Tanpa menunggu lebih lama, beberapa anak muda di kampung saya kumpulkan. Dalam tempo singkat, sudah terkumpul 20-an sukarelawan. Karena perjalanan dari Kopeng menuju Semarang harus melewati Kota Salatiga, kami sepakati menghadang bus di depan MAN jalan KH Wahid Hasyim. Hampir 30 menit kami menunggu, diduga bus ngetem dulu di pasar Rejosari.
Setelah bus kelihatan, kami langsung menghadangnya. Saya katakan pada pengemudi, kami ada keperluan dengan kernetnya. Saat diturunkan secara paksa, sebenarnya ia akan melawan, namun melihat puluhan orang yang terlihat beringas, akhirnya dia menurut. Laki- laki tersebut bernama Bejo, usia 28 tahun warga Sumogawe, Getasan, Kabupaten Semarang. Selanjutnya kami bawa ke rumah korban. Sambil menunggu kedatangan korban berikut keluarganya, ia kami ajak "diskusi" secara baik- baik. Giliran korban datang, dan memastikan dirinya adalah pelakunya, maka "diskusi" berlangsung keras.
Seperti layaknya seorang tersangka tindak asusila, Bejo endapat perlakuan sangat keras. Kami mengorek keterangan lebih dalam siapa pelaku yang lain. Karena jalannya “diskusi” melibatkan banyak orang, keterangan yang kami dapat sering terputus- putus. Pasalnya, baru akan bicara, ada pukulan yang mendarat. Saat bakal membuat pengakuan, kembali tendangan ke mulutnya datang bertubi- tubi.
Tersangka Lain Guru Agama
Karena “diskusi” berjalan tersendat, akhirnya massa saya minta bersabar dulu. Melalui interogasi singkat, Bejo membuat pengakuan, ia melakukan pemerkosaan bersama Mono warga Ngablak, Kabupaten Magelang. Laki- laki berumur 55 tahun tersebut, sehari- harinya mengajar di salah satu SD di Ngablak. Yang membuat kami kaget, Mono adalah guru agama.
Tak tahan dihajar, Bejo yang awalnya mengaku tak mengetahui alamat detail Mono, belakangan menyebutkan secara rinci rumah koleganya berikut denah desanya. Usai mengantongi pengakuan Bejo, lima warga yang dipimpin mas Arif (sekretaris RW) langsung berangkat untuk menjemput penjahat kelamin itu.
Sembari menunggu kedatangan Mono, Bejo dengan terbata- bata menuturkan bahwa Mono, selain sebagai guru, setiap malamnya narik ojek. Pantesan, hari Jumat lalu ia lewat di depan obyek wisata Kopeng. Hampir satu jam tubuh Bejo dijadikan sanzak hidup oleh warga, ia telah berdarah- darah. Wajahnya remuk tak berbentuk. Khawatir nyawanya melayang, akhirnya saya hubungi Polres Salatiga agar menjemputnya.
Sekitar 30 menit Bejo diamankan petugas, rombongan penjemput Mono tiba di rumah korban. Meski kami sudah mengantongi keterangan rekannya,tapi Mono tetap ngotot tak mengakui perbuatannya. Hal inilah yang membuat warga beringas, tanpa ampun laki- laki bangkotan itu dihajar habis- habisan. Tidak ada lagi interogasi, yang bicara saat itu kayu, besi dan batu. Saya sendiri agak khawatir bila warga kebablasan dalam memberi pelajaran, sebab, tubuh kekar Mono sudah tergeletak di lantai berikut darah yang terus mengucur. Menjaga agar nyawanya tetap bertahan, pihak kepolisian kembali saya kontak.
Saat piket Reskrim tiba di rumah korban, Mono telah tak berdaya. Tubuhnya benar- benar remuk, ia hanya mengenakan celana dalam lusuh ketika diangkut mobil patroli. Oleh petugas, baik Bejo mau pun Mono langsung dilarikan ke RSUD Salatiga. Bejo menjalani perawatan satu minggu, sedang Mono akibat parahnya luka yang diderita, terpaksa harus mondok hingga 30 hari.
Setelah sembuh, dua tersangka ini dilimpahkan ke Pengadilan Ungaran, kabupaten Semarang. Keduanya dijerat pasal 285 KUHP yang ancaman hukumannya 12 tahun penjara. Majelis Hakim yang mengadili sama sekali tak melihat adanya unsur yang meringankan, sesuai tuntutan Jaksa, dua penjahat kelamin itu divonis 12 tahun penjara. Mono dipecat dari profesi guru. Tahun 2009 lalu, naik Bejo mau pun Mono telah menghirup udara bebas.
Demikian pengalaman saya memburu pelaku pemerkosaan terhadap seorang gadis cilik penyandang tunawicara. Keberhasilan itu berkat kerja sama yang baik antara korban dengan warga lainnya, tanpa dukungan mereka, tak mungkin dalam tempo 6 hari kasus yang sangat rumit tersebut mampu terungkap. Sekarang korban telah dewasa dan bekerja di luar pulau Jawa, semoga ia bisa hidup bahagia. (*)