Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Perjalanan Panjang Singkong Keju D-9 Salatiga

11 Januari 2016   17:41 Diperbarui: 19 Juli 2018   18:11 24370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Tak ada yang menyangka, singkong yang dikenal sebagai camilan masyarakat lapis bawah, ternyata di tangan Hardadi, warga Jalan Argowiyoto Nomor 8 A Kota Salatiga mampu menjelma menjadi kuliner yang diburu golongan atas. Tak hanya mengangkat derajatnya saja, aneka singkong presto tersebut juga telah menjadi ikon tersendiri bagi kota kecil itu.

Singkong mentah yang harga perkilonya hanya berkisar Rp 1.600,00 - Rp 2.000,00, setelah memperoleh sentuhan tangan Hardadi langsung melesat kelasnya. Untuk jenis frozen alias yang termurah harganya mencapai Rp 10 ribu/dus, padahal isinya cuma 7 ons. Sementara untuk singkong original Rp 15 ribu/dus, singkong keju Rp 16 ribu/dus dan singkong keju ceres Rp 17 ribu/dus. Dari sisi rasa, semua sama. Gurih, merekah serta nimat disantap.

Mengusung label D-9, praktis singkong presto buatan Hardadi menjadi buruan pecinta kuliner Salatiga mau pun luar kota. Hal tersebut terlihat ketika saya bertandang ke Jalan Argowiyoto (lebih pas disebung gang) yang lebarnya hanya sekitar 4 meter, sepanjang aspal dipenuhi deretan mobil-mobil yang antre membeli singkong keju. Untungnya saya tak punya kendaraan roda empat, jadi tidak perlu bersusah payah mencari tempat parkir.

Jalan yang sempit jadi padat oleh kendaraan konsumen singkong keju (foto: bamset)
Jalan yang sempit jadi padat oleh kendaraan konsumen singkong keju (foto: bamset)
Kedatangan saya ke rumah sekaligus pusat pengolahan singkong D-9, sebenarnya mau membeli makanan tersebut untuk saya kirimkan ke Bandung. Hampir setahun lebih saya tak melewati kawasan Jalan Argowiyoto ini. Saat tiba di lokasi, agak terheran-heran saya melihat deretan mobil yang parkir di lahan sempit. Lha wong cuma mau makan singkong kok sepertinya susah banget. Para penumpang kendaraan plat luar kota tersebut, saya lihat antre menunggu pesanannya. Lucunya, masing-masing konsumen dibatasi jumlah pembeliannya. Satu orang maksimal 5 dus, tak boleh lebih.

Ini agak aneh bagi kaca mata bisnis, harusnya pedagang melepas barang dagangannya sebanyak mungkin, Hardadi malah membatasinya. Konon, ia enggan mengecewakan calon pembeli. “ Mereka jauh-jauh dari luar kota, mampir Salatiga ingin membeli oleh-oleh singkong. Kalau pembelinya tidak kami batasi, mereka pasti tak kebagian,” dalihnya ketika berbincang dengan saya.

Singkong Keju produksi D-9 yang rasanya maknyus (foto: bamset)

Perjalanan Penuh Liku

Kendati dalih yang dikemukakan bagi saya yang awam bisnis kurang masuk akal, namun apa yang disampaikan Hardadi saya amini saja. Saya malah jadi lebih tertarik dengan sepak terjangnya yang mampu mengangkat kasta singkong menjadi santapan kalangan gedongan. Sebab, kalau hanya melihat keberadaannya sekarang ini, sepertinya kurang adil. Semisal pria yang mempunyai anak 3 tersebut telah berstatus sebagai milyader singkong, namun saya ingin menelisik lebih jauh. Usai membayar 5 dus singkong keju pesanan saya, saya menyampatkan diri berbincang dengan Hartadi.

Hardadi yang kelahiran tahun 1971 sebenarnya sempat tersesat di jalan yang terang, ia salah gaul. Akibatnya, selain tak mempunyai pekerjaan tetap, dirinya juga kerap terserempet masalah hukum. Meski sudah memiliki anak istri, tetapi sepertinya pintu taubat masih menjauhinya. Untungnya, Dyah Kristanti yang menjadi istrinya setia mendampinginya. “ Saya percaya suatu saat suami saya akan berubah,” kata Dyah ketika nimbrung dalam perbincangan.

Sembari menunggu pesanan, pengunjung menikmati singkong di tempat (foto: bamset)
Sembari menunggu pesanan, pengunjung menikmati singkong di tempat (foto: bamset)
Hingga di tahun 2009, Hardadi kena batunya. Ia ditangkap petugas Polresta Surakarta karena menggunakan narkoba, akibatnya, dirinya divonis 6 bulan penjara dan harus mengeram di Lembaga Pemasyarakatan setempat. “ Bapak menempati blok narkoba kamar D-9,” tutur Dyah yang tak malu menceritakan sisi kelam suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun