslim memanfaatkan untuk dua kali menggelar sholat, yakni di hari raya Idhul Fitri mau pun hari raya Idhul Adha. Di tempat yang sama, umat Nasrani di hari yang berbeda juga menggunakan sebagai lokasi kebaktian Natal bersama berikut Paskah.
Itulah sedikit tentang Kota Salatiga, seperti kota- kota lainnya, kriminalitas selalu ada, namun aparat keamanan juga sigap menanganinya. Salatiga memang penuh pesona, semisal Republik ini kondisinya mirip Salatiga, maka rakyat akan adem ayem. Tak ada kerusuhan seperti yang terjadi di Tolikara, Aceh Singkil mau pun Tanjung Balai. Jadi, bila mau belajar bersikap dewasa, datanglah ke Salatiga. Salam damai ! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H