Wadoh ! Urusan dengan orang goblok memang repot. Bawen, Kabupaten Semarang memang ada percetakan milik Kompas Group, tapi oleh Sup dianggap percetakan itu juga kantor redaksi. Biar semakin ruwet, pertanyaannya saya iyakan. Sudah saya jawab iya, eh bukannya pamit, ia malah mengajak saya ke Bawen untuk menemui redaksi. “ Kalau saya turuti, berarti tingkat kewarasan saya sangat diragukan,” pikir saya.
Untuk itu, saya sarankan agar Sup datang sendiri ke Bawen. Dalih saya, pantang bagi wartawan Kompasiana meralat berita yang telah terlanjut ditayangkan. Demi mendengar saran saya, ia marah- marah tak jelas juntrungnya. Saya diberi pilihan dua, ikut ke Bawen atau dirinya bakal mengobrak abrik rumah saya. Ancaman yang dilontarkan tersebut, membuat saya meradang.
Saya menegaskan, saya memilih yang kedua. Silahkan obrak abrik rumah saya. Bila belum pernah berurusan dengan hukum di Salatiga, mau dicoba saya persilahkan. “ Mungkin kamu sudah pengalaman keluar masuk di penjara Kabupaten Semarang atau tempat lain. Tapi, kalau sampai masuk ke rumah tahanan Salatiga. Saya pastikan selama berada di dalam, hidupmu akan sengsara. Salah- salah bisa jadi ‘toilet’ hidup,” kata saya tegas.
Ternyata Sup mau pun rekannya tak begitu mabuk, terbukti, ia hanya menebar ancaman. Bila suatu saat ketemu saya di luar, apa lagi ketemunya di wilayah Kabupaten Semarang, saya bakal dikerjain habis- habisan. Keduanya meninggalkan rumah, konon menuju kantor redaksi Kompasiana hahahaha, masa bodo. Goblok dipelihara, salah sendiri. Masih mending pelihara ayam, bisa diambil telurnya dan dagingnya.
Itulah tiga kejadian yang nyaris membuat saya celaka, untungnya, saya menyikapinya dengan kepala dingin. Sehingga sampai sekarang semuanya aman- aman saja. Paska peristiwa tersebut, saya sangat berhati- hati menulis reportase yang miskin pembaca. Malas menghadapi resikonya. Selanjutnya, saya cenderung bermain aman, cukup menulis opini atau artikel lain yang tidak masuk katagori reportase daerah.
Demikian yang bisa saya bagikan, ternyata bila tak cerdas “bermain” di Kompasiana, salah- salah bisa celaka. Kendati saat ini kadang saya masih menulis reportase, namun, sengaja saya batasi untuk menulis yang ringan- ringan saja. Semisal berbau kriminal pun, pasti akan saya pastikan sumbernya terlebih dulu. Memang, berkat Kompasiana saya jadi demen menulis, tapi kalau terlalu bernafsu, rupanya tak begitu baik bagi otak. Sebab, dipaksa mengurusi masalah- masalah yang tidak penting. Salam Kompasiana. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H