Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sssttt, Mensesneg Tak Tahu Kepanjangan BIN?

9 Juli 2015   01:37 Diperbarui: 9 Juli 2015   01:52 3457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelantikan Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang berlangsung Rabu (8/7) siang di Istana Negara, ternyata menyisakan kegaduhan tersendiri. Pasalnya, undangan pelantikan yang sudah terlanjur disebarkan pihak Setneg menyebut bahwa kepanjangan BIN adalah Badan Intelijen Nasional.

Kekeliruan menyebut kepanjangan lembaga telik sandi yang tertuang dalam undangan resmi atas nama Menteri Sekretaris Negara (Mensegneg) Pratikno, tak pelak lagi menimbulkan berbagai pertanyaan. Bagaimana mungkin Setneg yang merupakan dapur Istana Negara sampai sedemikian ceroboh sehingga dengan seenaknya mengganti nama Badan Intelijen Negara menjadi Badan Intelijen Nasional ?

Undangan yang terlanjur disebar kepada para pejabat negara ini,untungnya segera terdeteksi. Kendati sempat mampir ke meja- meja petinggi negri, namun pihak Setneg langsung mengantisipasinya dengan cara menariknya dan menggantinya. Sebagaimana dilansir kompas.com, Rabu (8/7), pihak Setneg yang diwakili Deputi Bidang Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden Djarot Sri Sulistyo buru- buru meminta maaf secara tertulis.

“ Kementerian Sekretariat Negara memohon maaf atas hal tersebut. Kementerian Sekreatariat Negara akan berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas layanan administrasi di lingkungan lembaga kepresidenan,” kata Djarot dalam keterangan tertulisnya.

Membaca kreatifitas pihak Setneg ini, saya yang awam dengan dunia intelijen ikut terheran- heran. Istana yang harusnya menjadi sarang orang- orang cerdas, ternyata untuk mengurusi hal sepele saja tak becus. Lantas, bagaimana mau mengurusi administrasi seluruh Republik ?

Bukan hanya saya yang termangu, Sukamta anggota Komisi I DPR RI yang menerima undangan  mengaku tidak akan hadir di hajatan pelantikan Sutiyoso gara- gara undangannya keliru. Menurutnya, Setneg semestinya lebih teliti, sebab undangan tersebut ditujukan untuk lembaga negara lain. “ Masa sih buat undangan keliru. Mau jadi Republik keliru ? Mestinya zero tolerance, apa lagi untuk kesalahan begini,” ucapnya.

Sejak Tahun 1945

Tanpa bermaksud menggurui Mensegneg Pratikno mau pun staf Setneg lainnya, saya akan sedikit mengupas sejarah BIN yang usianya nyaris sama dengan umur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Sekedar pencerahan, atau menyegarkan ingatan para punggawa Istana, kiranya apa yang saya kupas bisa dijadikan  bahan diskusi tingkat RT.

BIN yang artinya Badan Intelijen Negara (bukan Nasional), janinnya sudah ada sebelum NKRI memperoleh kemerdekaan. Tepatnya jaman pendudukan Jepang tahun 1943, di mana, Jepang mendirikan lembaga pendidikan  intelijen local dengan nama Sekolah Intelijen Militer Nakano. Salah satu alumninya adalah Kolonel Zulkifli Lubis yang juga mantan tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Hingga usai kemerdekaan tahun 1945, pemerintah Indonesia membentuk Badan Intelijen Republik dengan label Badan Istimewa yang dipimpin Kolonel Zulkifli Lubis. Melalui pelatihan khusus intelijen di Ambarawa, Kabupaten Semarang, awal tahun 1946 personilnya dilantik menjadi anggota Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI).

Masih di tahun yang sama, Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk Badan Pertahanan B yang dimpimpin mantan komisioner polisi. Hingga tanggal 30 April 1947, komponen intelijen digabung menjadi satu di bawah kendali Menteri Pertahanan (termasuk BRANI).

Dua tahun kemudian, yakni tahun 1949, Menteri Pertahanan yang dijabat Sri Sultan HB IX, merasa kurang puas atas kinerja lembaga intelijen yang ada. Terkait hal tersebut, Sri Sultan HB IX membentuk Dinas Chusus (DC). Program rekruitmen DC merupakan program awal masuknya personil intelijen sipil non militer. Di mana, pihak Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat sempat menggembleng para calon inteleijen ini. Usai mendapat pendidikan dan pelatihan, personilnya banyak diterjunkan di berbagai operasi khusus.

Tahun 1952 hingga tahun 1958, dampak persaingan di tubuh militer, hampir semua angkatan termasuk kepolisian memiliki badan intelijen sendiri. Karena hal tersebut menimbulkan aura dunia intelijen yang tidak sehat, akhirnya tanggal 5 Desember 1958 Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi  Intelijen (BKI) di bawah pimpinan Kolonel Laut Pirngadi. Setahun kemudian, BKI diubah namanya menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) dengan  DR Soebandrio sebagai kepalanya.

Usai pecahnya G 30 S PKI tahun 1965, Soeharto yang memimpin Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Komkamtib), membentuk Satuan Tugas Intelijen (STI) di seluruh Komando Daerah Militer (Kodam). Hingga tanggal 22 Agustus 1966, Presiden RI kedua tersebut mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) dan menunjuk Brigjen Yoga Sugama sebagai kepalanya.

Kurang dari setahun kemudian, tanggal 22 Mei 1967 Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden untuk merubah nama KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara lazim disebut BAKIN yang dipimpin oleh Mayjen Soedirgo. Pergantian nama ini, menjadikan BAKIN sebagai lembaga intelijen yang cukup disegani, baik di dalam negri mau pun di luar negri.

BAKIN semakin moncer di tahun 1970, di mana di dalam lembaga tersebut dibenamkan Deputi III Pos Operasi Khusus yang dikendalikan Brigjen Ali Moertopo yang nota bene merupakan sohib Soeharto. Sepak terjang BAKIN di awal orde baru tidak terbendung di semua lini, berbagai operasi, termasuk politik kerap dilakoninya. Bahkan, dibalik kelahiran Golongan Karya (Golkar), BAKIN ikut berperan.

Sampai akhirnya Soeharto tumbang di tahun 1998, nama BAKIN tetap dipertahankan oleh Presiden RI ketiga BJ Habibie. Baru setelah Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI keempat, BAKIN berganti nama jadi Badan Intelijen Negara (BIN) hingga sekarang ini. Dari seluruh perjalanan lembaga intelijen tersebut, sedikitnya telah enam kali berganti nama. Ingat, nama belakangnya bukan Nasional, tapi Negara. (*)

Sumber : kompas.com/Istana.Akui.Salah.Penulisan.dalam.Undangan.Pelantikan.Kepala.BIN?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun