Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

"Wajah Baru" Karakter Anak Indonesia

11 Januari 2025   09:59 Diperbarui: 13 Januari 2025   09:04 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (Sumber: SINERGIA ANIMAL via KOMPAS.com)

Kemarin ada drama kecil di rumah kami. Senyampang saya menulis, tiba-tiba anak saya yang masih SD sibuk mencari ring kacu pramukanya. Entah di mana disimpannya. Mamanya otomatis mengomel-ngomel sambil memberi nasihat.

Memang kebiasaan buruk si anak, ia baru heboh mencari ketika waktunya pergi. Selain itu, ia kerap meletakkan barang sembarang seolah semua sudut rumah adalah tempat penyimpanan yang paling aman. 

Hari sebelumnya juga sama, mencari-cari buku teks Matematika. Ternyata buku itu ada di sekolah karena masih disimpan gurunya. Ia lupa.

Tugas saya sebagai orang tua tentu menanamkan karakter untuk menyimpan dan menyiapkan barang sebelum hendak digunakan. Alhasil, teringatlah saya pada Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Apa lagi ini?

Pada 27 Desember 2024, Mendikdasmen, Abdul Mu'ti mengungkapkan ide Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat itu untuk mendukung penguatan gerakan membangun karakter bangsa. Selain itu, juga sebagai langkah membangun sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Gerakan itu pun resmi diluncurkan.

Kali pertama saya mengetahui gerakan itu melalui media sosial Instagram. Bahkan, gerakan itu diikuti dengan peluncuran gimmick Senam Anak Indonesia Hebat dan Album Lagu Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat.

Dari sudut pandang ilmu komunikasi, "wajah baru" pendidikan karakter itu berpotensi menjadi sebuah kampanye sosial yang efektif. Asalkan ada konsistensi jangka panjang yang bukan sekadar jargon lalu menghilang. Sebagai gerakan massal, ia harus mudah dipahami dan mengandung indikator keberhasilan.

Senam dan lagu itu termasuk pendekatan kreatif untuk mendidik sekaligus menginspirasi anak-anak Indonesia. Dalam hati saya yang bergiat di dunia buku, wah ada lagi nih pendekatan kreatif lain. Ya, menulis buku anak. Saya pun bersiap menulis 7 judul buku nonfiksi dan 7 judul buku fiksi. Total 14 judul buku, begitulah cara efektif produktif menulis buku, he-he-he.

Sudah Kenyang dengan Pendidikan Karakter

Sejak zaman Orde Baru hingga kini kita memang kenyang dengan berbagai program, gerakan, dan jargon untuk menciptakan anak Indonesia yang unggul sekaligus berkarakter.

Dalam istilah Orba, "menjadi manusia Indonesia seutuhnya". Karena itu, pemerintah pada masa itu sempat merah telinganya ketika Mochtar Lubis menyampaikan sebuah orasi kebudayaan (1977) di TIM tentang manusia Indonesia tidak seutuhnya.

Mochtar memaparkan enam ciri (watak) manusia Indonesia, yaitu munafik, enggan bertanggung jawab atas perbuatan, percaya tahayul, berjiwa feodal, artistik, dan berkarakter lemah. Hanya satu yang merupakan karakter baik (artistik), sisanya buruk semua. Jika menghubungkannya dengan konten-konten viral dan menjadi perhatian di media sosial, rasa-rasanya watak orang Indonesia seperti yang diungkap Mochtar Lubis memang ada semua.

Itu sebabnya buku Manusia Indonesia yang diterbitkan Penerbit Yayasan Obor Indonesia masih dicetak ulang sampai sekarang. Berat sekali ujian bangsa ini soal karakter sehingga setiap pergantian menteri pendidikan, karakterisasi itu selalu menjadi perhatian dengan berbagai jenama program dan gerakan. Anak-anak pun "kenyang" dengan makan bergizi gratis dengan lauk pauk yang berkarakter.

Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar (Foto: Satrio Ramadhan/Studio Indonesia)
Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar (Foto: Satrio Ramadhan/Studio Indonesia)

7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat

Mata pun tertuju kepada Kemendikdasmen kini bagaimana watak-watak itu dapat diperbaiki. Paling tidak lahir generasi baru yang tidak lagi memiliki watak lemah dan berbahaya seperti ditengarai Mochtar Lubis lebih dari 40 tahun lalu.

Salah satunya lewat Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat berikut ini:

  • bangun pagi;
  • beribadah;
  • berolahraga;
  • gemar belajar;
  • makan sehat dan bergizi;
  • bermasyarakat; dan
  • istirahat cukup.

Mendikdasmen, Abdul Mu'ti, menyebut tujuh poin itu merupakan kebiasaan sederhana yang dapat berimpak pada perubahan besar. Mengapa harus tujuh? Hanya tim Kemendikdasmen yang tahu karena mungkin angka 7 itu selalu dianggap sakti dan menarik hati.

Tapi, boleh jadi juga dipengaruhi teori yang sangat populer tentang kebiasaan. Teori 7 Habits for Highly Effective People karya Stephen Covey. Covey yang sudah tiada pasti setuju dengan 7 Kebiasaan Anak Indonesia hebat itu. Begitu pula, mungkin James Clear, penulis buku best seller Atomic Habits, setuju dengan Pak Mu'ti. Ya, jangan-jangan ide kebiasaan anak Indonesia hebat itu juga diilhami oleh Atomic Habits. 

Ajakan Clear adalah membangun kebiasaan kecil secara konsisten meskipun porsi atau durasinya sedikit. Ia mengingatkan tentang empat hukum kebiasaan. 

  • Buat Kebiasaan Mudah Ditemukan (Make it Obvious): Misalnya, membiasakan anak untuk menaruh barang pada tempatnya agar mudah ditemukan. Saya kemarin menghadapi drama ketika ring kacu pramuka anak saya tidak ditemukan. Saya menasihatinya untuk tidak sembarang meletakkan barang, apalagi baru ribut ketika hendak digunakan.
  • Buat Kebiasaan Menarik (Make it Attractive): Kebiasaan didorong dengan kegiatan yang menyenangkan. Misalnya, selesai belajar, anak diajak untuk membuat makanan kesukaannya.
  • Buat Kebiasaan Mudah Dilakukan (Make it Easy): Latihkan atau ajak anak melakukan kebiasaan yang mudah, seperti membuka pintu saat pagi hari dan menutup pintu saat malam hari---mengecek kunci-kunci.
  • Buat Kebiasaan Memuaskan (Make it Satisfying): Berikan pujian atau penghargaan kecil setelah mereka menyelesaikan kebiasaan baik, seperti stiker atau pelukan hangat.

Saya memandang konsep 7 Kebiasaan Anak Indonesia itu sudah memadai karena mengandung tiga unsur utama: kesehatan, kecerdasan (intelektual, spiritual, emosional), dan kepribadian.

Tanpa bermaksud tidak membandingkan, konsep 7 kebiasaan itu lebih mudah dipahami dan dicerna daripada Enam Dimensi Profil Pelajar Pancasila warisan Mas (mantan) Menteri, Nadiem yang dilengkapi berbagai dokumen penjelasan teknis.

Siapa yang tetap ingat Enam Dimensi Profil Pelajar Pancasila? Pastilah para guru. Ini dia:

  • Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia;
  • Mandiri;
  • Bergotong royong;
  • Berkebinekaan global;
  • Bernalar kritis; dan
  • Kreatif.

Memang tidak sama sih dari segi targetnya. 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat difokuskan kepada anak-anak di pendidikan dasar, sedangkan Profil Pelajar Pancasila berlaku bagi siswa SD hingga SMA. 

Namun, apakah Profil Pelajar Pancasila itu masih akan digaungkan dan dimuat di buku-buku pendidikan? Mari tanyakan pada rumput yang tidak bergeming. Sekali lagi, kita telah "dikenyangkan"dengan banyak konsep, teori, program, dan gerakan untuk untuk menciptakan anak-anak Indonesia yang berkarakter.

Wajah baru pendidikan karakter akan menggantikan wajah lama meskipun yang diusung masih sama saja. Tidak ada yang menafikan bahwa budi pekerti itu penting meskipun pada praktiknya sulit. Jika dikaitkan dengan literasi, akarnya adalah budi pekerti. Literasi tanpa budi pekerti sama saja dengan pohon yang mati.

***

Semoga Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat berjalan lancar hingga lima tahun ke depan serta Pak Mu'ti bersama tim Kemendikdasmen diberi kemudahan menjalankannya. Tentulah sebelum membahas apakah perlu pengetahuan pasar saham diajarkan sejak SD, kukuhkan dululah pendidikan karakter. 

Setuju?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun