Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, Presiden Paling 'Eksentrik'

16 Februari 2016   06:39 Diperbarui: 16 Februari 2016   07:09 2656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Duo Presiden dengan Nawa yang berbeda. repro bewe"][/caption]

Saya melihat, Jokowi itu 'nyentrik'. Kelakar politik serta gagasannya serba mengejutkan. Pihak yang bersebarangan sudah pasti mencibir dan memperolok, tetapi bagi para pengikut setia menjadi inspirasi untuk acungkan jempol.

Detik-detik tumbangnya Presiden Pertama Soekarno, Jokowi manfaatkan untuk membius ratusan juta calon pemilih pada pilpres 9 Juli 2014 silam.

Kelincahan berfikir Jokowi, terlepas itu karena dibujuk atau memang dia itu cerdas, meng-epigon Nawaksara Bung Karno. Saya menghindari istilah plagiat, karena Nawacita tidak sama dengan Nawaksara.

Perbedaan paling mendasar, Nawaksara itu merupakan sebuah titik balik atau detik-detik runtuhnya kekuasaa Soekarno.

Nawaksara, adalah pidato pertanggungjawabab Presiden Soekarno terkait dengan peristiwa G-30-S di depan MPRS. Soekarno 22 Juni 1966 membaca Nawaksara dengan gaya oratornya yang khas menggeledek serta menggebu.

Naif, Nawaksara yang diperbaiki dan dipidatokan ulang pada 10 Januari 1967 ditolak MPRS tanggal 16 Januari tahun yang sama. Dan habislah kekuasaan Soekarno.

Nawacita, meski tidak secara formal dibacakan pada 20 Oktober 2014, saat Jokowi dilantik MPR menjadi Presiden RI Ketuju, tetapi secara implisit terkandung di dalam pidato politik Di bawah Kehendak Rakyat dan Konstitusi.

Lalu, di mana letak nyentriknya Jokowi? Dia lihai memetik istilah. Supaya ada aroma sedikit heroik dan berejarah secara sengaja dia ambil kata Nawa (sembilan) untuk program yang akan dijalankan selama 5 tahun menjabat Presiden.

Nawacita, merupakan prolog atau pintu gerbang untuk membangun. Sementara Nawaksara merupakan sebuah epilog, atau sad-ending kekuasaan yang menggelisahkan bahkan menyedihkan.

Itu yang sempat saya tangkap dan amati. Jokowi, meski bukan pewaris, dia mewarisi heroisme Bung Karno. Salam dua presiden.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun