Engkau mungkin insaf dunia penulisan itu kurang memberikan kontribusi finansial yang signifikan jika engkau sendiri tidak berkembang. Perlu gebrakan menjadi seorang writerpreneur atau authorpreneur.
Ada dua pilihan melakoni diri dalam jagat penulisan, yaitu menjadi penulis karyawan atau penulis bebas (freelancer). Penulis karyawan berkhidmat pada satu organisasi untuk menghasilkan karya atas nama dan kepentingan organisasi.
Adapun penulis bebas menulis untuk dan atas nama dirinya atau untuk orang/organisasi lain. Fleksibilitas dunia penulisan memberi peluang seseorang menjadi penulis karyawan sekaligus penulis bebas.
Penulis bebas berkecenderungan menjadi writerpreneur atau authopreneur sehingga ia pun fleksibel memasuki dua industri, yaitu industri penulisan dan industri penerbitan. Lalu, ada juga dua pilihan untuk menjadi penulis bebas, yaitu penulis mandiri atau penulis jasa.
Di dalam buku 5W + 1H Writerpreneur, saya menjelaskan bahwa penulis mandiri adalah penulis yang menghasilkan karya atas namanya sendiri lalu dikirimkan ke media massa, baik penerbit media berkala (koran, majalah, dsb.) maupun penerbit buku. Kecen-derungan penulis mandiri adalah menunggu dan menunggu kabar dimuatnya atau diterimanya naskah---sesuatu yang membosankan adalah menunggu dan tidak mengenakkan adalah ditolak.
Penulis jasa adalah penulis yang menghasilkan karya secara umum lalu didedikasikan untuk individu, kelompok, atau sebuah organisasi. Ia menjadikan kompetensi menulisnya sebagai komoditas jasa yang dapat ditawarkan kepada siapa pun.
Bagaimana lakon-lakon writerpreneur dapat dijalankan oleh seorang penulis bebas? Saya pilihkan enam lakon di antara beberapa lakon yang dapat engkau tekuni, wahai kisanak.
1. Penulis Pendamping (Co-author/Co-writer)
Kolaborasi dalam dunia penulisan sudah lumrah terjadi. Sebuah artikel dikerjakan oleh dua orang merupakan kewajaran. Bahkan, dalam penulisan artikel ilmiah dapat lebih dari dua orang menulisnya. Demikian pula engkau dapat melihat ada buku yang ditulis oleh 2-3 penulis.
Dunia penulisan kemudian membuat sebutan bahwa penulis pertama disebut author. Penulis pertama atau utama adalah pemilik gagasan dan kontribusinya paling besar dalam sebuah tulisan. Penulis utama terkadang tidak mampu menulis dengan baik, tetapi memiliki gagasan brilian dan ia sangat menguasainya sebagai pakar.
Saya mengambil contoh buku yang ditulis oleh tiga orang. Buku itu berjudul Execution: The Discipline of Getting Things Done yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Penulis utamanya adalah Larry Bosidi, sedangkan penulis pendamping (co-author) adalah Ram Charan.
Bosidy adalah seorang pebisnis sukses dan pemimpin bisnis yang cakap. Adapun Charan adalah seorang konsultan manajemen, penulis, dan pembicara publik kelas dunia. Charan juga merupakan akademisi yang mengajar di Harvard Business School. Walaupun demikian, ada peran seorang Charles Burck sebagai penulis ketiga atau co-writer.
Siapa Charles Burck? Ia pernah menjadi editor di majalah Fortune. Pengalamannya dalam dunia jurnalistik dan penulisan bisnis membuatnya ahli dalam menyampaikan konsep manajemen yang kompleks ke dalam bentuk tulisan yang mudah dipahami dan menarik. Burck berperan sebagai kolaborator penulisan untuk menyusun dan menyunting buku sehingga ide-ide Bossidy dan Charan tersajikan dengan jelas dan efektif.
Dalam pengalaman saya, ada beberapa permintaan agar saya membantu penulisan sebuah buku sebagai penulis kedua. Peran saya yang khusus adalah bagaimana menyampaikan ide-ide yang berserak, bahkan rumit menjadi ide yang terstruktur. Mengutip semboyan majalah Tempo menjadi enak dibaca dan perlu.
Lalu, apa perbedaan sebutan co-author dan co-writer? Co-author selain berperan untuk menulis, ia juga berperan pada pengembangan substansial sebuah karya, seperti pengembangan gagasan, kerangka penulisan, dan pencarian sumber-sumber penulisan yang relevan. Ia terlibat aktif dalam konten dan penyajian.
Co-writer lebih berfokus pada proses mekanis penulisan itu sendiri. Ia membantu menyusun kata-kata, mengorganisasikan ide, dan memperhalus bahasa untuk memastikan karya tersebut jelas, mengalir dengan baik, dan menarik. Co-writer mungkin tidak terlibat secara mendalam dalam pengembangan konten atau ide utama seperti halnya yang dilakoni oleh Charles Burck.
2. Penulis Bayangan (Ghostwriter)
Berbeda dengan co-author/co-writer yang namanya turut dicantumkan sebagai penulis kedua dan seterusnya, penulis bayangan (ghostwriter) tidak. Penulis bayangan bekerja secara samar untuk membantu seseorang mengembangkan ide utama dan menuliskannya. Ia telah membuat kesepakatan-kesepakatan tertentu tentang karya tulis.
Jika ada yang mengkhawatirkan soal etika penulisan, penulis bayangan sejatinya bekerja berdasarkan kode etik penulisan. Ia hanya "membayangi" seseorang untuk menuliskan buah pemikiran dan pengalamannya dalam bentuk-bentuk seperti ini: memoar, biografi, autobiografi, dan buku secara umum yang tidak terkait langsung dengan karya tulis ilmiah sebagai syarat kelulusan atau memperoleh angka kredit.
Jadi, singkatnya jika ia membantu penulisan skripsi, tesis, disertasi, dan artikel ilmiah untuk jurnal, namanya  jelas bukan penulis bayangan. Ia lebih tepat disebut sebagai calo tulisan.
Tidak semua ghostwriter benar-benar disamarkan atau tidak diketahui dalam konteks kini. Penulis autobiografi  Spare karya Pangeran Harry diketahui oleh publik. Ia adalah J.R. Moehringer, seorang penulis dan jurnalis pemenang Pulitzer. Moehringer dikenal sebagai seorang ghostwriter yang telah menulis autobiografi untuk beberapa tokoh terkenal. Ketika menulis Spare, ia dibayar $1 juta. Wow!
3. Publisis
Lakon yang satu ini boleh disebut penulis yang bekerja untuk penulis. Ia seorang profesional yang bertanggung jawab mempromosikan sosok penulis dan karya-karya mereka, baik itu buku, artikel, atau proyek penulisan lainnya. Ia bekerja untuk meningkatkan visibilitas dan reputasi penulis serta membantu memperluas jangkauan publikasi melalui media dan platform yang relevan.
Lingkup kerja publisis memang bertalian dengan kehumasan. Biasanya penulis pesohor yang memerlukan jasa mereka untuk mengurusi konten media sosial, hubungan dengan media, krisis komunikasi (apabila terjadi), merancang event peluncuran buku atau diskusi buku, serta merancang konten promosi. Publisis tidak terlibat secara langsung dalam penulisan buku.
Ia boleh dibilang kini sebagai buzzer-nya para penulis. Kompetensi komunikasi, khususnya kehumasan, sangat penting dimiliki oleh publisis.
4. Penerbit Mandiri (Self-publisher)
Jika tiga lakon yang awal merupakan lakon individual, lakon yang satu ini merupakan lakon yang sudah merupakan organisasi bisnis. Penerbit mandiri adalah penerbit yang didirikan oleh seorang menulis untuk menerbitkan karyanya sendiri. Artinya, penulis yang langsung menulis naskah (pengadaan naskah), mengelola editorial, menerbitkan, dan memasarkannya.
Memang ia tidak harus mengerjakan semuanya sendiri karena mungkin untuk urusan mendesain buku dan memasarkan buku, ia memerlukan sentuhan profesional lain. Namun, dipastikan bahwa usaha itu miliknya sendiri.
Jadi, berbeda antara self-publisher dan vanity publisher. Di Indonesia seorang penulis sering menyebut dirinya self-publisher atau melakukan self-publishing, tetapi ternyata penerbitnya bukan milik dia. Ia rupanya menggunakan jasa vanity publisher (penerbit berbayar) untuk mengerjakan bukunya.
Penerbit mandiri kini difasilitasi oleh pemerintah melalui OSS (online submission system) untuk mendapatkan nomor induk berusaha (NIB) sebagai penerbit berbadan usaha/hukum. Penerbit boleh membentuk badan usaha perseorangan atau PT perseorangan.
Seseorang yang melakoni diri sebagai self-publisher sudah semestinya menguasai bisnis dan berjiwa enterpreneur. Ia harus memahami proses bisnis penerbitan buku dari hulu ke hilir.
5. Penyedia Jasa Penerbitan (Publishing Service)
Lakon penyedia jasa penerbitan atau publishing service juga merupakan lakon yang dijalankan sebagai organisasi bisnis. Penyedia jasa penerbitan bekerja berdasarkan order yang mungkin diminta all in, yaitu penulisan, penyuntingan, pengilustrasian, pendesainan, penerbitan, dan pencetakan.
Karena itu, ia harus memiliki personel untuk tiap bidang pekerjaan atau membentuk tim kerja. Penyedia jasa penerbitan dapat menangani kebutuhan individu untuk menulis buku atau organisasi. Namun, bukan hanya buku yang dapat ditangani, melainkan produk tulisan lain seperti laporan tahunan.
6. Perajin Buku (Book Packager)
Perajin buku berbeda dengan penyedia jasa penerbitan. Perajin buku tidak bekerja berdasarkan order, tetapi mewujudkan buku siap cetak kemudian menawarkannya kepada penerbit atau organisasi lainnya. Perajin buku juga terkadang bekerja memasok buku siap cetak kepada penerbit besar. Jadi, perajin buku adalah perusahaan atau entitas yang mengelola seluruh proses pembuatan buku, mulai konsep hingga produksi.
Edward Stratemeyer disebut-sebut sebagai book packager yang sangat berpengaruh dalam sejarah penerbitan. Ia mendirikan Stratemeyer Syndicate yang menjadi model awal bisnis perajin buku. Edward melayani permintaan penerbit untuk menyiapkan serial novel anak. Dua yang sangat populer, yaitu The Hardy Boys dan Nancy Drew.
Jika engkau hendak menjadi perajin buku, engkau harus memiliki kekayaan gagasan, terutama mengembangkan buku seri. Engkau harus melihat peluang isu-isu yang dapat dikembangkan dalam bentuk buku lalu ditawarkan ke penerbit besar atau lembaga yang relevan. Peluang itu sangat terbuka di Indonesia.
Misalnya, engkau punya gagasan bagaimana mengomunikasikan konteks perubahan iklim kepada anak-anak, khususnya anak SD kelas 4--6. Engkau dapat mewujudkannya dalam bentuk komik pengetahuan. Setelah jadi, engkau tawarkan komik itu ke lembaga, seperti BMKG atau WALHI. Komik itu kemudian diterbitkan atas nama lembaga tersebut.
Untuk itu, seperti penyedia jasa penerbitan, perajin buku juga harus dibentuk sebagai organisasi bisnis. Saya pernah melakoni kerja sebagai book packager dengan memasok buku untuk beberapa penerbit besar, seperti Penerbit PPM, Tiga Serangkai, dan Bumi Aksara.
***
Untuk engkau yang ingin menjadi penulis bebas, enam pilihan lakon itu mungkin dapat dijalani. Mungkin engkau berpikir harus pensiun dini sebagai penulis karyawan. Lalu, apa yang dapat dilakukan dengan kompetensi menulis? Pilihan menjadi writerpreneur atau authorpreneur cocoklah itu.
Namun, perlu engkau camkan bahwa lakon menjadi writerpreneur itu menuntut dirimu serbatahu soal penulisan dan penerbitan. Engkau juga harus bertindak sebagai konsultan karena klien pasti akan banyak bertanya. Karena itu, jangan segan-segan belajar lagi dan belajar tulis perihal industri penulisan dan industri penerbitan.
Satu lagi, sertifikasikan profesi atau kompetensimu itu. Klien tambah percaya jika jejak rekammu didukung sertifikat kompetensi berlisensi BNSP, terutama klien dari lembaga pemerintah.
Salam insaf!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H