Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sssttt, Mensesneg Tak Tahu Kepanjangan BIN?

9 Juli 2015   01:37 Diperbarui: 9 Juli 2015   01:52 3457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun kemudian, yakni tahun 1949, Menteri Pertahanan yang dijabat Sri Sultan HB IX, merasa kurang puas atas kinerja lembaga intelijen yang ada. Terkait hal tersebut, Sri Sultan HB IX membentuk Dinas Chusus (DC). Program rekruitmen DC merupakan program awal masuknya personil intelijen sipil non militer. Di mana, pihak Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat sempat menggembleng para calon inteleijen ini. Usai mendapat pendidikan dan pelatihan, personilnya banyak diterjunkan di berbagai operasi khusus.

Tahun 1952 hingga tahun 1958, dampak persaingan di tubuh militer, hampir semua angkatan termasuk kepolisian memiliki badan intelijen sendiri. Karena hal tersebut menimbulkan aura dunia intelijen yang tidak sehat, akhirnya tanggal 5 Desember 1958 Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi  Intelijen (BKI) di bawah pimpinan Kolonel Laut Pirngadi. Setahun kemudian, BKI diubah namanya menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) dengan  DR Soebandrio sebagai kepalanya.

Usai pecahnya G 30 S PKI tahun 1965, Soeharto yang memimpin Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Komkamtib), membentuk Satuan Tugas Intelijen (STI) di seluruh Komando Daerah Militer (Kodam). Hingga tanggal 22 Agustus 1966, Presiden RI kedua tersebut mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) dan menunjuk Brigjen Yoga Sugama sebagai kepalanya.

Kurang dari setahun kemudian, tanggal 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden untuk merubah nama KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara lazim disebut BAKIN yang dipimpin oleh Mayjen Soedirgo. Pergantian nama ini, menjadikan BAKIN sebagai lembaga intelijen yang cukup disegani, baik di dalam negri mau pun di luar negri.

BAKIN semakin moncer di tahun 1970, di mana di dalam lembaga tersebut dibenamkan Deputi III Pos Operasi Khusus yang dikendalikan Brigjen Ali Moertopo yang nota bene merupakan sohib Soeharto. Sepak terjang BAKIN di awal orde baru tidak terbendung di semua lini, berbagai operasi, termasuk politik kerap dilakoninya. Bahkan, dibalik kelahiran Golongan Karya (Golkar), BAKIN ikut berperan.

Sampai akhirnya Soeharto tumbang di tahun 1998, nama BAKIN tetap dipertahankan oleh Presiden RI ketiga BJ Habibie. Baru setelah Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI keempat, BAKIN berganti nama jadi Badan Intelijen Negara (BIN) hingga sekarang ini. Dari seluruh perjalanan lembaga intelijen tersebut, sedikitnya telah enam kali berganti nama. Ingat, nama belakangnya bukan Nasional, tapi Negara. (*)

Sumber : kompas.com/Istana.Akui.Salah.Penulisan.dalam.Undangan.Pelantikan.Kepala.BIN?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun