Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sssttt, MK Berangus Hak Istimewa Wakil Rakyat

13 Juli 2015   01:08 Diperbarui: 13 Juli 2015   08:29 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putusan uji materi Undang – Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK), ternyata membuat kelimpungan para politisi yang duduk di parlemen. Pasalnya, mereka diharuskan mengundurkan diri dari kursi empuk wakil rakyat saat ditetapkan menjadi calon kepala daerah.

Diberangusnya hak istimewa para wakil rakyat ini memang cukup mengejutkan, sebab, selama Pilkada langsung yang dimulai 10 tahun lalu, para kandidat calon kepala daerah dari unsur DPRD Kabupaten/Kota, DPRD provinsi, DPD hingga DPR RI tak perlu mengundurkan diri. Ketika gagal di hajatan Pilkada, mereka bisa kembali menikmati posisinya sebagai wakil rakyat.

Putusan MK mengenai UU Nomor 8 Tahun 2015 yang menyangkut “syahwat” berpolitik para wakil rakyat, tercantum di pasal 7 huruf s. Di mana, pasal tersebut dianggap diskriminatif karena tak mengharuskan anggota DPR,DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah berhenti dari jabatannya.

Dalam pasal 7  huruf s disebutkan, memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota kepada pimpinan DPR bagi anggota DPR, kepada pimpinan DPD bagi anggota DPD  atau kepada pimpinan DPRD bagi anggota DPRD. Oleh MK, pasal ini dicabut, digantikan harus mengundurkan diri ketika sudah ditetapkan menjadi calon kepala daerah.

Putusan MK atas judicial review yang diajukan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan bernama Adnan Purichta Ichsan ini, tak pelak langsung menimbulkan kegaduhan di daerah mau pun pusat. Para calon kepala daerah, yang datang dari unsur  legislatif, buru- buru berhitung ulang atas pencalonannya. Diduga keras, mereka tak siap kehilangan kursinya di lembaga wakil rakyat, mengingat baru setahun didudukinya.

Politisi Kelimpungan

Pencabutan hak istimewa yang selama sepuluh tahun terakhir ini telah dinikmati para anggota dewan yang terhormat, langsung membuat politisi- politisi daerah hingga pusat kelimpungan. Bagaimana tidak, setahun lalu di Pemilu legislatif 2014, mereka sudah habis- habisan untuk menggaet kursi di DPRD, DPD dan DPR RI. Ternyata, ketika “syahwat” politiknya tengah berkobar guna bertarung di Pilkada, mendadak diamputasi oleh MK.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sendiri, saat membuka akademi politik kebangsaan di Kantor DPP PKB Jakarta Pusat, Minggu (12/7) terlihat meradang dalam menyikapi putusan MK. “ Aka nada kekacauan yang mengganggu proses demokrasi kita. MK ini kalau mengeluarkan putusan selalu mepet,” jelasnya kepada kompas.com.

Menurut Muhaimin, ada sekitar 16 anggota DPR/DPRD provinsi dan kabupaten/kota dari PKB yang memikirkan ulang niatnya maju menjadi kepala daerah. Pasalnya, para calon kepala daerah belum siap mundur sebagai anggota legislatif  karena belum dijamin menang dalam Pilkada.

Entah kekacauan seperti yang dimaksud Muhaimin, tetapi, apa yang disampaikan Muhaimin, ternyata juga diamini oleh Bendahara Fraksi Partai Hanura di DPR RI Miryam S Haryani. Ia menyesalkan putusan MK yang mengharuskan anggota DPR,DPD dan DPRD mundur saat menjadi calon kepala daerah. Putusan itu, dianggap tidak sesuai dengan alas an putusannya.

11-12 dengan Miryam, anggota DPR RI Syarif Abdulah Al Kadrie juga mengkritik putusan MK. Ia yang merupakan Skretaris Fraksi Partai Nasdem, sebelum berniat maju sebagai calon Gubernur Kalimantan Barat pada pilkada serentak periode 2018 mendatang. Namun, dengan adanya putusan MK, dirinya langsung berfikir ulang.

Berbeda dengan sikap para politisi yang kelimpungan atas putusan MK, sebaliknya politisi Partai Demokrat bersikap lebih realistis. Sekretaris Jendral partai besutan SBY tersebut, yakni Hinca Panjaitan mengaku menghormati putusan MK. Terkait hal itu, ia mempersilahkan kadernya memilih apakah ingin tetap menjadi anggota dewan atau mengambil resiko untuk mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah.

Seperti galibnya seorang politisi, baik di tingkat daerah mau pun pusat, “libido” politiknya kerap meluap- luap. Saat menjelang pemilu legislatif, ia royal mengumbar janji agar terpilih menjadi legislator. Setelah sukses menduduki kursi DPRD, DPD hingga DPR, hasratnya meraih jabatan tetap saja tak terbendung. Mereka lagi- lagi ingin bertarung di Pilkada.

Hampir sepuluh tahun ini, mereka mengenyam nikmatnya hak istimewa sebagai wakil rakyat. Ketika keok di Pilkada, mereka kembali melenggang menduduki pos lamanya di lembaga legislatif. Di daerah, setiap perhelatan pilkada, pasti ada kandidat dari DPRD mau pun DPR RI. Tetapi, dengan adanya putusan MK, diyakini ambisi menjadi kepala daerah di benak para wakil rakyat akan langsung melempem bak kerupuk diguyur air. (*)

Sumber : kompas.com/Muhaimin.Anggap.Putusan.MK.Buat.Kekacauan

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun