Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ternyata Ahok Tidak Goblok

29 Juli 2016   18:34 Diperbarui: 30 Juli 2016   01:34 5152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sempat memainkan spekulasi cukup lama, akhirnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Rabu (27/7) petang menyatakan bahwa dirinya telah merasa mantap akan maju di Pemilih Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2017 mendatang melalui jalur partai politik (Parpol). Pilihan tersebut, memperlihatkan bahwa Ahok tidak  goblok.

Kepastian jalur Parpol yang bakal digunakan untuk menuju Pilkada DKI Jakarta tersebut, diungkapkan Ahok saat menghadiri acara halal bihalal bersama ratusan relawan “Teman Ahok”  di Pejaten, Jakarta Selatan. Dengan demikian, nantinya tiga Parpol, yakni Partai Golkar, Partai Hanura dan Partai Nasdem akan mengeluarkan rekomendasi guna mendaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta.

Seperti diketahui, selama ini Ahok seakan keukeuh bakal menggunakan jalur perseorangan yang dirintis oleh “Teman Ahok”.  Ibarat irama gendang yang ditabuh, publik  pun terseret permainan mantan Bupati Belitung Timur tersebut. Padahal, dibalik itu semua, Ahok sadar benar bahwa jalur perseorangan yang biasa disebut juga jalur independen, rentan digugurkan oleh verifikasi. Kendati begitu, berbagai opini tentang sikapnya sengaja dijaga secara konsisten.

Baru menjelang proses tahapan Pilkada, Ahok langsung menghentak dengan menentukan sikapnya maju melalui jalur Parpol. Tak pelak, banyak pihak yang kebakaran jengggot. Sebab, jalur Parpol tak melalui verifikasi. Selama rekomendasi DPC serta DPP ada di tangan, praktis tidak ada satu pun persoalan yang mampu menghambat. Tentunya, hal ini sangat tidak diinginkan para kompetitor mau pun haters Ahok.

Bila saat ini Ahok tetap ngotot maju melalui jalur independen, maka, proses pendaftaran sebagai bakal calon (Balon) berikut KTP dukungan, awal bulan depan sudah harus diserahkan pada KPU DKI Jakarta. Selanjutnya, bulan Agustus mendatang, pihak KPU akan mulai melakukan proses verifikasi administrasi. Selanjutnya, semisal berhasil lolos, sesuai Undang- Undang Pilkada  Pasal 48 (1a) Verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan a. Mencocokkan dan meneliti berdasarkan nomor induk kependudukan, nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat berdasarkan E KTP.

Setelah lolos, sesuai ayat (3) akan dilakukan verifikasi faktual selama 14 hari yang digelar dengan metode sensus ekonomi atau menemui setiap pendukung calon. Semisal nama pendukung belum bisa ditemui, maka pasangan calon diberi kesempatan menghadirkan yang bersangkutan ke kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS) maksimal tiga hari. Bila kesempatan yang diberikan diabaikan, otomatis KTP dukungan digugurkan.

 (3b). Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut.

Ribetnya verifikasi, belum lagi nantinya pasti ada dukungan KTP yang digugurkan karena tak lolos filter KPU, rupanya membuat Ahok balik badan. Dalam dunia politik, perubahan sikap merupakan suatu hal yang sah adanya. Begitu pun yang dilakukan Ahok, setelah berulangkali menggelar diskusi, baik dengan “Teman Ahok” mau pun Parpol, akhirnya ia menentukan pilihannya, yakni jalur Parpol.

“Teman Ahok” yang didominasi kalangan muda, adalah darah segar bagi kepentingan politik di ibu kota. Kendati begitu, mereka merupakan anak- anak muda yang “miskin” pengalaman berpolitik. Akibatnya, pada pengumpulan KTP dukungan saja terjadi kekeliruan sehingga harus diulang karena nama Ahok belum mempunyai pasangan. Kendati mereka optimis mampu memenuhi angka 1 juta KTP, tapi bila mengacu  jadual KPU DKI Jakarta , tanggal 3- 7 Agustus mendatang syarat dukungan harus sudah diserahkan.

Pilihan jalur Parpol bagi Ahok untuk menuju kursi DKI 1, harus diakui merupakan pilihan cerdas. Pasalnya, sempitnya waktu tak memungkinkan bagi “Teman Ahok” untuk mencari pengganti KTP dukungan bila nantinya saat verifikasi faktual ada dukungan yang digugurkan. Sementara di jalur Parpol, praktis  segala potensi “gangguan” mampu ditekan serendah mungkin. Belum lagi menjelang Pilkada, mesin politik tiga Parpol jelas lebih efektif dibanding mesin politik relawan besutannya. Perpaduan dua mesin politik tersebut, tentunya bakal menjadi tim yang ideal.

Itulah surprise yang dibuat Ahok, kendati ada yang menanggapinya secara dingin, namun tak sedikit yang blingsatan atas manuver yang dibuatnya. Paling tidak, para kompetitor  harus segera mengubah strategi pemenangannya. Beberapa pihak yang kebakaran jenggot, langsung melempar black campaign bahwa Ahok telah tega mengkhianati warga Jakarta yang telah menyerahkan KTP dukungan. Padahal, kalau dicerna dengan jernih, langkah Ahok adalah sikap yang cerdas dan minim resiko “keguguran”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun