Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Reuni Akbar ala Warga Salatiga di Jakarta

21 Mei 2016   17:36 Diperbarui: 21 Mei 2016   17:54 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Emak- emak yang bergaya dengan kaos kebanggan (foto: dok pri)

Kendati ribuan warga Kota Salatiga yang merantau ke Jakarta sudah berpuluh tahun tinggal di ibu kota, namun, jalinan silaturahmi antar mereka tak pernah putus. Minimal 3 tahun sekali, selalu digelar reuni akbar yang diprakarsai oleh Paguyuban Warga Salatiga (Pawarsa). Berikut sedikit catatannya.

Pawarsa Jakarta yang dikomandani Azis Said, sebenarnya sudah berkembang ke berbagai daerah. Tercatat, Cilacap, Yogyakarta, Surabaya, Bandung hingga Batam telah terbentuk kepengurusannya dengan anggota minimal 1.000 orang. Sedang di Jakarta sendiri, anggota yang tercatat mencapai 10.000 orang yang tersebar baik di ibu kota sendiri mau pun Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor.

Hajatan tiga tahunan yang selalu dikemas dengan label Temu Dulur Solotigo  ini, berlangsung di Taman Bunga Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur  dengan ketua panitia Endi Aras Agus Riyono, sang pemilik sekaligus penggagas berdiri Gudang Dolanan Indonesia di Depok, Jawa Barat. Pria pendekar (pendek tapi kekar) yang juga mantan wartawan seni, musik serta budaya tersebut memang aktif dalam setiap kegiatan Pawarsa. Selain sigap bergerak, ia dianggap mempunyai jaringan pertemanan yang luas.

Ketua panitia bersarung selfie dengan maskot (foto: dok pri)
Ketua panitia bersarung selfie dengan maskot (foto: dok pri)
Untuk menyiapkan gawe besar Temu Dulur Solotigo 2016, jauh- jauh hari Endi sudah bergerak ke sana – sini. Beberapa pentolan Pawarsa di berbagai kota dikontaknya, demikian pula beberapa pejabat penting di Salatiga rutin dikonfirmasi. Hasilnya, cukup memuaskan. Keluarga besar Roy Marten memastikan bakal hadir, demikian pula Djito Kassilo pendiri Marimenyani.com dan tokoh- tokoh lainnya. “ Setelah mereka dipastikan hadir, saya jadi lega,” tukas Endi.

Dibantu para relawan yang juga berasal dari Salatiga, ikut disiapkan berbagai sarana pendukung mulai beragam permainan tradisional, panggung musik dan tak ketinggalan kuliner khas Salatiga seperti sambal tumpang, tahu campur, soto ayam hingga ronde. Tidak ketinggalan ikut didirikan stand- stand yang memang dikhususkan untuk penjualan souvenir mau pun makanan ringan asal Salatiga.

Emak- emak yang bergaya dengan kaos kebanggan (foto: dok pri)
Emak- emak yang bergaya dengan kaos kebanggan (foto: dok pri)
Gelak Tawa dan Canda

Hingga hari yang dinanti tiba, sejak pagi ratusan warga Salatiga perantauan mulai berdatangan ke lokasi Temu Dulur Solotigo 2016. Seperti galibnya silaturahim akbar, maka masing- masing warga ikut menggandeng keluarganya. Bak dikudeta, areal Taman Air Bunga  Wiladatika dikuasai sepenuhnya anggota Pawarsa. Obrolan dalam bahasa Jawa mendominasi percakapan, seakan mereka tengah berada di kampung halamannya. Tawa dan canda merebak di segala penjuru taman. Apa lagi emak- emaknya, heboh banget.

Roy Marten yang memang selalu menjadi magnet di setiap acara Temu Dulur, dikerubuti warga. Selain permintaan selfie bareng, Roy juga dipaksa meladeni obrolan menggunakan bahasa kampung. Kendati begitu, bintang film tahun 80 an itu tetap meladeninya sembari mengumbar senyum. Mungkin pikirnya, toh hanya tiga tahun sekali.

Roy Marten baju putih tetap jadi magnet (foto: dok pri)
Roy Marten baju putih tetap jadi magnet (foto: dok pri)
Endi sang penjaga gawang Temu Dulur Solotigo 2016, di tengah acara pagelaran hiburan, langsung memulai beragam permainan tradisional. Mulai dari lempar sarung, bakiak , egrang batok hingga egrang bambu. Pada saat bakiak dimainkan, gelak tawa pun langsung bergemuruh. Pasalnya, permainan ini harus dimainkan oleh empat orang secara bersamaan. Bila salah satu tidak kompak, akibatnya peserta lainnya bakal terjungkal karena tali bakiaknya menyatu satu dengan lainnya.

Emak- emak terjungkal main bakiak (foto: dok pri)
Emak- emak terjungkal main bakiak (foto: dok pri)
Begitu pun dengan maskot Temu Dulur Solotigo 2016,  berupa gambar bus Esto yang dicetak ukuran raksasa, praktis diserbu warga. Mayoritas mereka berselfie di belakang gambar sehingga terkesan menjadi penumpang bus, pasalnya, kendati hanya berupa gambar namun sengaja direkayasa agar terlihat seperti aslinya. Untuk yang satu ini, kreatifitas panitia layak diacungi jempol.

Menjelang makan siang, gantian stand kuliner dikeroyok habis- habisan. Maklum, selama di Jakarta mereka tak pernah menikmati menu sambel tumpang koyor. Khusus menu ini, penitia sengaja mendatangkan koki dari Salatiga. Hal tersebut tidak sia- sia, terbukti dalam tempo singkat lauk padat kolestrol itu langsung ludes. “ Salah satu kuliner yang ga bisa ditemui di mana pun ya sambel tumpang koyor ini,” ujar salah satu warga.

Ini menu makan siangnya (foto: dok pri)
Ini menu makan siangnya (foto: dok pri)
Didirikan Tahun 1980

Dalam catatan saya, Pawarsa didirikan tahun 1980, di mana gagasan tersebut dimaksudkan untuk menjembatani komunikasi warga Kota Salatiga di perantauan. Awalnya (kalau tak salah) bernama Foruk komunikasi Keluarga Salatiga dan Sekitarnya (Fokkus), baru di tahun 90 an menyandang nama Pawarsa. Para pendiri diantaranya Aziz Said , Roy Marten, alm Totok Mintarto dan tokoh- tokoh lain menganggap, silaturahim harus tetap terjaga kendati masing- masing saban hari selalu tenggelam dalam rutinitas kesibukan di ibu kota.

Meski banyak yang mendulang sukses di ibu kota, namun anggota Pawarsa tidak abai dengan keberadaan kota asalnya. Komunikasi tetap dijalin, baik dengan elemen masyarakat mau pun para pejabatnya. Keberadaan Pawarsa, secara perlahan diakui eksistensinya karena selain rutin menggelar Temu Dulur setiap tiga tahun sekali, mereka juga mengadakan bakti sosial di kampung halamannya seperti khitanan massal serta pemberian bantuan pendidikan terhadap anak tak mampu.

Para pejabat Salatiga memainkan permainan tradisional (foto: dok pri)
Para pejabat Salatiga memainkan permainan tradisional (foto: dok pri)
Seiring dengan semakin kuatnya Pawarsa Jakarta, belakangan kota- kota lain ikut membentuknya. Pawarsa Batam merupakan paguyuban paling aktif menggelar silaturahmi. Anggotanya yang berjumlah sekitar 1.000 orang, saban bulan mengadakan pertemuan rutin. Begitu pula aktifitas lainnya seperti piknik bersama, mau pun kegiatan sosial lainnya terus menggelinding.

Demikian sedikit catatan tentang Temu Dulur Solotigo 2016, usai hajatan ini, Pawarsa yang bermarkas di Jalan Zamrud B Nomor 1 Cilandak Permai, Jakarta Selatan rencananya akan kembali pulang kampung untuk menggelar khitanan massal yang biasanya diikuti sekitar 100 anak. Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, keberadaan Pawarsa Jakarta mau pun kota lainnya layak diapresiasi. Berada di perantauan serta hidup nyaman, bukan berarti lupa dengan kampung halaman. Itulah gaya warga Salatiga. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun