Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapitalisme Melanda Pasar Tradisional Salatiga

22 Desember 2014   22:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:41 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1419237413928389040
1419237413928389040
Lahan Pasar Jetis yang mangkrak dipenuhi semak belukar

Belakangan CVB Bhakti Muda selaku investor kelimpungan, brankas perusaan ludes dan berimplikasi pada mangkraknya proses pembangunan pasar berdesain lantai II. Saat lantai dasar sudah mulai difungsikan, pedagang lama yang mampu membelinya hanya berjumlah 50 an orang. Selebihnya, bangkrut.

Yang paling gres adalah kepemimpinan Walikota Salatiga Yulianto SE MM. Mantan anggota dewan dari partai gurem ini ngotot menyerahkan asset Pasar Rejosari kepada Investor PT Patra Berkah Itqoni (PBI) dari Malang, Jawa Timur. Nilai investasi yang akan dibenamkan, lumayan besar, yakni Rp 59 milyar.Seperti para pendahulunya, ia berdalih bahwa APBD Kota yang dipimpinnya tidak memiliki cukup dana untuk membangun pasar tradisional tersebut.

Dalih yang dikemukakan pak Wali tak mengada- ada, tapi juga tak sepenuhnya benar. Kota Salatiga yang hanya mempunyai wilayah empat kecamatan, total APBDnya mencapai Rp 600 – 700 milyar. Yang membuat masyarakat tergeran- heran,SILPA tahun 2011 Rp 90 milyar,tahun 2012 Rp 120 milyar, tahun 2013 Rp 193 milyar dari total APBD Rp 600 milyar. Padahal 55 persen untuk belanja rutin dengan asumsi senilai Rp 330 milyar.Dan yang paling akhir tahun 2014 SILPA diperkirakan mencapai tembus diatas Rp 200 milyar.

“ Melihat SILPA sampai ratusan milyar, kalau dibilang tak ada dana untuk membangun Pasar Rejosari apa itu bukan pembohongan publik ?” tandas Rukimin gregetan.

Rukimin yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Pasar rejosari (P3R) Kota Salatiga, sebenarnya merupakan warga yang baik. Ia tak pernah melanggar hukum dan selalu taat dengan peraturan. Tetapi, melihat kondisi keuangan Pemkot Salatiga, ditambah adanya unsure rekayasa proses revitalisasi pasar, akhirnya ia meradang. Didukung sekitar 250 an pedagang, mereka terus melakukan perlawanan(baca : http://politik.kompasiana.com/2014/12/07/duhsusahnya-menagih-janji-presiden-joko-wi-708960.html ).

P3R boleh- boleh saja melawan, sedang di pihak investor memiliki paradigm tersendiri. Dengan biaya berdagang Rp 9 juta/ M2 untuk los serta Rp 13 juta/M2 bagi pedagang kios, Investor menilai lokasi Pasar Rejosari sangat strategis sehingga bila dibangun menjadi Pasar Modern, dipastikan mampu mengundang konsumen dari luar kota untuk berwisata belanja. “ Itu namanya paradigma ngawur dan sangat tidak masuk akal. Sebab, ketika Jalan Lingkar Selatan difungsikan, ternyata arus lalu lintas yang melewati Pasar Rejosari berkurang hampir 50 %. Trus pembeli dari mana yang akan datang ? Dari Hongkong ? “ tukas Rukimin dengan mimik serius.

1419237512984791877
1419237512984791877
Pedagang Pasar Rejosari berdoa bersama sebelum berangkat ke Pengadilan

Menurut Rukimin, dari sekitar 400 pedagang di Pasar Rejosari, bila nantinya tetap dipaksakan menjadi Pasar modern berlantai III, maka 70 hingga 80 % pedagang akan mengalami kebangkrutan. Bila hal tersebut terjadi, lantas siapa yang paling dirugikan ?

“ Yang dirugikan ya kami- kami ini. Namanya saja pedagang gurem, kalau suruh membayar los Rp 9 juta / meter 2 dan kios Rp 13 juta/ meter 2, uang dari mana ? Wong sehari bisa untung Rp 20.000,00 saja sudah sangat disyukuri kok suruh bayar puluhan juta,” ujarnya menutup pembincaraan.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun