Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Open House" ala Lapas Kota Magelang

13 Juli 2016   13:01 Diperbarui: 13 Juli 2016   15:01 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berjubel di kanopi (foto: dok pri)

Dalam perbincangan selama 30 menit, banyak hal yang bisa diceritakan. Ternyata Ari dan rekan-rekannya sesama napi narkoba yang mendapat rehabilitasi, tak pernah keluar dari bloknya. Segala aktivitasnya (yang paling banyak merenung) dikerjakan di kamar (sel) atau di blok. Soal menu makanan? Jangan ditanya, dijamin orang di luar lapas tidak bakal doyan. “Pokoknya jatah makan rasanya hanya dua. Kalau tidak asin ya tawar,” ungkapnya seraya nyengir.

Di pojok aula, seorang ibu berumur sekitar 70 tahun, menangisi putra bungsunya yang untuk kedua kalinya diperam di lapas ini. Ironisnya, kasusnya juga sama, yakni narkoba. Hanya berjarak sejengkal, seorang gadis cantik matanya sembab di hadapan sang kekasih. Lagi-lagi kesandung perkara barang laknat. Sedang pemuda yang di depannya hanya tersenyum kecut. Di sebelah pintu, dua anak kecil berumur 6 dan 4 tahun terlihat mendekap erat ayahnya yang dibelit kasus penggelapan.

Di aula, yang menjadi lokasi open house, terlihat canda, tangis, emosi, hingga kesedihan. Orang-orang terbuang tersebut, sepertinya bahagia dikunjungi kerabatnya. Seakan waktu 30 menit berlalu sedemikian cepat. Ketika waktu yang ditetapkan habis, petugas memberikan tanda. Untuk keluar melewati dua pintu portir, masih ada prosedur yang dilalui, yakni mengantre pengambilan KTP dan pemeriksaan stempel yang ada di tangan. Langkah ini dilakukan guna mengantisipasi adanya napi yang mencoba kabur dengan membaur kerumunan pembesuk.

Itulah sedikit catatan tentang open house bersama para napi. Apa pun kasusnya, di lapas kastanya tetap sama, yakni terpidana. Bila open house yang digelar pejabat tidak melalui pemeriksaan berlapis-lapis, sebaliknya, di sini untuk bertemu selama 30 menit, orang harus menunggu birokrasi selama hampir 3 jam. Pesan moral yang perlu disebarluaskan, jangan melanggar hukum bila tak sudi kebebasannya terkekang. Sebab, senikmat apa pun kehidupan di balik tembok bui, tetap lebih nikmat menjalani kehidupan sebagai orang yang merdeka. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun