Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sego Kucing, Bisnis Tak Kenal Krisis

9 Januari 2016   17:36 Diperbarui: 9 Januari 2016   17:47 2132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Danang yang mengaku warga Klaten dekat perbatasan Kabupaten Gunung Kidul, DIY mengaku, ia mulai membuka Sego Kucing sejak tahun 1997. Bermodalkan uang tunai Rp 3 juta untuk membeli gerobak kayu sebesar Rp 1.250.000,00 (waktu itu), peralatan gelas, ceret serta tenda, dirinya mendirikan warungnya di trotoar Jalan Diponegoro. “ Untuk nasi dan lauk lainnya, ada yang nyetori. Saya hanya menyiapkan minumannya,” ungkapnya.

Ada service lebih bagi pelanggan yang makan di warung Sego Kucing, yakni aneka lauk bacem sebelum dimakan, biasanya dipanggang dulu di atas perapian angklo. Dari kolaborasi arang kayu, hasil panggangan menimbulkan aroma sensasi yang berbeda. Untuk orang yang perutnya tengah didera lapar, maka nafsu makannya bakal berlipat. Lantas bagaimana dengan tempat duduk ? Anda boleh memilih duduk di bangku kayu atau selonjor di atas tikar yang dipasang di trotoar tentunya.

[caption caption="Ini Warung Sego Kucing yang sudah dimodifikasi (foto: Bamset)"]

[/caption]

Dari berbagai makanan yang disetorkan, Danang mengambil untung Rp 150,00 / bungkus. Demikian untuk lauknya, ia juga hanya mendapatkan keuntungan yang sama. In come paling besar didapat dari minuman, dalam sehari omzet rata- rata yang dikantonginya mencapai Rp 300 ribu- Rp 500 ribu. Keuntungan bersihnya berkisar Rp 100 ribu- Rp 150 ribu ! Menggiurkan bukan ? Padahal dirinya buka pk 17.00, sekitar pk 00.00 biasanya dagangan sudah ludes.

Meski identik dengan warung makan rakyat papan bawah, namun tidak semua warung Sego Kucing hanya dikunjungi golongan marginal. Salah satu warung Sego Kucing di Jalan Senjoyo Kota Salatiga, yakni Sego Kucing Pak Sus, ternyata pelanggannya adalah gadis- gadis muda berbau harum. Bila mendekati pk 18.00 seusai maghrib, terlihat mobil- mobil berderet. Pengemudinya nongkrong di trotoar sembari menyantap sebungkus nasi.

Selidik punya selidik, ternyata Sego Kucing Pak Sus menyediakan menu sego kucing yang berbeda. Di mana, sebungkus nasi yang ia sediakan selalu hangat dan berasal dari beras pilihan. Konsekuensinya, harga perbungkus juga lebih mahal Rp 1.000,00 dibanding warung lainnya. Jadi, semisal mau mengisi perut sembari cuci mata, di sinilah tempatnya. Sebab, banyak mahasiswi atau karyawati muda berwajah kece ikutan nongkrong.

Dari testimoni yang diungkapkan Danang mau pun pedagang lainnya, saya berkesimpulan bahwa warung makan Sego Kucing, selainnya keberadaannya mampu membantu konsumen kalangan bawah, ternyata merupakan bisnis yang tak mengenal krisis. Pada saat badai krisis ekonomi menerpa Republik ini hingga mengakibatkan perusahaan- perusahaan besar gulung tikar, Sego Kucing tetang eksis. Begitulah, rakyat kecil biasanya memang lebih liat serta selalu optimis. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun