Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Selera Humor Kaum Editor

9 Januari 2025   06:51 Diperbarui: 9 Januari 2025   17:53 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

William G. Connoly, seorang editor di New York Times Weekly, dalam sebuah laporan dari Associated Press Managing Editors Writing and Editing Commitee menyenaraikan profil editor yang andal. Ada beberapa ciri editor andal, yaitu percaya diri, objektif, peduli, cerdas, alamiah bertanya, diplomasi, mampu menulis, dan terakhir punya selera humor.

Mungkin engkau pernah membaca sebuah lowongan menjadi editor naskah dan salah satu syaratnya adalah mampu bekerja di bawah tekanan. Hal itu sebuah humor getir yang menyiratkan bahwa bekerja menjadi editor itu pasti ditekan-tekan. 

Mari kita lihat tekanan apa saja itu?

  • Engkau bekerja di bawah tekanan tenggat (deadline) yang mungkin tidak masuk akal.
  • Engkau bekerja di bawah tekanan penulis yang mungkin kategori penulis sulit atau liat.
  • Engkau bekerja di bawah tekanan pimpinan yang ingin sebuah naskah dirombak total.
  • Engkau bekerja dalam tekanan pembaca yang menginginkan publikasi bermutu tanpa cela.
  • Engkau bekerja di bawah tekanan cicilan ... eh ini tidak termasuk, ya.

Saya mengibaratkannya kaum editor itu seperti daging hamburger yang tertekan. Wajar jika kemudian Datus C. Smith Jr. (Kepala Princenton University Press) dalam buku lawas Penuntun Penerbitan Buku menyebut begini.

Editor mempunyai salah satu tugas yang paling menyenangkan dalam pekerjaan penerbitan. Tugas itu memerlukan intelegensi, kecakapan dan kesadaran diplomasi yang tinggi. Tugas itu menimbulkan banyak hambatan atau frustrasi, tetapi juga dapat memperoleh banyak penghargaan.

Frustrasi (ingat, bukan frustasi) merupakan kata yang paling mungkin terjadi pada seorang editor. Mungkin dalam pandangan kini setoksik-toksiknya bekerja di sebuah perusahaan, lebih toksik bekerja di penerbitan, baik itu penerbitan media berkala maupun media buku. 

Gen Milenial dan Gen Z yang ingin menjadi editor mungkin nggak akan kuat, biar daku saja. Bener nggak sih? Ya, Gen Milenial dan Gen Z yang punya selera humor pasti kuatlah menjadi editor naskah.

Satu lagi dari Smith Jr. bahwa editor itu memperoleh banyak penghargaan. Mungkin di luar sono iya, tetapi di Indonesia belum ada tuh penghargaan terhadap kaum editor, baik dari pemerintah atau Ikapi. Mari disenyumi saja dan ditertawakan.

Lebih Jauh tentang Pentingnya Selera Humor

Connoly menjelaskan ciri editor andal yang memiliki sense of humor bahwa "Editor yang baik mampu menertawakan absurditas dari beberapa aspek bisnis (penerbitan)---jam kerja yang buruk, temperamen yang buruk, tenggat yang buruk, naskah yang buruk---dan terus maju". Jadi, tekanan seperti tenggat yang mepet, tabiat penulis yang sulit, dan juga pimpinan editor yang nggak asik banget semestinya disenyumi saja kalau tidak mau ditertawakan. Asal jangan ketahuan.

Dalam dunia penerbitan yang penuh tekanan, Connolly percaya bahwa humor bukan hanya tentang membuat orang tertawa, tetapi juga tentang memiliki sikap yang santai, ramah, dan fleksibel. Hal itu adalah kualitas yang memungkinkan editor untuk bekerja lebih baik dengan orang lain dan menangani tantangan dengan lebih efektif.

Selama 30 tahun berkarier sebagai editor, saya membangun sendiri selera humor itu meskipun belum sampai terpikir menjadi komika di stand up comedy. Dengan teman-teman editor dulu saya kerap menertawakan banyak hal terkait naskah, kebijakan pemerintah soal perbukuan, atau penulis yang setelah menerima royalti, lupa kepada kami. 

Soal pimpinan editor, ada juga sih ditertawakan. Lalu, karma terjadi ketika saya jadi pimpinan penerbit, sepertinya juga banyak ditertawakan. Namun, saya sudah memiliki ketabahan seperti hujan bulan Juni karena saya lahir memang bulan Juni.

Diplomasi dan negosiasi dengan para penulis juga memerlukan selera humor agar tidak tegang, apalagi menyangkut hak dan kewajiban para penulis. Humor mencairkan emosi dan suasana gerah di ruangan yang AC-nya bermasalah.

Suatu kali para editor ngobrol:

"Si Bapak penulis itu sesumbar naskahnya bakal jadi best seller, padahal ancur gitu."

"Penulisnya pasti orang Minang!"

"Loh, kok tahu. Itu dia yakin sesumbar bukan sesumsel atau sesumut."

 Jadi, pekerjaan sebagai editor memang kurang cocok untuk seorang yang introver, ia harus seorang yang ekstrover. Bagaimana jika orangnya pendiam? Tidak apa-apa yang penting ia dapat tersenyum dan tertawa, asal jangan tertawa-tawa sendiri. Meskipun wajah editor itu sangat serius---seperti wajah saya---, ia harus mampu memecah suasana bukan dengan wajahnya, melainkan dengan selera humornya.

Bolehlah tiba-tiba ia bernyanyi dengan suara sember.

Waktu ku ngedit
Aku nggak tahu yang alit-alit
Kukira kunyit
Nggak tahunya itu sumpit ... Aseek 

Ketabahan Para Editor Diselingi Humor

Editor pemula jika ia kena "kutukan" tidak dapat keluar dari bisnis penerbitan maka lama-lama ia kan menjadi pribadi yang lebih baik dengan segala tekanan yang pernah dinikmatinya. Bak kata Angela Duckworth dalam bukunya GRIT (ketabahan), editor yang menekuni kariernya bakal memperoleh kombinasi passion (hasrat) dan perseverance (ketekunan) untuk mencapai tujuan jangka panjang, yang merupakan kualitas penting dalam profesi editor. 

Berikut adalah bagaimana GRIT berhubungan dengan ketahanan seorang editor naskah menjadi pribadi yang andal.

  • Ketekunan dalam Menyelesaikan Pekerjaan: Editor sering menghadapi naskah yang panjang, rumit, atau membutuhkan revisi mendalam. Mereka harus tetap fokus pada tujuan akhir meskipun prosesnya melelahkan. Dengan ketekunan, editor dapat terus bekerja melalui berbagai tahap revisi, bahkan ketika menghadapi penulis yang sulit, tenggat waktu ketat, atau naskah yang kurang matang.
  • Hasrat terhadap Kualitas: Editor yang memiliki GRIT menunjukkan komitmen untuk menghasilkan naskah berkualitas tinggi, bahkan jika itu berarti menghabiskan waktu tambahan untuk mengasah struktur, bahasa, atau logika sebuah tulisan. GRIT membantu editor menjaga antusiasme terhadap pekerjaan mereka, terutama ketika tugas terasa monoton, seperti memeriksa detail kecil atau memastikan konsistensi gaya.
  • Kemampuan Menghadapi Kegagalan: Editor sering menghadapi penolakan dari penulis terhadap saran mereka atau revisi yang tidak diterima dengan baik. Situasi itu dapat membuat frustrasi. Editor yang memiliki GRIT tidak mudah menyerah. Mereka memandang tantangan itu sebagai peluang untuk belajar dan menemukan cara baru untuk mendukung penulis atau menyelesaikan masalah.
  • Ketahanan Mental: Tenggat waktu yang ketat, revisi mendadak, atau naskah yang penuh kesalahan dapat menjadi beban emosional. Ketahanan mental yang berasal dari GRIT memungkinkan editor untuk tetap tenang, fokus, dan produktif di bawah tekanan.
  • Kemampuan Belajar Berkelanjutan: Editor perlu beradaptasi terhadap tren baru. Dunia penerbitan terus berkembang, dengan perubahan gaya, format, dan teknologi. Editor yang sukses harus terus belajar. Dengan hasrat untuk berkembang, editor yang memiliki GRIT akan terus meningkatkan keterampilan mereka, baik dalam memahami tren baru maupun memperbaiki teknik editing.

  • Kepuasan Kerja: Editor yang memiliki GRIT cenderung lebih puas dengan pekerjaan mereka karena mereka melihat tantangan sebagai bagian dari proses yang bermakna. Mereka juga memiliki kemampuan untuk tetap terhubung dengan tujuan jangka panjang mereka, seperti membantu penulis menyampaikan pesan yang kuat atau menghasilkan karya yang berdampak.

Demikianlah sebenarnya bumbu munculnya GRIT pada diri seorang editor adalah selera humor. Seperti seseorang yang sedang di-roasting oleh seorang komedian, Anda dapat tetap tabah, tersenyum dan tertawa. Anggap saja itu orang gila.

Salam insaf!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun